Sejumlah organisasi gelar aksi untuk tuntut penghapusan batas masa kerja PMA di Taiwan

18/05/2025 16:05(Diperbaharui 18/05/2025 18:41)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Sejumlah organisasi pekerja hari Minggu menggelar aksi di depan Kementerian Ketenagakerjaan di Taipei untuk menuntut penghapusan batas masa kerja PMA. (Sumber Foto : CNA, 18 Mei 2025)
Sejumlah organisasi pekerja hari Minggu menggelar aksi di depan Kementerian Ketenagakerjaan di Taipei untuk menuntut penghapusan batas masa kerja PMA. (Sumber Foto : CNA, 18 Mei 2025)

Taipei, 18 Mei (CNA) Sejumlah organisasi pekerja hari Minggu (18/5) menggelar aksi di depan gedung Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) di Kota Taipei untuk menuntut penghapusan batas masa kerja pekerja migran asing (PMA) di Taiwan, yang selama 12 tahun untuk PMA sektor formal dan 14 tahun untuk yang informal.

Fajar, ketua Serikat Buruh Pekerja Industri Perawatan Taiwan (SBIPT), organisasi yang menyelenggarakan aksi ini, turut meneriakan slogan "Hapuskan 12/14" yang merujuk pada batas masa kerja tersebut.

Dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional, SBIPT menyerukan kepada pemerintah Taiwan agar mengakui kontribusi jangka panjang PMA kerah biru, menghapus batas masa kerja yang "Tidak masuk akal," dan mengakhiri diskriminasi serta eksploitasi yang dilembagakan, menurut rilis pers mereka yang diterima CNA.

Tuntutan utama mencakup penghapusan batas masa kerja 12/14 tahun bagi PMA kerah biru di Taiwan, revisi skema Pekerja Teknis Tingkat Menengah (PTTM) yang dinilai sarat eksploitasi, serta penerapan sistem rekrut langsung tanpa keterlibatan agensi perantara, tulis pernyataan tersebut.

Di lokasi demonstrasi juga ada pertunjukan drama aksi, dibawakan langsung para PMA sektor perawatan rumah tangga, yang menggambarkan pengalaman kerja mereka di Taiwan dan berbagai masalah nyata dalam sistem PTTM, terutama pembayaran agensi yang mencekik, di mana proses PPTM menuntut PMA merogoh kocek NT$26.000 (Rp14,19 juta) hingga NT$30.000.

Demonstrasi yang digelar pukul 10 pagi ini dimulai dengan meneriakkan berbagai slogan dalam tiga bahasa, Indonesia, Inggris, dan Mandarin serta dihadiri perwakilan Direktorat Jenderal Pengembangan Tenaga Kerja (WDA) MOL.

Dalam orasinya, Ardi perwakilan dari Serikat Buruh Industri Manufaktur (SEBIMA) meneriakan tuntutan penghapusan agensi dan meningkatkan peran Pusat Layanan Perekrutan Langsung (DHSC).

Ardi menyatakan bahwa saat ini para pekerja formal, yaitu buruh pabrik, konstruksi, dan nelayan migran memiliki batasan masa kerja 12 tahun, yang jika ingin diperpanjang harus dengan mengikuti program PPTM, itupun jika majikan setuju. 

Apabila majikan tidak setuju, perpanjangan kontrak akan dibatalkan, yang memicu banyaknya pekerja yang kabur karena ingin tetap bekerja di Taiwan, kata Ardi, sehingga ia ingin penghapusan batas masa kerja segera dilakukan.

Sementara itu, perwakilan Serikat Buruh Industri Pekerja Rumah Tangga Nasional (SBIPRTN) mengatakan “Skema retensi dan pemanfaatan jangka panjang pekerja migran bisa tinggal lama jika naik kelas menjadi PPTM.” Namun faktanya, lebih dari 700 ribu PMA kerah biru yang hanya mendapat status tersebut hanya 4 persen saja. 

“Jika mereka meminta menjadi PTTM, para majikan merasa biayanya tinggi lalu merekrut pekerja baru, akibatnya pekerja migran yang sudah bersertifikat, bisa dipulangkan pada tahun ke-12 atau ke-14. Ini namanya habis dipakai lalu dibuang,” ujarnya.

Wanti, perwakilan dari Garda Buruh Migran Indonesia (BMI) juga meneriakan orasinya untuk penghapusan masa kontrak kerja di Taiwan. Ia menilai jika program PTTM yang awalnya disambut sebagai harapan untuk mendapat kesejahteraan, ternyata tidak sesuai dengan harapan para pekerja.

Wanti menilai bahwa program ini justru menjadi lubang bagi agensi untuk menguruk keuntungan, sehingga banyak pekerja kaburan meningkat, ungkapnya saat orasi.

Melbi, perwakilan dari Domestic Caretakers Union dalam orasinya mengungkapkan bahwa PMA kerah biru dianggap sebagai pekerja yang tidak punya bakat, padahal kenyataannya, pekerja tersebut mempunyai jam kerja yang panjang dengan gaji yang rendah. 

Ia juga mengatakan bahwa salah satu syarat untuk menjadi penduduk tetap di Taiwan (mendapatkan APRC) bagi PMA adalah harus mempunyai gaji yang tinggi, padahal upah yang disyaratkan tidak bisa diraih mereka.

Di akhir aksi, seorang perwakilan WDA memberikan tanggapan dengan mengatakan MOL telah mendengar tuntutan yang disampaikan dan akan mempertimbangkannya untuk langkah mereka ke depannya.

Ketua SBIPT Fajar (kiri) menyerahkan tuntutan aksi kepada seorang perwakilan WDA (kanan) dalam demonstrasi di depan MOL hari Minggu. (Sumber Foto : CNA, 18 Mei 2025)
Ketua SBIPT Fajar (kiri) menyerahkan tuntutan aksi kepada seorang perwakilan WDA (kanan) dalam demonstrasi di depan MOL hari Minggu. (Sumber Foto : CNA, 18 Mei 2025)

Setelah demonstrasi, secara khusus Fajar mengatakan pada CNA yang terpenting adalah tiga tuntutan penghapusan batasan kerja, merevisi kebijakan program PPTM, memberikan perpanjangan masa pencarian kerja menjadi enam bulan bagi pekerja migran. 

“Kami juga akan mempersiapkan demo selanjutkan yang akan dihadiri oleh lebih banyak lagi organisasi dan serikat buruh di Taiwan, diselenggarakan pada bulan Desember nanti,” ungkap Fajar yang juga menjabat sebagai ketua Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS). 

Menanggapi tuntutan yang disampaikan dalam demonstrasi tersebut, MOL juga mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa penghapusan batas masa kerja tanpa jalur resmi untuk perubahan status akan menyulitkan PMA mengakses sistem imigrasi teknis Taiwan dan merugikan perlindungan hak mereka.

Untuk itu, kata MOL, pemerintah pada April 2022 telah meluncurkan Program Retensi Pekerja Migran Jangka Panjang, yang memberikan ruang bagi PMA senior untuk beralih menjadi PTTM.

Hingga akhir April 2025, sebanyak 46.000 PMA telah berhasil naik status menjadi PTTM, kata MOL, seraya menyatakan mereka akan terus mengevaluasi jenis pekerjaan, persyaratan, dan proporsi kuota dalam program ini berdasarkan masukan masyarakat.

Terkait pelanggaran upah dalam skema PTTM, MOL mengatakan PMA bisa mengadu ke saluran siaga 1955, dan kementerian juga melakukan audit berkala, akan menjatuhkan sanksi bagi majikan yang terbukti melanggar, sekaligus membantu pekerja mencari pemberi kerja baru melalui pusat ketenagakerjaan publik.

(Oleh Miralux dan Jennifer Aurelia)

Selesai/JC

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.