Taipei, 24 Agu. (CNA) Bagi Shinyi Lee (李欣怡), musik Hokkien Taiwan membutuhkan pembaruan. Melihat genre tersebut didominasi oleh "khàu-tiāu-á" (哭調仔, "lagu tangisan") dan kurang memiliki irama, ia bertekad untuk mengubahnya dengan memberikan sentuhan pribadinya pada lagu-lagu tradisional Taiwan.
"Kita adalah bangsa yang sedih, tapi kita tidak harus begitu menderita," kata Lee, yang dikenal dengan nama panggung "rufusion", warga Taiwan yang tinggal di Washington, D.C. dan pemain keyboard otodidak. "Lihatlah orang Karibia. Mereka sangat ceria, padahal sebenarnya hidup mereka tidak lebih baik dari kita."
Rasa kesadaran akan sifat sedih musik Taiwan, yang sudah ia rasakan sejak tumbuh besar di Taiwan, menginspirasinya untuk menciptakan kembali lagu-lagu Hokkien Taiwan tradisional dengan menambahkan groove dan nuansa pesta, ujarnya.
"Dari pengalaman open jam saya selama lebih dari 20 tahun, saya belajar bahwa groove adalah hal yang benar-benar menghubungkan orang," katanya.
Proyeknya dimulai dengan sederhana, hanya bermain-main di keyboard. "Semuanya dimulai saat COVID. Saya terkunci di rumah dan punya banyak waktu luang. Jadi saya mulai mengetik di komputer, memainkan lagu-lagu," ujarnya.
Cara santai ia memulai proses kreatif ini ternyata menyembunyikan urgensi yang ia rasakan untuk mewariskan lagu-lagu tradisional Taiwan, terutama mengingat perhatian yang didapatkan musisi dari berbagai belahan dunia.
Selama 23 tahun di Amerika Serikat, ujarnya, ia sering melihat musisi dari Amerika Selatan dan Korea Selatan menampilkan musik asli mereka untuk penonton Amerika, namun konser yang disponsori pemerintah Taiwan di AS sebagian besar terbatas pada musik klasik.
Kini, ia telah memiliki cukup materi untuk sebuah album fusion berjudul "Formosan Groove" (胡聲拍仔), yang menampilkan tujuh adaptasi lagu Hokkien Taiwan.
Lee mengatakan ia memilih fusion karena ia senang bereksperimen dengan kemungkinan tanpa batas dan tidak ingin dibatasi aturan yang kaku.
"Misalnya, di lagu pertama saya, 'Harbor Farewell' (港邊惜別), ada 12 ritme berbeda. Itu pasti akan ditolak teori aransemen konvensional," katanya.
Untuk mewujudkan idenya, Lee bekerja sama dengan dua temannya, Chen Cheng-lun (陳正倫) dan Andy Lin (林維洋), yang keduanya memainkan erhu. Bersama-sama, mereka membentuk trio untuk tujuh lagu di "Formosan Groove".
Ia menggambarkan album ini sebagai eklektik, memadukan jaz, bossa nova, lagu rakyat Taiwan, electronica, dan groove-forward, mirip seperti sup kol Taiwan di mana berbagai bahan berpadu menciptakan hidangan yang kaya dan penuh rasa.
Bagi Lee, menggabungkan gaya musik Barat menciptakan kail yang menarik perhatian penonton Barat, namun ia menekankan bahwa musiknya tetap harus mempertahankan identitas Taiwan. "Itu harus campuran yang tepat."
Ia berharap karyanya akan menginspirasi orang lain. "Kamu tidak harus terlatih secara profesional dalam musik untuk merilis album," ujarnya.
Lee saat ini telah merencanakan enam pertunjukan hingga akhir tahun, tiga untuk penonton keturunan Amerika-Taiwan dan tiga untuk non-Amerika-Taiwan.
Sebelum setiap lagu, ia berencana memutar rekaman audio versi asli dan membagikan kisah di baliknya, serta menyisipkan referensi budaya Amerika untuk membantu penonton terhubung.
Menurut Lee, memperkenalkan budaya seseorang seharusnya tidak dipaksakan, melainkan proses yang spontan.
"Jika kamu ingin orang lain mengenalmu, kamu harus mengenal mereka dulu," kata Lee. Salah satu keuntungan tinggal di kota besar Amerika, tambahnya, adalah kemudahan bertemu musisi dari seluruh dunia dan bertukar ide.
"Pemerintah Taiwan suka berkata, 'Biarkan dunia melihat Taiwan.' Tapi kamu tidak melihat negara lain berkata, 'Lihat aku,'" katanya. "Saat kamu mengatakan itu, kamu sudah merasa lebih rendah dari yang lain."
Selesai/IF