Aliansi sebut pemerintah Taiwan gagal hadapi kekerasan sistemik pada pekerja migran

03/11/2025 16:04(Diperbaharui 03/11/2025 16:04)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Foto untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Foto untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Taipei, 3 Nov. (CNA) Aliansi sejumlah organisasi massa mengatakan pemerintah Taiwan gagal menghadapi kekerasan sistemik pada pekerja migran, menanggapi survei yang menunjukkan meningkatnya angka pemerkosaan terhadap warga negara asing (WNA) di Taiwan tahun lalu, yang juga menimpa puluhan orang Indonesia.

Menurut pernyataan bersama dari Serve the People Association (SPA), Migrante Taiwan, dan National Domestik Workers Union yang diterima CNA, pekerja migran terutama pengasuh dan pekerja rumah tangga sering menghadapi risiko tinggi pelecehan dan penyerangan seksual di rumah majikan mereka.

Sebuah studi yang dilakukan SPA pada 2023 mencatat bahwa 16 persen pekerja migran melaporkan mengalami kekerasan gender hampir empat kali lebih tinggi daripada pekerja biasa. 

"Dari jumlah tersebut, 60 persen pekerja migran yang menjadi korban mengalami beberapa insiden penyerangan seksual," kata aliansi ini.

Kendati demikian, aliansi menilai bisa jadi jumlah kejadian sebenarnya di lapangan lebih besar mengingat terjadi pelanggaran berulang tanpa pernah dilaporkan.

Aliansi menilai para migran yang merawat lansia di Taiwan dan ikut mengendalikan perekonomian tetap tidak mendapat perlindungan yang paling mendasar padahal negara tersebut membanggakan kebebasan demokrasi dan catatan hak asasi manusia (HAM).

Aliansi juga menilai ini terjadi juga imbas dikecualikannya perawat migran dari Undang-Undang (UU) Standar Ketenagakerjaan dan mekanisme pengaduan yang tidak inklusif dan sulit diakses.

Selain itu, sambung aliansi, 20 persen korban merasa tidak dapat mengambil tindakan apa pun, apalagi di tengah waktu istirahat yang tidak mencakup hak dasar mereka, sehingga membuat pekerja migran sektor domestik sulit membangun jejaring di Taiwan. 

Oleh karena itu, aliansi mengatakan mereka menilai perlunya mekanisme bantuan yang lebih transparan, ramah, dan peka budaya untuk memastikan korban menerima dukungan dan perlindungan yang memadai saat menghadapi kekerasan berbasis gender.

Ini mencakup dimasukkannya pekerja migran domestik ke UU Standar Ketenagakerjaan, penegakkan hukum yang lebih kuat terhadap kekerasan seksual di rumah dan pabrik, dan mobilitas pekerjaan tanpa persetujuan majikan sehingga korban dapat pindah dari tempat kerja yang penuh kekerasan tanpa risiko deportasi, kata aliansi.

Selain itu, aliansi juga menyerukan akuntabilitas bagi agensi tenaga kerja dan majikan yang menutupi kasus seperti ini hingga konsultasi aktif dengan organisasi migran dalam merancang sistem pendukung dan reformasi kebijakan.

Aliansi juga menekan "tanpa toleransi" pada kekerasan seksual yang dipromosikan wakil kepala Departemen Layanan Perlindungan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan (MOHW) Kuo Tsai-jung (郭彩榕) sebagai langkah nyata alih-alih sekadar slogan.

"Pekerja migran harus aman, tidak hanya dalam statistik, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari mereka. Baik di rumah, tempat kerja, dan di mana pun di Taiwan. Martabat kehidupan manusia tidak mengenal batas," kata aliansi.

Sebelumnya, jumlah kasus pemerkosaan yang dilaporkan warga asing di Taiwan meningkat dari 119 pada 2023 menjadi 169 tahun lalu, termasuk 157 perempuan, 11 laki-laki, dan satu diklasifikasikan sebagai lainnya.

Dari 77 korban kekerasan seksual warga negara asing yang mencatatkan kewarganegaraannya, 25 berasal dari Indonesia, 22 dari Filipina, 21 dari Vietnam, 3 dari Thailand, 1 dari Malaysia, dan 5 dari negara lain, menurut data tersebut.

Di antara mereka, mayoritas bekerja sebagai pengasuh atau asisten rumah tangga (lebih dari 31 orang) atau di industri manufaktur (lebih dari 23 orang). 

Menanggapi ini, MOHW saat itu mengatakan mereka tidak akan mengurangi upayanya untuk menanganinya, seraya menambahkan bahwa mekanisme dukungan lokal seperti pusat pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual akan diaktifkan untuk membantu para korban.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/JC

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.