Taipei, 17 Juni (CNA) Jumlah pekerja yang mengikuti program cuti tidak dibayar (furlough) formal di Taiwan akibat kebijakan tarif pemerintahan Trump meningkat dan mendekati 1.200 orang per 15 Juni, kata Kementerian Tenaga Kerja (MOL) pada hari Senin (16/6).
Data yang dikumpulkan oleh MOL menunjukkan jumlah pekerja yang ditempatkan dalam program cuti tidak dibayar di seluruh Taiwan akibat dampak tarif naik menjadi 1.189 per 15 Juni, dari 827 per 31 Mei, dengan tambahan bahwa mereka berasal dari sektor manufaktur berorientasi ekspor.
Jumlah produsen yang melaksanakan program cuti tidak dibayar sebagai respons terhadap dampak tarif juga naik menjadi 38 per 15 Juni, dari 20 per 31 Mei, menurut data tersebut.
Secara keseluruhan, jumlah pekerja yang mengikuti program cuti tidak dibayar di Taiwan naik 64 menjadi 2.895 per 15 Juni dari 2.831 per 31 Mei, sementara jumlah perusahaan yang menerapkan rencana cuti tidak dibayar naik menjadi 160 dari 155 dalam 15 hari, kata MOL.
Berbicara kepada CNA, Wang Chin-jung (王金蓉), wakil kepala Divisi Kondisi Kerja dan Kesetaraan Ketenagakerjaan MOL, mengatakan peningkatan jumlah pekerja yang mengikuti cuti tidak dibayar di seluruh Taiwan sebagian besar berasal dari sektor manufaktur dalam 15 hari terakhir dan pertumbuhan tersebut mencerminkan dampak dari kebijakan tarif AS.
Presiden AS Donald Trump pertama kali mengumumkan tarif timbal balik pada 2 April terhadap negara-negara dengan surplus perdagangan tinggi dengan Amerika Serikat. Ini termasuk bea masuk impor sebesar 32 persen untuk barang dari Taiwan, sementara Trump mengumumkan jeda selama 90 hari seminggu kemudian untuk memungkinkan negosiasi tarif yang lebih rendah.
Dalam 15 hari tersebut, jumlah pekerja cuti tidak dibayar di sektor manufaktur naik menjadi 2.527 per 15 Juni dari 2.430 per 31 Mei. Sektor ini menyumbang lebih dari 87 persen dari total Taiwan.
Wang mengatakan segmen peralatan logam dan listrik mengalami peningkatan terbesar, yaitu 269 pekerja cuti tidak dibayar dalam 15 hari terakhir, termasuk satu pemasok barang logam yang menempatkan lebih dari 70 pekerja dalam cuti tidak dibayar dan satu produsen mesin yang menempatkan sekitar 60 pekerja dalam cuti. Ia mengatakan kedua perusahaan tersebut merasakan dampak dari masalah tarif.
Namun, Wang mengatakan, sebuah perusahaan plastik mengembalikan 170 pekerja ke lini produksi karena perusahaan tersebut melihat pesanan pulih dalam 15 hari terakhir.
Wang mengatakan MOL akan terus memantau secara ketat bagaimana dampak tarif akan berkembang di sektor manufaktur, seraya menambahkan bahwa kementerian telah menginstruksikan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan yang diperlukan kepada pekerja yang terdampak.
Di sektor jasa, ketenagakerjaan tetap stabil, dengan jumlah pekerja cuti tidak dibayar di industri ritel dan grosir turun menjadi 272 per 15 Juni dari 305 per 31 Mei, menurut data MOL.
Selain itu, jumlah pekerja cuti tidak dibayar di industri penginapan dan makanan/minuman turun menjadi 25 dari 30 dalam periode yang sama, menurut data tersebut.
Saat ini, MOL memperbarui data pekerja cuti tidak dibayar pada tanggal 1 dan 16 setiap bulan dan melaporkan jumlah karyawan yang ditempatkan dalam cuti tidak dibayar oleh perusahaan yang terdaftar di kementerian.
Sebagian besar perusahaan yang menerapkan program cuti tidak dibayar adalah perusahaan kecil yang mempekerjakan kurang dari 50 orang, menurut MOL.
Program cuti tidak dibayar biasanya berlangsung kurang dari tiga bulan, dengan karyawan mengambil cuti tidak dibayar selama lima hingga delapan hari per bulan, kata MOL.
Selesai/IF