Keluarga ABK migran Indonesia yang tewas di kapal Taiwan capai kesepakatan kasus perdata

09/05/2025 19:38(Diperbaharui 09/05/2025 19:46)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Foto untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Foto untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Taipei, 9 Mei (CNA) Keluarga seorang anak buah kapal (ABK) migran Indonesia yang meninggal di atas kapal perikanan Taiwan pada 2015 telah mencapai penyelesaian hukum dalam gugatan perdata dengan dua orang terduga penyebab kematiannya, menurut Taiwan International Workers' Association (TIWA).

Mendiang, Supriyanto (43), meninggal di kapal penangkap ikan laut jauh "Fu Tsz Chiun" yang terdaftar di Kaohsiung pada 25 Agustus 2015, diduga akibat kekerasan yang dilakukan empat orang saat mereka melaut, kata TIWA dalam sebuah pernyataan.

Keluarga mendiang, melalui kuasa hukum mereka Tseng Wei-kai (曾威凱), hari Kamis (8/5) mencapai penyelesaian hukum dengan dua terduga pelaku, kapten Chen Kai-chih (陳凱治) dan kepala teknisi kapal Chen Chin-piao (陳金錶), dalam mediasi Pengadilan Distrik Pingtung, menurut TIWA.

Beberapa kelompok pembela hak-hak pekerja perikanan telah menangani kasus ini selama sepuluh tahun terakhir untuk membantu mencapai penyelesaian tersebut, kata TIWA, yang mulai mengurus perkara ini sejak Desember 2016.

Adik perempuan Supriyanto, Rusmiati, hadir di persidangan sebagai saksi pada 26 September 2024, dan ditanyai apakah keluarga bersedia menyelesaikan perkara perdata ini, menurut TIWA.

Kematian Supriyanto awalnya dinyatakan sebagai kecelakaan oleh Kejaksaan Distrik Pingtung pada 2015. Namun, Yuan Kontrol, lembaga pengawas pemerintah, pada 2016 menemukan rekaman video yang menunjukkan keluhan Supriyanto atas kekerasan tidak diterjemahkan dengan benar dan tidak diperhitungkan dalam penyidikan.

“Kapten mengikuti saya dan memukul saya. Ini penyiksaan!” kata Supriyanto dalam sebuah klip yang direkam sesama ABK, Mualip, menurut Yuan Kontrol.

Kejaksaan Distrik Pingtung membuka kembali kasus tersebut pada Desember 2016. Namun, TIWA menyatakan bahwa prosesnya sangat sulit dan melibatkan pemanggilan saksi-saksi yang harus bepergian dari Indonesia ke Taiwan.

Seorang mantan rekan kerja Supriyanto, Sukhirin, sebelum bersaksi di persidangan pada 2018 mengatakan kepada CNA bahwa mendiang sempat dianiaya hingga luka-luka akibat senjata tajam, kail ikan, dan tongkat listrik sebelum meninggal.

Pada 23 Agustus 2023, Kejaksaan Distrik Pingtung menuntut kapten atas kelalaian yang menyebabkan kematian dan penganiayaan, sementara kepala teknisi dan seorang ABK Indonesia lainnya, Agus Setiawan, dituntut atas dugaan penganiayaan berdasaran KUHP Taiwan.

Di sisi lain, ABK Indonesia lainnya, Munawir Sazali, masih buron setelah melarikan diri dari Taiwan, menurut pernyataan TIWA, mengutip tuntutan kejaksaan.

Pada Jumat, Tseng mengatakan kepada CNA bahwa Kejaksaan Distrik Pingtung akan diberi tahu mengenai penyelesaian perdata ini. Setelahnya, kejaksaan akan memutuskan bagaimana melanjutkan kasus pidananya, lanjut kuasa hukum tersebut.

Menurut TIWA, kasus dugaan kekerasan yang menyebabkan kematian Supriyanto ini menunjukkan bahwa hak asasi manusia dan hak atas hidup para ABK migran di perairan internasional tidak dilindungi.

Kasus ini juga menarik perhatian organisasi hak asasi manusia dan perikanan internasional terhadap praktik kerja paksa dan ancaman kekerasan yang dialami nelayan migran, tambah organisasi tersebut.

TIWA mengatakan mereka berharap bahwa kompensasi ini, meskipun nominalnya tidak diungkapkan, dapat menjadi penghibur bagi arwah Supriyanto dan membantu keluarga memulihkan luka akibat kehilangan orang tercinta.

(Oleh Wu Hsin-yun, Kay Liu, dan Jason Cahyadi)

Selesai/ML

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.