Sejumlah penulis Indonesia juarai Penghargaan Sastra Migran ke-9

03/08/2024 20:23(Diperbaharui 06/08/2024 15:23)

Taipei, 3 Agu. (CNA) Sejumlah penulis Indonesia menyabet juara dalam Penghargaan Sastra Migran (TLAM) kesembilan yang diumumkan pada 1 Agustus 2024.

Dikutip dari laman TLAM beberapa penulis Indonesia yang menang di antaranya Rika sebagai juara pertama dengan karyanya bersama Chin Nyap Fong (陳業芳) dengan judul “Titik Hitam Seorang Rika”, kemudian karya Ririn Arumsari berjudul “Sebuah Kenangan” dan karya Sri Lestari bertajuk “Debu Debu Kecil di Negeri Sim Salabim yang menang di anugerah pilihan.

Malam penganugerahan akan diberikan pada tanggal 13 Oktober 2024 mendatang di Taipei.

Dalam wawancara dengan CNA, Sri Lestari penulis "Debu Debu Kecil di Negeri Sim Salabim" bersyukur atas penghargaan yang ia terima di ajang TLAM kesembilan ini.

Kemenangan ini adalah kali ketiga buat perempuan asal Kendal, Jawa Tengah yang akrab disapa Tari ini. Sebelumnya Tari menang TLAM di tahun 2015 dan 2020.

Sama seperti tiga karya sebelumnya, “Debu Debu Kecil di Negeri Sim Salabim” ini merekam pengalaman personal seorang Tari. Menurut Tari, ia dan suaminya yang bertemu di Taiwan memilih untuk pulang kampung ke Indonesia di tahun 2022. Namun hampir satu dekade di Taiwan, Tari ternyata menemukan banyak hal unik yang terjadi di tanah kelahirannya sendiri.

“Misalnya tentang mendapatkaan pekerjaan. Untuk mendaftar jadi Satpam saja, di Indonesia meski memiliki ijazah, ternyata kami masih harus membayar sejumlah uang. Sedangkan ketika saya sekarang kerja di PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia), saya melihat kesempatan kerja di Taiwan bagi mereka yang ijazah-nya hanya setingkat SD pun masih bisa bekerja. Inilah yang menjadi inspirasi cerita saya kali ini,” kata Tari.

Terkait dengan keikutsertaannya di ajang TLAM kali ini, Tari menyebut berdasarkan persyaratan lomba, mantan Pekerja Migran Asing (PMA) yang sudah tidak tinggal di Taiwan seperti dirinya juga masih berkesempatan mengikuti ajang tersebut.

Kesempatan ini pun tak mau disia-siakan Tari.

“Apalagi buat saya yang bukan penulis profesional, kegiatan seperti ini tentunya membuat saya terus terpacu untuk menulis dan berkarya,” ucap Tari.

Berasal dari Komunitas Menulis

Kesukaan Tari pada dunia tulis menulis dimulai di Taiwan. Saat itu di tahun 2015, ia dan teman-temannya memulai komunitas menulis yang dinamai Komunitas Penulis Kreatif Taiwan.

Komunitas ini diprakarsai oleh sejumlah PMI yang kerap berbagi keluh kesahnya di dinding media sosial Facebook.

“Kami berpikir bagaimana kalau keluhan kami ini dijadikan hal yang lebih bermanfaat seperti menulis,” ucap Tari.

Dari situ mereka mulai menggelar pelatihan menulis secara daring dengan mengundang sejumlah tutor yang merupakan penulis profesional.

Saat itu juga iklim media berbahasa Indonesia di Taiwan cukup baik. Banyak media cetak yang hadir dan memberikan ruang bagi PMI yang hobi menulis untuk menerbitkan karyanya.

“Dari situ kami merasa bakat kami ini diasah. Sudah senang sekali kalau bisa terbit di media-media tersebut,” kata Tari.

Tari bisa dibilang cukup banyak pengalaman di dunia menulis sastra di Taiwan. Selain menyabet tiga karya di TLAM, ia juga pernah mendapatkan penghargaan sastra lain Piala Sastra Universita Kao Yuan di Kaohsiung pada 2020 dan 2021, hingga menerbitkan karyanya dalam sebuah antologi.

Selain Tari, Ririn Arumsari, PMI asal Ponorogo, Jawa Timur juga memenangkan anugerah ini. Kepada CNA, Ririn menyebut ini adalah kemenangan keduanya di TLAM setelah tahun lalu ia juga memenangkan anugerah yang sama.

Seperti Tari, cerita yang ditulis Ririn juga berkaitan dengan apa yang ia pelajari, temui, dan rasakan di Taiwan. Di cerita bertajuk "Sebuah Kenangan" ini ia bercerita tentang seorang nenek yang mengidap dimensia dan seorang perawat migran yang punya kenangan tentang Tsunami Aceh 2024 serta gempa Taiwan.

"Ini aku menulisnya sampai dua hari. Karena syaratnya itu harus 3000 kata dalam bahasa Mandarin, jadi aku menulis panjang. Tahunya setelah diterjemahkan jadi 5000-an lebih dan aku otak atik lagi selama dua atau tiga jam sebelum dikirim," kata perempuan yang piawai berbahasa Mandarin ini.

Menurut Ririn, kesukaannya pada dunia tulis menulis sudah terpupuk sejak SD. Kesukaannya pun semakin diasah justru saat ia pindah ke Taiwan di tahun 2011.

"Ada komunitas namanya Forum Lingkar Pena (FLP), dari situ kami belajar dan mulai aktif mengirim tulisan kami ke media-media Indonesia yang ada di Taiwan," kata Ririn.

Menurut Ririn setiap tahun ia pasti mengirimkan karyanya ke TLAM sejak ajang ini diselenggarakan sembilan tahun lalu. Menurut dia ajang seperti ini penting sebagai ruang berkarya bagi PMA di Taiwan.

"Jadinya saya selalu meluangkan waktu menulis. Apalagi kan saya orangnya jarang curhat, jadi curhatnya lewat tulisan," kata Ririn sambil tertawa. 

Penghargaan Sastra Migran (TLAM) adalah anugerah sastra tahunan yang memberikan penghargaan pada karya sastra dari migran baru dan pekerja migran. 

Dikutip dari laman TLAM, Taiwan hari ini memiliki sekitar 500 ribu pekerja migran yang kebanyakan berasal dari Asia Tenggara dan 200 ribu migran baru karena pernikahan, serta 300 ribu migran baru generasi kedua. Budaya dan pengalaman hidup yang mereka dapatkan di Taiwan seringkali mereka ceritakan dalam tulisan yang menarik untuk dibaca.

Acara ini digagas untuk mengajak dan meninggalkan sejarah yang bernilai melalui tulisan bagi generasi Taiwan di masa mendatang.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/JC

Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.