FA tanggapi laporan Greenpeace terkait dugaan eksploitasi ABK Indonesia di kapal Taiwan

13/12/2024 13:00(Diperbaharui 13/12/2024 13:00)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Greenpeace Taiwan menggelar konferensi pers terkait dugaan eksploitasi ABK Indonesia di kapal Taiwan, Kamis. (Sumber Foto : Greenpeace, 12 Desember 2024)
Greenpeace Taiwan menggelar konferensi pers terkait dugaan eksploitasi ABK Indonesia di kapal Taiwan, Kamis. (Sumber Foto : Greenpeace, 12 Desember 2024)

Taipei, 13 Des. (CNA) Direktorat Jenderal Perikanan (FA), Kamis (12/12) mengatakan mereka akan menyelidiki secara menyeluruh kasus-kasus dalam laporan Greenpeace terkait dugaan eksploitasi terhadap anak buah kapal (ABK) migran Indonesia di kapal ikan jarak jauh Taiwan.

Greenpeace dalam sebuah konferensi pers hari Kamis menunjukkan laporan investigasi cabang Asia Tenggara mereka mengungkapkan terdapat sepuluh kasus pengaduan ABK Indonesia terkait dugaan kerja paksa dan aktivitas ilegal pada 2019-2024, yang melibatkan 12 kapal perikanan jarak jauh Taiwan.

ABK di hampir semua kapal melaporkan perilaku dari majikan mereka yang diakui sebagai kerja paksa oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kata Greenpeace, termasuk penahanan, penahanan dokumen identitas, dan perbudakan utang.

Beberapa ABK juga melaporkan bekerja 21 jam per hari, sering diberi makanan yang kedaluwarsa atau busuk, dan tidak dapat menerima perawatan medis untuk demam dan penyakit lainnya, kata Greenpeace.

Salah satu pekerja juga mengalami kebutaan permanen pada mata kanannya akibat kecelakaan, tetapi tidak segera menerima perawatan medis dan tidak mendapatkan kompensasi, menurut laporan Greenpeace.

Dalam kasus lainnya, di kapal Shin Lian Fa No. 168, tiga ABK migran Indonesia dilaporkan terjebak di pelabuhan Mauritius selama dua tahun.

Banyak dari tindakan ini kemungkinan melanggar "Peraturan tentang Izin dan Manajemen Pemekerjaan Awak Kapal Asing ke Luar Negeri", kata Direktur Proyek Kelautan Greenpeace di kantor Taipei, Tommy Chung (鍾孟勳).

Laporan itu juga mengindikasikan tiga kapal ikan -- Guan Wang, Chaan Ying, dan Sheng Ching Fa No. 96 -- diduga terlibat dalam aktivitas perikanan ilegal (IUU), termasuk praktik penangkapan hiu untuk diambil siripnya. Jika terbukti, hal ini melanggar peraturan Undang-Undang Perikanan Laut Jauh Taiwan.

Sebelumnya, Greenpeace Asia Tenggara dan Serikat Buruh Migran Indonesia telah melakukan konferensi pers terkait laporan itu, di mana mereka mendesak pemerintah Indonesia, Taiwan, dan AS untuk mengambil langkah konkret sebagai tanggapan.

Baca juga: Greenpeace-SBMI: ABK Indonesia diduga hadapi eksploitasi di kapal Taiwan

Pada konferensi pers Kamis, Greenpeace pun menuntut Yuan Eksekutif (Kabinet Taiwan) untuk mengumumkan jadwal legislasi Peraturan Implementasi Konvensi Pekerjaan Perikanan.

Dalam sebuah pernyataan tertulis, FA mengatakan undang-undang tersebut telah selesai disusun pada 22 September dan sedang dalam tahap pengumpulan pendapat, di mana setelahnya akan diajukan ke Kabinet untuk persetujuan, kemudian diserahkan ke Yuan Legislatif untuk pembahasan dan pengesahan.

Lebih lanjut, ditjen yang berada di bawah Kementerian Pertanian Taiwan tersebut menyatakan bahwa semua kasus dugaan pelanggaran yang disebutkan dalam laporan Greenpeace akan diselidiki secara menyeluruh, dan langkah hukum akan diambil sesuai bukti yang ditemukan.

Kendati demikian, ditjen tersebut menyebutkan, kasus Shin Lian Fa No. 168 telah diselesaikan bersama pemerintah Indonesia, termasuk pengembalian gaji dan pemulangan para ABK.

Baca juga: ABK migran Indonesia yang terjebak di Mauritius telah dipulangkan

Menanggapi tuduhan biaya ilegal dan penahanan dokumen, FA menjelaskan bahwa sejak 2022 telah dilakukan perubahan peraturan yang mewajibkan pemilik kapal untuk membayar gaji langsung kepada pekerja, tanpa melalui agensi asing.

Selain itu, ditjen tersebut menunjukkan, mulai tahun yang sama, pemerintah telah melaksanakan "Rencana Aksi untuk Perikanan dan Hak Asasi Manusia", yang melibatkan penambahan 60 inspektur.

Hal tersebut telah meningkatkan frekuensi inspeksi pekerja hingga mencakup ke lebih dari 92 persen kapal, dengan intensitas dan cakupan yang melebihi standar internasional, menurut FA.

Sebagai langkah tambahan, ditjen tersebut menunjukkan, sejak 2022, pemerintah Taiwan telah memberikan subsidi untuk peralatan Wi-Fi dan biaya komunikasi di kapal.

Bersama pihak swasta, pekerja, dan kelompok industri, pemerintah juga mendiskusikan pedoman penggunaan fasilitas ini, tetapi strategi implementasi lebih lanjut akan dirumuskan seiring perkembangan lingkungan operasional, FA menyatakan.

(Oleh Yang Shu-min dan Jason Cahyadi)

Selesai/IF

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.