Oleh Mira Luxita, reporter staf CNA
Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang hendak mengirimkan barang dari Taiwan ke Indonesia harus memerhatikan dan mematuhi ketentuan impor barang kiriman, jika tidak ingin terjadi penyitaan atau dikenakan pajak tinggi, ujar Arif Sulistiyo, Direktur Impor di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan RI.
Arif memaparkan “Kebijakan dan pengaturan impor barang kiriman dan barang bawaan PMI” dalam kegiatan sosialisasi yang digelar Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Jumat lalu (23/8).
Arif hari Selasa menjelaskan kepada CNA bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141 Tahun 2023 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman Pekerja Indonesia mengatur barang yang diperbolehkan dikirim sebagai barang impor di Indonesia.
Jenis barang keperluan rumah tangga dan barang konsumsi seperti pakaian jadi dan aksesori pakaian jadi, alas kaki, tas, elektronik, makanan dan minuman, barang tekstil, mainan, dan lain sebagainya, adalah barang-barang yang diperbolehkan, ujarnya.
Namun, pengecualian bagi telepon genggam, komputer genggam, atau tablet yang berbasis seluler, kendaraan bermotor, rokok dan minuman beralkohol, termasuk barang yang tidak dapat dikirim oleh PMI, ujar Arif.
“Jika ada PMI yang mengirim salah satu barang-barang pengecualian seperti di atas, maka akan dilakukan penyitaan,” ujar Direktur Impor tersebut.
Arif juga mengingatkan bahwa untuk PMI yang terdaftar di BP2MI melalui SIPKON, hanya bisa mengirimkan barang ke Indonesia maksimal tiga kali dalam setahun dengan nilai barang maksimal sebesar US$500 (Rp7.772.391) untuk setiap kali pengiriman.
“Apabila PMI mengirimkan barang dengan nilai di atas sebesar US$500, maka atas kelebihan nilai barang tersebut, harus dibayar bea masuk dan pajak impor dengan tarif bea masuk 7,5 persen, PPN impor 11 persen, PPh impor 7,5 persen atau 10 persen sesuai jenis barang dan harus punya NPWP,” ujar Arif.
Namun, kata Arif, “Jika tidak memilki NPWP maka tarif PPh dikalikan 2 menjadi 15 persen atau 20 persen.”
Saat ditanya bagaimana status PMI yang tidak terdaftar di BP2MI atau melalui registrasi SIPKON, Arif menjawab mereka masih tetap bisa mengirim barang ke Indonesia, tetapi hanya maksimal satu kali dalam setahun dengan nilai barang maksimal sebesar US$500.
Arif memberikan tips bagi PMI yang ingin mengirimkan barang ke Indonesia untuk benar-benar memperhatikan nilainya supaya setiap kali melakukan pengiriman, tidak terkena bea masuk dan pajak yang tinggi.
Mengenai penyitaan barang, ia pun menuturkan bahwa PMI tersebut dapat menghubungi Call Center Bravo Bea Cukai 1500225 atau langsung ke unit Layanan Informasi pada setiap kantor pelayanan bea dan cukai setempat.
Selesai/JC