Seruan PMI Taiwan di Hari Buruh: Jangan pasrah, lawan!

01/05/2025 19:18(Diperbaharui 01/05/2025 19:18)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Ketua SEBIMA, Ignas memaparkan tuntutan Hari Buruh pada massa PMI di perhelatan May Day di Taipei, Kamis. (Sumber Foto : CNA, 1 Mei 2025)
Ketua SEBIMA, Ignas memaparkan tuntutan Hari Buruh pada massa PMI di perhelatan May Day di Taipei, Kamis. (Sumber Foto : CNA, 1 Mei 2025)

Taipei, 1 Mei (CNA) Sejumlah serikat pekerja Indonesia yang berbasis di Taiwan ikut ambil bagian dalam aksi Hari Buruh Internasional, May Day yang digelar di Taipei, Kamis (1/5), mengajak pekerja migran asing (PMA) berserikat dan menuntut kesetaraan bagi mereka dalam jaminan pensiun.

Ketua Serikat Buruh Industri Manufaktur (SEBIMA), Ignas kepada CNA menyebut di momen Hari Buruh ini pihaknya menyerukan agar teman-teman pekerja migran menyadari situasi sulit yang mereka hadapi dan punya keberanian untuk mengkritisi dan memperbaiki.

“Jangan terlena dalam penindasan dengan dibungkus kata-kata pasrah. Kita harus berjuang dan bergabung dengan kelompok, komunitas, atau serikat yang sudah ada,” ujarnya.

“Kami (SEBIMA) sudah mengorganisir diri menyatukan kekuatan, sepenanggungan, sependeritaan, dan kita harus naik kelas dari yang sebelumnya hanya kepasrahan yang pasif tetapi sekarang harus buat sesuatu secara proaktif, mulai berani mesti pelan-pelan harus belajar melawan,” kata Ignas.

Terkait tuntutan May Day, kesetaraan jaminan pensiun bagi PMA seperti pekerja lokal juga dianggap penting mengingat para pekerja selama ini telah menghabiskan masa produktifnya di luar negeri, kata Ignas, namun ketika mereka purna tugas, banyak yang kesulitan karena tidak adanya skema jaminan pensiun bagi PMA.

“Saya yakin celah itu ada, tetapi bagaimana good will dari pemerintah dan pemangku kebijakan untuk merealisasikan hal tersebut,” kata Ignas.

Secara umum, tuntutan SEBIMA di hari buruh ini adalah berbagai perbaikan di segala lini terutama mekanisme dan tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) agar lebih manusiawi. Soalnya, kata Ignas, sampai saat ini, masalah klasik seperti biaya penempatan yang tinggi masih saja terjadi. 

Selain itu, praktik jual beli job (pekerjaan) atau sistem calo yang juga merugikan pekerja, kata Ignas. Pihaknya tak memungkiri kalau hal-hal seperti ini seringkali sulit dibuktikan, namun fakta di lapangan menyatakan praktik ini masih terus terjadi dan banyak pihak berwenang yang seolah tutup mata.

Sahkan RUU PPRT, PMI ikut terlindungi

Ketua SBIPT, Fajar menyerukan stop diskriminasi pada PMA pada demo Hari Buruh Kamis di Taipei. (Sumber Foto : CNA, 1 Mei 2025)
Ketua SBIPT, Fajar menyerukan stop diskriminasi pada PMA pada demo Hari Buruh Kamis di Taipei. (Sumber Foto : CNA, 1 Mei 2025)

Sementara itu, Fajar, ketua Serikat Buruh Pekerja Industri Perawatan Taiwan (SBIPT) mengaitkan semangat May Day dari Taiwan dengan tuntutan yang ada di Indonesia. Dari enam tuntutan di May Day Indonesia, satu di antaranya salah pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

“Karena ketika di negara sendiri terlindungi, otomatis PRT yang bekerja di luar negeri juga harus terlindungi,” kata Fajar.

Ia mengambil contoh PMA dari Filipina yang perwakilan negaranya tegas pada perjanjian kerja di Taiwan, sehingga semua PRT Filipina bisa menikmati satu hari libur setiap bulan, tidak seperti PMI yang menurutnya sering dicederai hak liburnya.

“Bahkan di perjanjian kerjanya, (PMA Filipina) punya hak libur di kala sakit itu satu bulan dalam satu tahun. Sehingga penting pemerintah Indonesia juga meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Pekerja Rumah Tangga dan mengesahkan RUU PRT agar PMI lebih terlindungi,” kata Fajar.

Selain memperkuat diplomasi ketenagakerjaan tentang kondisi PRT migran dan sektor lain di Taiwan, Fajar menyebut pihaknya juga menuntut percepatan pembukaan kantor perwakilan pelayanan di daerah yang menjadi kantong pusat PMI bekerja selain di Taipei.

Hapuskan batas kerja 12 tahun

Bendera Serikat Pekerja Perumahan Nasional Taiwan (SPPTN), salah satu serikat PMI di Taiwan. (Sumber Foto : CNA, 1 Mei 2025)
Bendera Serikat Pekerja Perumahan Nasional Taiwan (SPPTN), salah satu serikat PMI di Taiwan. (Sumber Foto : CNA, 1 Mei 2025)

Sementara itu, Lina dari Serikat Pekerja Perumahan Nasional Taiwan (SPPNT) menuntut agar batas kerja 12 tahun bagi PMA di Taiwan dihapuskan.

Adapun masalah klasik yang masih harus dihadapi para pekerja migran terutama sektor domestik adalah pemutusan hubungan kerja sepihak, dipekerjakan di luar kontrak, hingga pelecehan seksual, tambahnya.

Pihaknya pun mengkritisi saluran pengaduan yang kurang akurat dalam menangani pekerja migran. Menurut Lina, selama ini kasus yang ada baru ditangani dengan baik setelah serikat atau LSM turun mengadvokasi.

“Kalau laporannya perseorangan, 1955 akan menghubungi agensi yang mana agensi tidak akan memihak pekerja. Jadi seringkali penanganannya tidak akurat,” ucap dia.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/JC

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.