Tujuh ABK Indonesia hadapi penundaan tuntutan terkait perburuan lumba-lumba

24/06/2025 15:04(Diperbaharui 24/06/2025 15:59)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Kejaksaan Distrik Pingtung menggeledah sebuah kapal penangkap ikan laut jauh dan kediaman kaptennya di Kelurahan Donggang, Kabupaten Pingtung, April. (Sumber Foto : Kantor Kejaksaan Distrik Pingtung)
Kejaksaan Distrik Pingtung menggeledah sebuah kapal penangkap ikan laut jauh dan kediaman kaptennya di Kelurahan Donggang, Kabupaten Pingtung, April. (Sumber Foto : Kantor Kejaksaan Distrik Pingtung)

Taipei, 24 (CNA) Tujuh anak buah kapal (ABK) migran Indonesia dikenakan penangguhan penuntutan selama satu tahun setelah diperintahkan kapten untuk menyembelih lumba-lumba dan menggunakannya sebagai umpan untuk menangkap hiu, kata kejaksaan Pingtung pada Selasa (24/6).

Kantor Kejaksaan Distrik Pingtung dalam rilis pers hari Selasa menyatakan bahwa kasus penangkapan dan penyembelihan lumba-lumba secara ilegal oleh kapten kapal, bermarga Wu (吳), dan ketujuh ABK yang dipekerjakannya itu telah selesai diselidiki.

Pada Juni tahun lalu, di wilayah Samudra Pasifik bagian barat laut, karena kekurangan umpan, Wu memerintahkan para ABK menangkap dua ekor lumba-lumba, yang ia ketahui diklasifikasikan sebagai satwa liar dilindungi tingkat II oleh Dewan Urusan Kelautan Taiwan, kata kejaksaan.

Kedua lumba-lumba tersebut disembelih dan dipotong untuk dijadikan umpan dalam penangkapan hiu dan tuna, dengan sisa bangkai dan kulitnya dibuang ke laut lepas, kata kejaksaan.

Kejaksaan menyebutkan bahwa mereka memimpin tim khusus untuk menyelidiki kasus ini, yang pertama kali diungkap melalui rekaman pengawasan udara Kementerian Perikanan dan Kelautan Kanada dan kemudian disusun dalam laporan tertulis serta disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perikanan Taiwan.

Kejaksaan juga menegaskan bahwa sebagai kapten kapal yang berpengalaman, Wu seharusnya sangat memahami aturan konservasi laut, namun ia tetap melanggar hukum demi keuntungan.

Tindakannya memicu kehebohan publik dan berdampak negatif pada citra internasional Taiwan, kata kejaksaan, sehingga mereka meminta pengadilan menjatuhkan hukuman yang berat kepada Wu atas dugaan pelanggaran Undang-Undang tentang Konservasi Satwa Liar.

Sementara itu, kejaksaan mengenakan penangguhan tuntutan satu tahun untuk ketujuh ABK Indonesia -- yang berarti mereka tidak langsung dituntut meski telah diketahui terlibat dalam pelanggaran undang-undang.

Kepada CNA, kejaksaan mengatakan bahwa keputusan ini dibuat mengingat para ABK bukanlah dalang utama, melainkan hanya mengikuti perintah dari kapten kapal, sehingga dinilai melakukan pelanggaran hukum karena kelalaian sesaat.

Kejaksaan mengatakan mereka menilai bahwa setelah mengalami kejadian tersebut, para ABK seharusnya menjadi lebih waspada dan kecil kemungkinan akan mengulangi perbuatannya.

Namun, kata kejaksaan kepada CNA pada Selasa, ketujuh ABK tersebut masing-masing diwajibkan membayar NT$50.000 (Rp27,667 juta) ke kas negara dalam waktu enam bulan.

(Oleh Huang Yu-jing dan Jason Cahyadi)

Selesai/ja

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.