Anggota Parlemen desak pihak berwenang lakukan perbaikan setelah ABK Indonesia gajinya ditunggak

07/08/2024 18:19(Diperbaharui 28/08/2024 19:42)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Sembilan anak buah kapal Indonesia, yang dipaksa bekerja tanpa gaji selama 15 bulan, bersama lembaga swadaya masyarakat di konferensi pers di Gedung Yuan Legislatif hari Rabu. (Sumber Foto : CNA, 7 Agustus 2024)
Sembilan anak buah kapal Indonesia, yang dipaksa bekerja tanpa gaji selama 15 bulan, bersama lembaga swadaya masyarakat di konferensi pers di Gedung Yuan Legislatif hari Rabu. (Sumber Foto : CNA, 7 Agustus 2024)

Taipei, 7 Agu. (CNA) Anggota Yuan Legislatif (Parlemen Taiwan) pada hari Rabu (7/8) mendesak pemerintah melakukan berbagai perbaikan untuk memenuhi hak-hak pekerja sektor penangkapan ikan laut jauh, setelah beberapa Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang dipaksa bekerja tanpa gaji selama 15 bulan mengajukan petisi kepada mereka.

Sembilan ABK Indonesia di kapal ikan "You Fu" yang bekerja di laut jauh, dengan dukungan dari organisasi hak asasi manusia, mengajukan petisi kepada anggota Parlemen pada hari Rabu, dan menghadiri konferensi pers di Gedung Parlemen pada hari itu.

Beberapa dari mereka menceritakan bagaimana mereka telah bekerja keras di laut selama lebih dari setahun, dengan hidup dalam kondisi buruk, sementara dokumen identitas dan kontrak kerja mereka disita, dan selama itu mereka tidak bisa menghubungi keluarga atau dunia luar.

Mereka juga mengatakan bahwa gaji mereka tidak dibayarkan selama 15 bulan, bahkan setelah kapal mereka kembali ke pelabuhan di Taiwan.

Peneliti senior Taiwan Association for Human Rights, Shih Yi-hsiang (施逸翔), menjelaskan bahwa mereka berharap semua pihak memerhatikan hak-hak pekerja migran di laut, mengungkapkan hal ini bukan untuk mencari masalah, tetapi untuk mencari solusi.

Puma Shen (沈伯洋), melalui naskah tertulis yang dibacakan Shih mengatakan bahwa kasus ini mengungkap beberapa masalah, terutama kurangnya saluran komunikasi yang efektif untuk pekerja di laut, termasuk hak untuk menghubungi keluarga mereka.

Untuk itu, Shen menyatakan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Perikanan harus berupaya memastikan semua kru kapal penangkap ikan di Taiwan memiliki hak untuk menggunakan Wi-Fi dan membangun mekanisme pengaduan yang efektif agar mereka dapat memperoleh solusi tepat waktu.

Shen juga menyebutkan bahwa Ditjen Perikanan perlu memperkuat kapasitas inspeksi pekerja di kapal ikan laut jauh dan memperluas cakupannya, untuk memastikan hak-hak pekerja laut jauh terlindungi.

Shen menekankan bahwa pemerintah tidak hanya harus membantu pekerja korban untuk mendapatkan gaji dan kompensasi yang seharusnya saja, tetapi juga harus memberikan perlindungan yang memadai sesuai peraturan, untuk memudahkan penuntutan terhadap pelanggar.

Selain itu, pertanggungjawaban pidana diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa depan, menurut Shen.

Shen menyatakan bahwa Taiwan sebagai negara yang menjunjung hak asasi manusia tidak boleh menoleransi tindakan pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk apa pun.

Menanggapi ini, Ditjen Perikanan hari Rabu mengungkapkan bahwa pada 22 Juli, mereka telah melakukan inspeksi dan menemukan dugaan penunggakan gaji untuk sembilan ABK Indonesia tersebut yang berlangsung antara 11 hingga 15 bulan.

Untuk itu, kata Ditjen tersebut, pada tanggal 2 Agustus, mereka telah mengirimkan surat untuk mendesak pemilik kapal agar membayarkan gaji mereka.

Pada tanggal 6 Agustus, mereka mengundang pemilik kapal dan agen untuk koordinasi lebih lanjut, dan pemilik kapal berjanji akan menyelesaikan pembayaran gaji sebelum 9 Agustus, kata Ditjen tersebut.

Ditjen Perikanan menyatakan bahwa jika pemilik kapal tidak dapat memenuhi tenggat waktu itu, mereka akan menggunakan uang jaminan dari agensi untuk memberikan kompensasi, guna melindungi hak-hak kru kapal tersebut.

(Oleh Yang Shu-min, Fan Cheng-hsiang, dan Jason Cahyadi)

Selesai/ ML

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.