Asosiasi majikan: Pedoman kehamilan PMA abaikan kebutuhan pasien, Serikat: Kehamilan adalah hak

09/01/2025 17:49(Diperbaharui 09/01/2025 18:18)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Gambar hanya untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto: Dokumentasi CNA)
Gambar hanya untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto: Dokumentasi CNA)

Taipei, 9 Des. (CNA) Sebuah asosiasi majikan menilai “Pedoman Perlindungan Hak Pekerja Migran Perempuan dan Anak” yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan (MOL) Taiwan baru-baru ini mengabaikan kebutuhan pemberi kerja, sementara serikat buruh menyebut aturan itu sudah benar apalagi kehamilan merupakan fitrah biologis perempuan.

Baca juga: MOL terbitkan pedoman hak pekerja migran perempuan dan anak-anaknya

Dalam pernyataan sikap yang diunggah di media sosial Facebook, International Association of Family and Employers with Disabilities (IAFED) menyebut kebijakan yang ada dalam pedomen itu secara serius merugikan hak keluarga penyandang disabilitas di Taiwan untuk mendapatkan perawatan.

Asosiasi tersebut juga mendesak MOL untuk menghentikan langkah yang menurut mereka berpotensi merugikan kesejahteraan keluarga serta citra internasional Taiwan.

Sebagai gantinya, kementerian harus mempercepat proses perekrutan perawat asing untuk mempersingkat waktu tunggu keluarga dengan pasien berat atau lanjut usia, kata mereka.

“Kami menyerukan agar pedoman ini segera dicabut untuk menghindari tindakan yang merugikan kesejahteraan keluarga dengan dalih perlindungan hak asasi manusia,” kata IAFED.

Asosiasi itu menyebut tugas utama perawat rumah tangga migran adalah menyediakan perawatan yang stabil dan profesional bagi keluarga penyandang disabilitas.

Jaminan Kesehatan Nasional (NHI) juga akan terbebani bila pekerja migran datang ke Taiwan dengan tujuan mendapatkan fasilitas kesehatan, tambah mereka.

Selain itu, IAFED menyebut kehamilan pekerja migran dapat menciptakan kekosongan dalam tenaga perawatan, yang pada akhirnya mengurangi akses layanan perawatan jangka pendek untuk warga lokal.

Sebelum kontrak kerja ditandatangani, pekerja migran dan agensi seharusnya secara jelas menginformasikan kepada majikan mengenai rencana kehamilan sebelum kedatangan mereka, tambah asosiasi tersebut.

“Pekerja migran datang ke Taiwan untuk bekerja dan mencari nafkah, bukan untuk membangun keluarga atau menambah tanggung jawab lain. Kebijakan ini juga mengabaikan risiko anak tanpa kewarganegaraan akibat kelahiran lintas negara, mencerminkan pendekatan kebijakan Taiwan yang egois dan tidak bijaksana,” ucap IAFED.

Asosiasi menyebut kebijakan tenaga kerja asing seharusnya fokus pada solusi praktis, bukan mengaburkan arah kebijakan dengan dalih melindungi hak perempuan dan anak.

Selain itu, menurut mereka, Taiwan tidak perlu memaksakan diri menjadi “pemimpin Asia” dengan kebijakan yang menurut mereka salah arah, apalagi merusak sistem perawatan keluarga akibat tindakan MOL. 

Kehamilan hak reproduksi perempuan

Menanggapi ini, Serikat Buruh Industri Perawatan Taiwan (SBIPT) yang terdiri dari pekerja sektor perawatan asal Indonesia menyebutkan, secara demokratis pihaknya menghargai penolakan dari kelompok majikan terhadap pedoman pekerja migran yang hamil di Taiwan.

Tak dipungkiri, kondisi hamil sambil bekerja apalagi dalam situasi pasien yang harus angkat junjung untuk naik turun ranjang tentu berisiko pada pasien juga pada keselamatan pekerja, kata SBIPT kepada CNA.

Kendati begitu, semua pihak juga harus memahami bahwa negara penempatan harus mematuhi peraturan dalam Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 183 tentang Konvensi Perlindungan Maternitas dan mengimplementasikannya termasuk hak reproduksi bagi pekerja.

Apalagi perempuan secara biologi adalah manusia yang memiliki organ sistem reproduksi termasuk menstruasi, hamil, dan melahirkan serta menyusui.

“Kaitannya dengan pekerja migran perempuan hamil ini juga ada acuan hukumnya yaitu UU Kesetaraan Gender di Taiwan serta larangan diskriminasi. Karena di Taiwan sendiri sepertinya masih mendiskriminasikan gender,” kata SBIPT.

Jika ada yang menolak dan hanya berpihak pada kepentingan majikan maka komitmennya pada UU harus dipertanyakan, kata serikat tersebut, menambahkan bahwa ketidaktahuan dan pengabaian terhadap peraturan ini bisa menyebabkan ketimpangan dan pelanggaran HAM.

“Pihak ini paham atau tidak Konvensi Internasional yang harus dijalankan negaranya ketika merekrut pekerja migran? Jika masih melanggar UU dan mendiskriminasi pekerja perempuan yang hamil maka pihak tersebut justru menjatuhkan martabat negara atau wilayah mereka sendiri dan memengaruhi reputasi negara dalam bidan HAM dan kesejahteraan PMA,” kata SBIPT.

SBIPT menyebut jika ada pihak yang tidak mau memahami kondisi secara biologis pekerja perempuan maka negara tersebut harus mengambil pekerja laki-laki di semua sektor, baik dalam bidang perawatan rumah tangga maupun manufaktur.

"Namun solusi seperti ini juga harus dipertimbangkan dengan bijak mengingat pentingnya kesetaraan gender dalam dunia kerja," ucap SBIPT.

Di sisi lain, Lee Kai-li (李凱莉), seorang direktur yang bertanggung jawab atas urusan migran di Garden of Hope Foundation, memuji MOL karena menerbitkan pedoman tersebut, namun masih ada lubang di mana pedoman itu tidak menyebutkan tanggung jawab hukum majikan jika mereka melanggar aturan ini.

Dalam banyak kasus, majikan yang memecat pekerja migran hamil secara ilegal lolos dari pelanggaran mereka dengan membayar pesangon kepada pekerja setelah arbitrase, kata Lee.

"Pemerintah daerah tampaknya tidak menganggap memecat pekerja migran secara ilegal adalah sesuatu yang serius. Jika pemerintah daerah ingin menahan diri dari memberikan denda kepada pelaku usaha, mereka harus secara proaktif berkomunikasi dengan pemilik usaha mengenai masalah ini," kata Lee, sambil berharap pedoman ini dapat menjadi pengingat bagi pemerintah daerah bahwa hukum harus ditegakkan.

(Oleh Muhammad Irfan dan Sean Lin)

Selesai/JC

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.