Taipei, 5 Mar. (CNA) Serikat Buruh Migran Indoneisa (SBMI) mencatat dari 456 kasus yang terjadi pada Pekerja Migran Indonesia di luar negeri sepanjang 2024, 196 kasus atau 43,0 persen adalah kasus yang menimpa Anak Buah Kapal (ABK) migran dengan dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kerja paksa, kapal berbendera Taiwan jadi kasus paling banyak.
Dalam pernyataan SBMI yang CNA kutip dari Mongabay, ada 56 kasus yang terjadi kapal berbendera Taiwan diikuti oleh Tiongkok (32 kasus), Vanuatu (11 kasus), dan kapal ikan berbendera Indonesia dengan sembilan kasus.
Adapun kasus yang menimpa mereka selain kekerasan adalah penarikan biaya berlebih dari biaya asli (overcharging) saat proses rekrutmen dengan jumlah kerugian mencapai Rp85.179.340, kata SBMI. Jumlah tersebut biasanya dicakup pada 10 item yang harus ABK bayar saat proses perekrutan seperti biaya pembuatan paspor, visa, buku pelaut, basic safety training (BST), medical check up (MCU), surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), akomodasi, pelatihan, dan vaksin.
Data SBMI menyebut terdapat tiga provinsi yang menjadi penyumbang ABK migran tertinggi di Indonesia yakni Jawa Tengah, Sulawesi Utara, dan Jawa Barat.
Catatan SBMI pada 2024, banyak warga Indonesia terjerat TPPO karena lapangan kerja terbatas dan prospek pekerjaan tradisional seperti nelayan dan petani, menurun. Selain itu, informasi tentang prosedur kerja aman minim, juga membuat sebagian buruh migran memilih jalur tidak resmi, yang rentan terhadap TPPO.
Oleh karena itu, SBMI mendesak pemerintah untuk bisa meningkatkan perlindungan buruh migran Indonesia, termasuk ABK yang bekerja di atas kapal perikanan asing.
“Upaya perlindungan dapat dilakukan dengan meningkatkan supremasi hukum terhadap para pelaku yang terlibat, mitigasi migrasi paksa akibat bencana iklim, hingga penyediaan lapangan kerja di dalam negeri,” kata SBMI.
Selesai/ML