Taipei, 29 Sept. (CNA) Hampir 20 poster tentang Palestina yang dirilis dari tahun 1901 sampai 1980-an dipamerkan di Open Contemporary Art Center (OCAC) Taipei mulai tanggal 28 September hingga 6 Oktober 2024, upayakan peningkatan kesadaran publik pada penjajahan di Palestina.
Poster-poster ini merupakan koleksi dari kolektif Visit Palestine Poster Project yang berbasis di Jepang. Salah satu inisiatornya adalah Andhika Faisal, seorang Indonesia yang bermukim di Jepang namun punya koneksi dengan kancah kreatif di Taiwan.
Setelah sukses digelar beberapa kali di Jepang, pameran tersebut hadir di Taiwan digagas oleh kerja bersama sejumlah kelompok musik independen dan aktivis seni seperti Suck Glue Boys, OCAC, serta Taiwan Rave and Punk Solidarity Front for Palestine.
Dalam catatan kuratorialnya, Andhika menyebut poster-poster yang ditampilkan adalah poster asli dan menunjukkan panjangnya perjuangan rakyat Palestina untuk medapatkan haknya. Di Jepang sendiri, pameran ini sudah digelar di lebih 20 lokasi dan delapan kota.
“Tujuan utamanya adalah meningkatkan kesadaran publik atas okupasi tidak berujung yang terjadi di Palestina,” kata Andhika.
Selain itu, melalui pameran ini pihaknya juga menjaring donasi untuk Palestina terutama Gaza.
“Kami harap pameran poster ini bisa menarik perhatian publik agar lebih peduli pada isu Palestina dan meninggalkan jejak yang dalam pada pengunjung,” kata Andhika.
Sementara itu Vice City, DJ asal Taipei, aktivis lingkungan yang juga anggota dari Taiwan Rave and Punk Solidarity Front for Palestine mengatakan pameran ini bisa menambah kekuatan solidaritas untuk Palestina.
Apalagi di Taiwan, dengan ragam pendekatan politik dan disinformasi media dalam memotret isu Palestina-Israel, sering membuat isu ini bias di mata masyarakat awam.
“Oleh karena itu saya rasa Taiwan sangat butuh perspektif lain untuk merekonstruksi pemahaman tentang Palestina,” kata dia.
Ia pun menambahkan dengan begitu orang dari berbagai macam latar belakang benar-benar bisa memahami satu sama lain dengan insting kemanusiaan.
“Dengan saling berbagi kerinduan, ketakutan, kemarahan, cinta, dan kehilangan, mereka sekali lagi mungkin bisa membangun harapan,” kata dia.
Selesai/ ML