Taipei, 5 Agu. (CNA) Kelompok lingkungan Indonesia dan Taiwan di depan kantor pusat Walsin Lihwa Corp. hari Selasa (5/8) meminta mereka bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan hingga kematian akibat kecelakaan kerja di anak perusahaan mereka, PT Walsin Nickel Industrial Indonesia (WNII).
Adalah Environmental Rights Foundation (ERF), Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat (AEER), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), warga terdampak, perwakilan masyarakat adat, dan pekerja WNII, yang mengadakan konferensi pers di Taipei.
ERF menjelaskan bahwa Walsin Lihwa, melalui WNII, mengoperasikan pabrik peleburan dan pembangkit listrik tenaga batu bara di Kawasan Industri Morowali Indonesia (IMIP) dan Teluk Weda.
Pabrik-pabrik tersebut hanya berjarak beberapa ratus meter dari sekolah-sekolah dasar dan menengah, dan para siswa serta perempuan di wilayah itu sering mengalami infeksi kulit dan gangguan pernapasan, kata yayasan.
Sementara itu, Walsin Lihwa juga terus membangun pembangkit listrik tenaga batu bara baru, yang bertentangan dengan tren global menuju emisi nol bersih, menurut ERF.
Kelompok lingkungan tersebut menyatakan bahwa pembangkit listrik batu bara yang dibangun untuk pengolahan nikel tidak hanya memperburuk perubahan iklim menjadi bencana iklim, tetapi juga menyebabkan pencemaran udara dan air di sekitarnya.
Mereka juga menyoroti bahwa selain dampak lingkungan dan sosial, pada September 2024 seorang pekerja muda di IMIP meninggal dunia setelah tertimpa dan terjatuh dari ketinggian lebih dari 20 meter. Insiden ini hanyalah satu dari setidaknya 17 kecelakaan kerja serupa yang terjadi tahun lalu.
Johan Sappara, pekerja WNII, menyatakan bahwa perusahaan menyalahkan korban atas kejadian tersebut, tidak mempublikasikan laporan investigasi yang lengkap, dan tidak memberikan rencana konkret untuk perbaikan keselamatan kerja.
Selain itu, kelompok lingkungan menyatakan bahwa Walsin Lihwa membeli nikel melalui rantai pasok yang tidak transparan dan menjual produk kepada pelanggan sambil tetap menjalin hubungan dengan pemasok yang terlibat dalam pelanggaran serius terhadap hak buruh dan lingkungan.
Meskipun perusahaan tersebut mengklaim telah menghentikan kerja sama dengan beberapa pemasok yang bermasalah, mereka tetap menjalin hubungan dengan perusahaan-perusahaan berisiko tinggi lainnya, kata kelompok lingkungan.
Kelompok lingkungan menyerukan agar Walsin Lihwa mengungkapkan nama pemasok bermasalah dalam rantai pasoknya, membuka informasi operasional dan hasil investigasi secara transparan, serta bertanggung jawab atas insiden kecelakaan kerja.
Mereka juga menyerukan agar Walsin Lihwa segera melaksanakan uji tuntas menyeluruh terhadap dampak lingkungan dan hak asasi manusia, membuka informasi operasional secara publik, serta melibatkan komunitas dan pekerja dalam mekanisme partisipasi, demi memikul tanggung jawab sebagai perusahaan multinasional.
Menanggapi hal tersebut, Walsin Lihwa menyampaikan tanggapan tertulis bahwa pihaknya telah melakukan verifikasi lapangan dan memberikan klarifikasi, serta menyatakan bahwa sebagian informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta.
Setelah berulang kali melakukan komunikasi, mereka menyatakan kekecewaannya atas pernyataan kelompok lingkungan hari Selasa.
Walsin Lihwa menyatakan bahwa mereka tidak sedang membangun pembangkit listrik batu bara baru, dan semua fasilitas pembangkit yang saat ini beroperasi telah memenuhi peraturan dan standar lingkungan yang berlaku.
Perusahaan tersebut juga mengatakan mereka melaksanakan proses desulfurisasi dan denitrifikasi sesuai dengan peraturan, serta memasang sistem pemantauan emisi berkelanjutan (CEMS).
Semua sumber tambang juga berasal dari pemasok legal yang memiliki izin dari pemerintah Indonesia, sementara mengenai pemasok yang pernah dianggap bermasalah, Walsin Lihwa mengklaim mereka telah memberikan klarifikasi dan memastikan mereka bukan mitra kerja sama.
Terkait kecelakaan kerja yang disebutkan kelompok lingkungan, Walsin Lihwa menyatakan bahwa mereka telah segera memulai prosedur penanganan darurat pada saat kejadian, dan pihak pemerintah Indonesia juga melakukan investigasi.
Laporan hasil penyelidikan telah diterbitkan dan kasus dinyatakan selesai, kata perusahaan, menambahkan bahwa selain memberikan santunan sosial sesuai hukum, mereka juga telah memberikan bantuan dan kompensasi lebih dari standar peraturan kepada keluarga korban.
(Oleh Elly Wu dan Jason Cahyadi)
Selesai/IF