Taipei, 9 Nov. (CNA) Hasil penelitian tim dari National Taiwan University (NTU) memperingatkan masyarakat agar tidak mengandalkan kecerdasan buatan (AI) generatif untuk mengambil keputusan medis, karena dinilai gagal memberikan informasi yang akurat dalam perawatan pasien stroke.
Penelitian tersebut, yang dipimpin asisten profesor di Fakultas Kesehatan Masyarakat NTU John Lee (李達宇), merupakan evaluasi global pertama mengenai kemampuan AI generatif dalam memberikan informasi terkait perawatan stroke.
Lee dalam dalam konferensi presentasi hasil penelitian hari Kamis (6/11) mengatakan timnya menguji tiga model bahasa utama -- ChatGPT, Claude, dan Gemini 3 -- dalam berbagai skenario perawatan pasien stroke yang menyerupai kondisi klinis nyata.
Mereka kemudian menggunakan berbagai strategi perancangan perintah untuk menilai akurasi, empati, keterterapan, dan keamanan jawaban yang diberikan AI, kata Lee.
Penelitian menunjukkan ketiga model AI tersebut, di bawah berbagai metode perancangan perintah seperti Zero-Shot Learning (ZSL), Chain of Thought (COT), dan Tree of Thought (TOT), memiliki skor kinerja klinis keseluruhan di bawah batas kelulusan 60 poin, dan hanya dalam hanya beberapa skenario bisa mencapai 60-65 poin.
Selain itu, kemampuan AI dalam memberikan saran tindakan yang dapat langsung diterapkan pasien masih bervariasi, dan terkadang menampilkan respons keliru atau tidak lengkap, terutama dalam fase kritis pengobatan stroke, kata Lee.
Penelitian ini diterbitkan di jurnal npj Digital Medicine pada Juli, dengan kesimpulan bahwa AI generatif memiliki potensi dalam penyebaran informasi kesehatan umum, namun dalam kasus seperti stroke yang memerlukan intervensi medis profesional secara cepat, keandalannya masih jauh dari memadai.
Lee menegaskan bahwa dalam situasi medis berisiko tinggi, bahkan kesalahan kecil dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, selain mengembangkan teknologi AI, pendidikan kepada pasien mengenai cara menggunakan AI dengan aman sama pentingnya dengan kemajuan teknologi itu sendiri, ujarnya.
Ia juga menyarankan warga yang mencari informasi kesehatan melalui AI untuk menyertakan data pribadi dasar seperti jenis kelamin, usia, riwayat keluarga, kondisi lingkungan, riwayat pengobatan, dan catatan medis, untuk meningkatkan relevansi dan akurasi informasi yang diberikan.
Sementara itu, dokter spesialis dari Departemen Kedokteran Lingkungan dan Okupasi Rumah Sakit NTU, Chen Pao-chung (陳保中), mengingatkan bahwa AI tidak dapat menggantikan dokter.
Menurutnya, AI hanya bisa digunakan sebagai alat bantu, misalnya untuk membantu pasien menentukan ke dokter spesialis mana ia harus pergi, tetapi tidak boleh dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan medis.
(Oleh Shen Pei-yao dan Agoeng Sunarto)
Selesai/JC