Taipei, 9 Nov. (CNA) Sebuah studi terobosan dari National Taiwan University (NTU), yang menemukan jalur untuk menumbuhkan kembali rambut pada tikus dalam 20 hari dengan merangsang sel lemak di kulit, telah menjadi viral, dengan sebuah unggahan media sosial tentang penelitian tersebut mencapai sekitar 19 juta tayangan dalam 12 hari.
Diterbitkan pada 22 Oktober dalam jurnal Cell Metabolism, studi tersebut mengungkapkan bahwa cedera pada kulit memulai reaksi berantai: sel imun yang disebut makrofag memberi sinyal kepada sel lemak di bawah kulit untuk melepaskan asam lemak bebas, yang kemudian bertindak sebagai bahan bakar untuk memprogram ulang metabolisme sel punca yang tidak aktif dan memicu mereka untuk menumbuhkan rambut baru.
Dalam percobaan pada tikus, para peneliti menggunakan cedera kulit yang terkontrol (seperti iritasi ringan atau luka bakar) untuk memulai pertumbuhan rambut. Mereka menemukan bahwa sel punca rambut diaktifkan pada Hari ke-7 setelah cedera, rambut baru mulai terlihat jelas pada Hari ke-10, dan tikus mencapai pertumbuhan rambut penuh dalam 20 hari.
Para peneliti juga membuktikan bahwa perawatan topikal asam lemak tak jenuh tunggal pada kulit tikus yang tidak terluka sudah cukup untuk menumbuhkan rambut baru karena secara langsung mengaktifkan sel punca rambut yang sedang tidur.
Sebuah unggahan oleh NEXTA, media asal Belarus, di platform media sosial X pada 25 Oktober turut menyebarluaskan studi ini secara viral, mengumpulkan lebih dari 19 juta penayangan hingga Rabu dan mendorong media lokal di Taiwan untuk mengikuti kisah ini dalam beberapa hari terakhir.
Menanggapi sebuah unggahan tentang penelitian ini di halaman Facebook pada 26 Oktober, Lin Sung-jan (林頌然), kontak utama untuk studi tersebut, mengatakan bahwa "Kapasitas regeneratif kulit adalah bukti menakjubkan dari kompleksitas kehidupan yang begitu halus."
"Kami memulai studi ini berdasarkan pengamatan klinis bahwa iritasi kulit atau stimulasi yang berkelanjutan (seperti rasa gatal di bawah gips pada tulang yang patah) menyebabkan area yang terkena menjadi lebih berbulu," kata Lin, yang merupakan dokter di rumah sakit NTU serta ketua dan profesor terkemuka di Departemen Teknik Biomedis NTU, dalam komentarnya.
Temuan ini belum divalidasi pada kulit manusia, tim NTU mencatat.
Selesai/ML