Cambridge, 18 Mei (CNA) Mantan Presiden Tsai Ing-wen (蔡英文) telah mendesak negara-negara demokrasi di seluruh dunia "Lebih bersatu lagi" dalam menghadapi meningkatnya ancaman dari rezim otoriter, sambil menyoroti dorongan mantan Presiden AS Donald Trump agar sekutu lebih bertanggung jawab atas keamanan mereka sendiri.
"Setiap generasi memiliki tantangannya. Generasi kita kini menghadapi tantangan terbesar di zaman ini," kata Tsai pada Jumat sore (16/5) dalam sebuah acara di Inggris yang diselenggarakan oleh Center for Geopolitics University of Cambridge, di hari kedelapan kunjungannya ke Eropa.
Dalam pidato berjudul "Membela Demokrasi dalam Tatanan Dunia Baru," Tsai menggambarkan tahun 2024 sebagai "Tahun Super Pemilu," dengan lebih dari 70 negara mengadakan pemilihan nasional.
Hasilnya membawa "Perubahan dramatis" dalam kepemimpinan dan dinamika legislatif di seluruh dunia demokrasi, katanya, yang dilanda ketidakpastian akibat perubahan tatanan dunia, karena "Semua asumsi tentang aliansi dan peran kekuatan besar kini mulai dipertanyakan."
Sementara itu, ancaman otoritarianisme di seluruh dunia "Semakin besar dari sebelumnya," kata Tsai.
Rezim otoriter mampu mempertahankan konsistensi dan kekuasaan karena sifatnya yang tidak demokratis, dan kini menjadi "Semakin kuat dan percaya diri," kata Tsai.
"Para pemimpinnya kini yakin bahwa mereka lebih mampu beradaptasi terhadap perubahan," katanya. "Mereka juga bersekongkol dalam mengejar agenda ekspansionis dan kepentingan diri mereka, sembari memengaruhi politik domestik di negara-negara demokratis."
Dengan "Aturan keterlibatan" yang berubah, Tsai mengatakan strategi kolektif demokrasi harus berkembang di tengah masa yang ia sebut sebagai "Masa yang menentukan" bagi perluasan dan adaptasi.
Ketika rezim otoriter bekerja sama untuk "Memperluas agenda ekspansionis mereka," negara-negara demokrasi perlu "Semakin bersatu," kata Tsai.
"Mempertahankan demokrasi ada harganya, dan itu bukan tumpangan gratis bagi siapa pun," katanya, seraya menyebut bahwa Taiwan siap menjadi mitra dan berkontribusi dalam memperkuat ketahanan dunia demokrasi di tengah tantangan tersebut.
"Di Taiwan, kami tahu seperti apa ketangguhan itu, karena kami sangat memahami bahaya yang ditimbulkan oleh mereka yang berusaha mengeksploitasi ketidaksempurnaan demokrasi," katanya, mengutip pengalaman masa lalu negara itu di bawah rezim otoriter dan "Ancaman serta intimidasi yang jauh lebih intensif" dari Tiongkok yang masih berlangsung.
Tsai menunjuk pada sejumlah langkah yang diambil selama delapan tahun masa kepresidenannya dari 2016 hingga 2024 untuk memperkuat pertahanan dan ketahanan demokrasi Taiwan, termasuk peningkatan anggaran pertahanan lebih dari 80 persen dan peningkatan pelatihan serta perlengkapan tempur bagi militer.
Taiwan juga telah memperkuat infrastruktur digitalnya untuk menghadapi ancaman siber, kata Tsai, dengan mengutip kerja sama dengan Inggris dalam komunikasi strategis, yang ia sebut sebagai "Bagian yang sangat penting" dalam melawan Manipulasi dan Intervensi Informasi Asing.
Saat membahas kebangkitan otoritarianisme, Tsai menyinggung perubahan kebijakan luar negeri AS di bawah Trump namun tidak mengkritik kecenderungan otoriter Trump sendiri, seperti yang dicatat para pengkritiknya, atau dukungannya terhadap pemimpin otoriter seperti Vladimir Putin dari Rusia atau Victor Orban dari Hungaria.
Sebaliknya, ia mengatakan bahwa seruan Washington agar sekutu lebih bertanggung jawab atas keamanan mereka harus dilihat sebagai "Pengingat bagi demokrasi di seluruh dunia untuk bekerja lebih keras bersama-sama" dalam menjaga keamanan mereka sendiri.
"Dengan kata lain, aliansi demokrasi kini berarti lebih dari sebelumnya," katanya. "Keamanan kolektif di Indo-Pasifik dan Eropa, meskipun masih relevan dengan kepentingan AS, juga menjadi semakin penting bagi perdamaian dan keamanan global."
Setelah menyampaikan pidato di Parlemen pada Kamis, Tsai saat ini berada di Inggris atas undangan para politisi Inggris, sebagai bagian dari tur Eropa keduanya sejak meninggalkan jabatannya pada Mei tahun lalu. Selama sepekan terakhir, ia juga telah mengunjungi Lituania dan Denmark.
Selesai/IF