Taichung, 9 Nov. (CNA) Akademisi Indonesia di Taiwan menilai berkontribusi pada Indonesia harus dimulai dari saat ini, berdasarkan dengan kemampuan dan daya masing-masing, disampaikan dalam Dialog Kebangsaan yang digelar oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Chang Gung University, Taichung, Sabtu (8/11).
Dengan tema “Membangun Budaya Kepemimpinan yang Berorientasi Indonesia Emas”, sejumlah pembicara yang ambil bagian dalam dialog ini adalah Iman Adipurnama, pengajar di college of engineering National Taiwan University of Science and Technology; Rizal Justian Setiawan, peneliti dan pengusaha muda Indonesia yang berbasis di Taiwan; serta kandidat doktoral untuk ilmu Hubungan Internasional di National Cheng Chi University (NCCU), Ismah Rustam.
Iman Adipurnama, dalam pemaparannya menuturkan, saat ini adalah waktunya bagi Indonesia untuk mengubah pola pikir dari yang semula berbasis pada Sumber Daya Alam (SDA) ke Sumber Daya Manusia (SDM) dalam membangun Indonesia. Menurut Iman, pola pikir eksploitatif terhadap SDA memiliki batasan dan ini merupakan residu pasca-kolonial. Sementara SDM lebih bersifat jangka panjang.
“Dari mining (penambangan) ke minding (pemikiran), adanya di kepala, bukan di perut bumi. Ciptakan hal baru dan pengetahuan baru,” kata Iman.
Namun ada sejumlah tantangan yang dihadapi saat ini. Di antaranya, masih terjebak dalam “resource mindset”; fragmentasi kebijakan dan siklus lima tahunan; jalur bakat yang lemah; ekosistem pencari rente; dan narasi nasional yang meromantisasi masa lalu.
“Literasi kita (Indonesia) masih lemah, analisis kita lemah. Begitu juga dengan narasi yang meromantisasi masa lalu. Bukan tidak boleh, tetapi harus ada proyeksi ke depan,” kata Iman.
Terkait dengan karakter yang harus dimiliki sebagai pemimpin Indonesia Emas, Iman menilai pemimpin harus punya visi; pengambilan keputusan yang berbasi data; membangun sistem dan lembaga yang kuat; punya etos dan transparansi; serta punya narasi yang bisa menggerakkan kita menuju proyeksi Indonesia Emas 2045 itu sendiri.
“Jadi kepemimpinan ini harus dilatih dari sekarang, bukan ditunggu,” tegas Iman yang juga pernah menjabat sebagai ketua PPI Taiwan pada 2015.
Refleksi kepemimpinan dan nasionalisme di bawah Prabowo-Gibran
Rizal Justian Setiawan, sebagai pembicara kedua menilai sebagai cendekiawan, generasi muda Indonesia di Taiwan harus jadi insan yang paham politik. Soalnya, kata dia, politik ada dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Peneliti yang kini sedang menempuh studi master keempatnya di bidang hukum dan politik di National Chung Hsing University (NCHU), Taichung ini kemudian mengutip sejumlah survei di Indonesia terkait dengan respons publik terhadap program Prabowo-Gibran. Menurut Rizal, ada sejumlah kepuasan tentu, tetapi ada juga sejumlah kekecewaan publik terkait dengan kebijakan yang tidak dipahami oleh rakyat. Belum lagi pernyataan politisi yang kadang menyakiti hati publik.
Oleh karena itu ia merekomendasikan peran Wakil Presiden dan Menteri Koordinator harus dimaksimalkan dan tidak hanya berpusat pada Presiden Prabowo saja; komunikasi publik dari pejabat yang jangan menyakiti rakyat yang sedang kesulitan; adanya tumpang tindih kebijakan; dan menghindari ketergantungan kepada satu figur saja.
“Anak-anak muda yang idealis harus dipercaya dan mau untuk menggantikan boomers yang sudah tidak relevan. Efisiensi jangan di tingkat daerah saja, namun di tingkat pusat harus ada efisiensi yang nyata,” kata Rizal.
Indonesia dalam lanskap politik global dan domestik
Pembicara Ismah Rustam, menilai Indonesia punya posisi strategis tidak hanya sebagai middle power tetapi juga sebagai major power dalam politik global. Menurut dia, Indonesia punya elemen tangible seperti sumber daya alam, populasi, dan kekuatan militer serta ekonomi. Di sisi lain, elemen intangible Indonesia seperti teknologi juga punya potensi. Selain itu, Indonesia juga punya pengaruh yang kuat di kawasan.
Namun tak dimungkiri masih banyak pekerjaan rumah yang harus dihadapi. Seperti tata kelola pemerintahan yang baik yang baru sebatas di tatanan konsep, tetapi belum diimplementasikan dalam keseharian. Ismah juga tak memungkiri, dalam satu tahun kepemimpinan Prabowo-Gibran, masih fokus pada konsolidasi internal di tengah kekhawatiran publik seperti erosi demokrasi, penyempitan ruang kebebasan berpendapat, dan kebijakan yang dianggap represif.
"Namun pemerintah harus bisa dikritik, jangan anti-kritik. Yang tidak boleh itu adalah hoax," kata kandidat doktor ini, seraya menyampaikan di tahun kedua, diharapkan pemerintahan ini bisa mengartikulasikan visi global Indonesia.
Adapun yang perlu dilakukan sebagai WNI adalah menumbuhkan rasa nasionalisme semangat kebangsaan dan toleransi, serta paham pada politik sembari bijak dalam memanfaatkan teknologi. Lain dari itu, sebagai diaspora, WNI di Taiwan hendaknya bukan hanya menjaga citra bangsa tetapi juga advokasi isu dan menyuarakan hak-hak dan aspirasi WNI.
"Dan sebagai generasi muda, maksimalkan potensi diri dengan pendidikan dan keterampilan; share kreativitas, inovasi, dan gagasan," kata Ismah.
Memperkaya perspektif
Wakil Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, Yohanes Andi Susanto yang membuka acara ini mengapresiasi dan mendukung kegiatan dialog kebangsaan yang dia nilai sebagai wujud nyata semangat kolaborasi kaum muda dalam mendukung kemajuan bangsa.
Ia pun berharap acara seperti ini bisa memperkaya perspektif, pengetahuan, dan semangat saling mendukung.
“Dan diskusi ini tidak hanya berhenti di sini, tetapi bisa melahirkan pandangan konstruktif sesuai bidang keilmuan teman-teman, ditularkan ke teman-teman di sini, dan bisa membawanya ke Indonesia untuk membangun Indonesia,” kata Yohanes.
Menurut Yohanes, jumlah pelajar Indonesia di Taiwan saat ini dari tingkat diploma sampai doktoral mencapai 16.203 orang, sementara jenjang sekolah menengah atas ada 4.934. Jika ditambah dengan Pekerja Migran Indonesia (PMI) total Warga Negara Indonesia (WNI) di Taiwan ada sekitar 400 ribu.
Ini adalah jumlah yang besar jika dibanding negara Asia Tenggara lain seperti Vietnam (sekitar 70 ribu) dan Malaysia (30 ribu), kata Yohanes.
“Saya cukup bangga karena pelajar juga banyak. Serap ilmu di sini, supaya bisa bantu Indonesia membangun Indonesia emas. Pasti sangat membanggakan kalau Indonesia dibangun oleh generasi yang bersemangat seperti ini,” kata Yohanes.
Selesai/ML