Taipei, 13 Jan. (CNA) Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Arif Sulistiyo di Taipei hadir dalam diskusi panel bersama yang diselenggarakan Ganas Community (Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas) dan SBIPT (Serikat Buruh Industri Perawat Taiwan) di Taipei hari Minggu (12/1).
Diskusi panel bertajuk “Menyoal Peran dan Tanggung jawab KDEI Taipei dalam Pelindungan PMI (Pekerja Migran Indonesia) di Taiwan” yang diselenggarakan di Taipei NGO House di dekat MRT Shandao Temple ini dihadiri lebih dari 50 orang, yang juga terdiri dari aktivis organisasi dan serikat pekerja di Taiwan.
Acara yang dimulai pada pukul 1.30 siang ini diawali pemaparan Arif terkait perlindungan dan teknis penanganan PMI di Taiwan, kendala teknis yang ditemukan, Jaminan Sosial PMI (BPJS Ketenagakerjaan), serta permasalahan overcharging (biaya penempatan berlebih).
Menurut pengamatan CNA yang turut hadir, saat sesi diskusi dibuka, ada sejumlah perwakilan organisasi yang bertanya mengenai overcharging, sulitnya mendapatkan majikan, PMI sakit, pemulangan jenazah, belum optimalnya manfaat BPJS Ketenagakerjaan (TK), dan pemutusan kontrak secara sepihak.
Salah satu pertanyaan datang dari seorang PMI yang baru dua bulan datang bekerja di Taiwan. Ia mengaku dikenakan biaya Rp75 juta sebagai biaya penempatan dan harus melunasi biaya tersebut selama tujuh bulan, yang dibayarkan melalui salah satu bank di Taiwan.
Jika dalam tujuh bulan ia tidak dapat membayar, ujarnya, ia akan kehilangan sertifikat tanah miliknya sebagai jaminan. PMI tersebut mengatakan bahwa dirinya hingga saat ini belum dapat membayar cicilan tersebut.
Per bulan, kata PMI tersebut, ia harus membayar NT$13.465 (Rp6.638.980), sedangkan gajinya hanya sebesar NT$20 ribuan saja. Ia pun meminta solusi dari KDEI.
Arif menjawab bahwa permasalahan mengenai overcharging ini adalah hal yang sulit ditangani. “Sepanjang ada bukti, maka akan mudah untuk diselesaikan, tetapi jika tidak ada bukti ya susah untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.
“Mengenai penanganan overcharging ini kenapa terkesan lama, itu karena tergantung bukti-bukti yang bisa disampaikan. Maka dari itu, KDEI berupaya ada terobosan baru untuk penempatan seperti SP2T (Special Placement Program to Taiwan),” ujar Arif yang datang ke Taiwan sebagai kepala KDEI pada Oktober 2024.
“Meskipun relatif sedikit, kami terus akan mencari perusahaan-perusahaan yang akan merekrut PMI melalui SP2T. Jika perusahaan di Taiwan berminat melakukan perekrutan melalui SP2T, nanti pastinya tidak ada pungutan biaya di luar yang resmi,” sambungnya.
“Saat ini jumlahnya masih kecil, ratusan, tetapi nanti kalau sudah berkembang ribuan maupun puluhan ribu untuk peluang di Tahun 2025. Jadi mengenai penyelesaian overcharging, sepanjang punya bukti fisik, akan lebih mudah kita mengurus dan mengembalikan hak-hak teman-teman,” papar Arif.
Ketika ditanya Arif apakah yang bersangkutan punya bukti overcharging, PMI tersebut mengatakan ada. Namun, ketika ditanya apakah sudah melapor pada KDEI, ia pun menjawab belum.
Arif menyampaikan kepadanya agar melaporkan segera ke KDEI dengan menyertakan bukti, karena menurutnya itu yang terpenting.
Kegiatan yang diakhiri pada pukul 4.30 sore ini juga menghasilkan enam tuntutan bersama dari gabungan organisasi yang hadir, antara lain SEBIMA, GANAS, SBIPT, IKSPI, GSC, PANTURA, dan Pagar Nusa.
Adapun tuntutan tersebut berupa pembukaan kantor perwakilan KDEI selain di Taipei, melibatkan PMI dan organisasi untuk diskusi kebijakan dan aturan pelindungan PMI, BPSJ TK ditingkatkan kemanfaatannya, sosialisasi peraturan dari Indonesia dan Taiwan mengenai biaya penempatan, penegakan hukum kasus overcharging, dan melobi kenaikan gaji sektor informal.
“Prinsipnya, kita menyambut baik selama itu untuk kepentingan PMI, kita mendukung. Beberapa masukan sudah kita catat dan akan kita tindaklanjuti ke pusat,” ujar Arif yang pernah menjabat sebagai Direktur Impor Kementerian Perdagangan.
Ia juga menambahkan, “Ada beberapa permasalahan juga terkait dengan regulasi baik sebelum penempatan, hingga pasca penempatan. Masalah lainnya yaitu BPJS TK juga akan kita himbau agar dapat menambah akses manfaat yang bisa diberikan kepada PMI.”
Sementara itu, Fajar, Ketua GANAS Community, sebagai penyelenggara acara kepada CNA menyampaikan harapannya agar KDEI tidak melupakan hasil diskusi dan tuntutan bersama yang telah disepakati beberapa organisasi.
“Saya harap Kepala KDEI juga tidak lupa dengan janji-janjinya untuk segera mengambil tindakan terkait perbaikan hak pekerja migran di Taiwan,” ungkap Fajar yang juga didapuk sebagai Ketua SBIPT ini.
Di akhir acara, secara simbolik penyelenggara juga memberikan dokumen berupa data kasus aduan overcharging yang diterima GANAS dan SBIPT sebanyak 30 orang kepada kepala KDEI.
Selanjutnya, menurut keterangan KDEI, pihaknya akan menindaklanjuti dengan koordinasi bersama otoritas Taiwan maupun pemangku kebijakan terkait di Indonesia.
Selesai/JC