Pasangan Indonesia-Taiwan "antar" harapan bagi masyarakat di pegunungan hingga kota Taitung

11/02/2025 17:40(Diperbaharui 11/02/2025 20:56)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Fadilan (kiri) dan suaminya Chiu Chiang-te (kanan) berjualan sayur di Birthday Cake Park, Kota Taitung, Kabupaten Taitung. (Sumber Foto : CNA, 8 Februari 2025)
Fadilan (kiri) dan suaminya Chiu Chiang-te (kanan) berjualan sayur di Birthday Cake Park, Kota Taitung, Kabupaten Taitung. (Sumber Foto : CNA, 8 Februari 2025)

Oleh Tyson Lu dan Jason Cahyadi, reporter dan penulis staf CNA

Seorang perempuan asal Indonesia dan suaminya yang merupakan Penduduk Asli Taiwan menjual sayur-mayur yang mereka bawa dari pegunungan hingga ke pusat kota di Taitung. Perjalanan pulang pergi ratusan kilometer ini tidak hanya memungkinkan warga kota menikmati sayur dan buah, tetapi juga mengantarkan harapan bagi masyarakat adat di permukiman mereka.

Chiu Chiang-te (邱強德), pria dari suku Bunun di Permukiman Litu, dan istrinya yang berasal dari Indonesia, Fadilan, menaikkan hasil panen mereka ke dalam mobil van setelah menyelesaikan tugas memasak makan siang di sekolahan.

Mereka pun segera bergegas turun gunung, menyesuaikan dengan waktu pembukaan jalan yang kerap ditutup. Di perjalanan, Fadilan mengunggah foto-foto sayuran yang akan dijualnya ke dalam grup LINE serta memberi tahu pelanggan kapan mereka diperkirakan tiba di Birthday Cake Park (生日蛋糕公園), Kota Taitung.

Fadilan, yang sudah lebih dari 25 tahun berada di Taiwan, mengatakan kepada CNA bahwa ia mengenal Chiu saat ia menjadi pekerja rumah tangga pada 1999.

Ketika baru menikah dan pindah ke Permukiman Litu, Fadilan bekerja sebagai petugas kebersihan untuk kontraktor yang disewa Pemerintah Kabupaten Taitung, yang membuat mereka harus terpisah jarak. Namun, setelah kontraknya tidak diperpanjang, ia kembali ke permukiman untuk membantu suaminya bertani.

Kini, mereka sudah dianugerahi dua anak, yang masing-masing sedang berkuliah di National Kaohsiung Normal University dan duduk di bangku SMA.

Fadilan di kebunnya di pegunungan Kabupaten Taitung. (Sumber Foto : Fadilan)
Fadilan di kebunnya di pegunungan Kabupaten Taitung. (Sumber Foto : Fadilan)

Pada pagi hari, Fadilan bekerja sebagai juru masak di SD Wulu, dan setiap Selasa, Kamis, serta Sabtu, ia mengangkut sayuran ke pusat Kota Taitung untuk dijual. Baru-baru ini, karena para siswa sedang libur musim dingin, ia turun gunung setiap hari.

Fadilan mengatakan kepada CNA bahwa jumlah sayuran yang mereka bawa terlalu banyak, sehingga tidak bisa terjual ke pasar. Di sisi lain, Jalan Raya Lintas Pulau Selatan sering ditutup atau dibatasi, dan tidak ada wisatawan yang berkunjung ke permukiman mereka.

Oleh karena itu, ujarnya, ia memilih untuk membawa hasil panennya sendiri turun ke kota agar masyarakat di sana bisa menikmati sayuran segar dari pegunungan.

Awalnya, Fadilan hanya menjual hasil panennya sendiri. Namun, seiring waktu, teman dan kerabat mulai menitipkan dagangan untuk dijual. Kini, warga dari Permukiman Bulbul bahkan juga ikut serta. Selama masih ada ruang di mobilnya, ia akan berusaha membantu.

Untuk sesama warga Indonesia yang menikah di Taiwan, perempuan asal Banjarnegara, Jawa Tengah tersebut berpesan untuk terus optimis dalam mencari rezeki dan senantiasa semangat.

"Yang sabar, yang kuat... yang tulus, jujur, pokoknya aman kalau resep itu dipegang. Semangat. Terus pergaulan [harus] sama orang-orang yang ramah, insya Allah kita ke depannya akan sukses," pesan Fadilan kepada pekerja migran Indonesia di Taiwan.

Fadilan (kiri) dan Peter Chen, petugas eksekutif dari Kantor Layanan Imigrasi Kabupaten Taitung. (Sumber Foto : Peter Chen)
Fadilan (kiri) dan Peter Chen, petugas eksekutif dari Kantor Layanan Imigrasi Kabupaten Taitung. (Sumber Foto : Peter Chen)

Peter Chen (陳允萍), petugas eksekutif dari Kantor Layanan Imigrasi Kabupaten Taitung, mengatakan bahwa pada awalnya tidak banyak orang yang tahu tentang dagangan Fadilan, yang membuat ia sering berjualan hingga larut malam.

Jalan di pegunungan sangat berkelok dan berbahaya, sehingga Chen membuat sebuah grup LINE dan mengundang teman-teman serta kerabat Fadilan ke dalamnya, dengan harapan sayurannya bisa cepat terjual agar ia dapat kembali ke permukiman sebelum hari gelap.

Senada dengan itu, Fadilan mengatakan dagangannya yang sebelumnya membutuhkan waktu lama untuk habis terjual akhirnya selalu ludes dalam kurun waktu tiga jam setelah Chen membuatkan grup tersebut.

Chen menjelaskan bahwa waktu jualan Fadilan biasanya tetap, yaitu setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu sekitar pukul 2 sore hingga 3 sore di rerumputan pinggir jalan Birthday Cake Park. Namun, jika kondisi jalan buruk akibat taifun atau tanah longsor, ia tidak bisa turun gunung.

Ia menambahkan bahwa demi mencukupi kebutuhan ekonomi, Fadilan dan suaminya harus mengemudi sejauh 160 kilometer pulang pergi setiap hari, sekaligus memenuhi harapan masyarakat adat di permukiman mereka.

Selesai/JA

Chiu Chiang-te, pria dari suku Bunun dan suami Fadilan, menjual sayur. (Sumber Foto : CNA, 8 Februari 2025)
Chiu Chiang-te, pria dari suku Bunun dan suami Fadilan, menjual sayur. (Sumber Foto : CNA, 8 Februari 2025)
How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.