Oleh Elly Wu dan Antonius Agoeng Sunarto, reporter staf CNA
Sebanyak 95 persen pekerja di Taiwan dilindungi oleh Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan yang menjamin standar kerja minimum. Namun, para pekerja di sektor jasa baru yang terus berkembang, sering kali berada di luar jangkauan perlindungan hukum ini. Contohnya, pekerja rumah tangga yang jam kerjanya sulit ditentukan atau pengantar makanan kontrak yang tidak memiliki hubungan kerja tetap, mereka menjadi "anak tiri" undang-undang tersebut.
Melihat ke belakang, sejak disahkan pada 1 Agustus 1984, UU Standar Ketenagakerjaan Taiwan tidak langsung berlaku untuk semua sektor.
Sebanyak 400 ribu pekerja belum tercakup UU Standar Ketenagakerjaan
Pada tahun 1980-an, Taiwan merupakan negara dengan industri manufaktur yang padat karya dan berkembang pesat. Pemerintah saat itu merujuk pada Undang-Undang Pabrik yang disahkan pada tahun 1929 untuk menyusun UU Standar Ketenagakerjaan.
Peraturan-peraturan yang dihasilkan lebih banyak ditujukan untuk industri produksi massal, pada awalnya hanya mencakup sektor manufaktur, pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, fasilitas umum, transportasi, pergudangan, dan komunikasi.
Kemudian, Taiwan mengalami transformasi industri. Sektor jasa berkembang pesat, jumlah pekerja di sektor tersebut secara bertahap menyusul industri manufaktur, dan menjadi sektor utama di Taiwan.
Untuk melindungi hak-hak pekerja di sektor jasa, berbagai pihak menyerukan agar sektor jasa juga dimasukkan ke dalam UU Standar Ketenagakerjaan.
Pada tahun 1996, cakupan penerapan UU Standar Ketenagakerjaan diperluas, termasuk sektor jasa.
Mengingat perbedaan karakteristik pekerjaan antara sektor jasa dan manufaktur, peraturan tersebut kemudian memasukkan sejumlah ketentuan mengenai jam kerja fleksibel, seperti sistem empat minggu dengan jam kerja fleksibel maupun sistem tanggung jawab, dan kemudian diperluas lagi untuk mencakup sektor lainnya.
Sejak saat itu, cakupan subjek UU Standar Ketenagakerjaan berubah dari yang semula bersifat daftar positif menjadi daftar negatif. Artinya, kecuali ada pengumuman khusus dari Kementerian Tenaga Kerja (MOL), sebagian besar sektor harus mematuhi undang-undang tersebut.
Saat ini, sekitar 95 persen pekerja dilindungi oleh UU Standar Ketenagakerjaan.
Meskipun cakupan UU Standar Ketenagakerjaan telah diperluas secara signifikan, namun masih ada sekitar 400.000 pekerja di seluruh Taiwan yang dikecualikan karena karakteristik pekerjaan mereka, terutama pekerja rumah tangga.
Sekitar 260.000 orang, termasuk pekerja rumah tangga migran, tidak dapat menikmati perlindungan dari undang-undang tersebut.
Tantangan jam kerja bagi pekerja rumah tangga
Menurut Huang Wei-chen (黃維琛), Direktur Jenderal Departemen Standar Kerja dan Kesetaraan Ketenagakerjaan, pekerjaan rumah tangga memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan pekerjaan lainnya.
Pekerja rumah tangga migran dipekerjakan keluarga majikan dan bekerja di rumah, pola hidupnya pun mengikuti keluarga tersebut, kata Huang.
Oleh karena itu, menurut Huang, sulit untuk menentukan jam kerja dan waktu istirahat yang pasti bagi mereka.
Selain itu, Huang juga menyatakan bahwa sebagai pihak yang mencari keuntungan, majikan memiliki tanggung jawab untuk menjaga kondisi kerja dasar pekerja.
Oleh karena itu, kata Huang, para majikan diwajibkan mematuhi UU Standar Ketenagakerjaan.
Namun, dalam industri layanan rumah tangga, mayoritas majikan adalah keluarga, dan perekrutan tenaga kerja migran tidak bertujuan komersial. Oleh karena itu, menurut Huang, karakteristiknya berbeda.
Huang juga menyebutkan bahwa karena karakterisik yang khusus itu, hanya segelintir negara yang memasukkan jenis pekerjaan tersebut ke dalam regulasi UU Standar Ketenagakerjaan.
Jika ingin memasukkannya, kata Huang, perlu ada diskusi dan kesepakatan bersama.
Sekretaris Jenderal Taiwan Labor Front (TLF), Sun Yu-Lien (孫友聯), mengatakan bahwa “Hukum itu sulit masuk ke dalam rumah.”
Menurut Sun, karakter pekerjaan di industri layanan rumah tangga mempersulit penerapan perlindungan hukum ketenagakerjaan. Meskipun isu ini telah didiskusikan dan diperjuangkan bertahun-tahun, namun hingga saat ini belum ada kesepakatan.
Sun menambahkan bahwa sebelum mempertimbangkan apakah industri layanan rumah tangga harus dimasukkan ke dalam UU Standar Ketenagakerjaan, perlu untuk memikirkan bagaimana hak istirahat mereka dapat dijamin dengan baik.
Misalnya, kata Sun, seperti dengan mengubah model perekrutan majikan yakni menjadi per keluarga agar perlindungan ketenagakerjaan dapat diterapkan dengan benar.
Pekerja ekonomi gig, kaum yang dianaktirikan hukum
Selain industri layanan rumah tangga, perkembangan ekonomi gig (pekerjaan berbasis tugas jangka pendek yang dimediasi oleh platform digital) telah menyebabkan peningkatan pekerja non-kontrak di Taiwan.
Saat ini, pengantar makanan yang berlalu-lalang di jalan karena hubungannya dengan pengusaha bukanlah hubungan pekerjaan formal, sehingga mereka menjadi “yatim hukum” UU Standar Ketenagakerjaan.
Meskipun MOL sebelumnya pernah mengakui platform dan pengantar makanan memiliki hubungan kerja berdasarkan kasus per kasus, namun perubahan kontrak membuat hubungan mereka semakin sulit untuk diidentifikasi.
Menurut statistik, saat ini ada sekitar 80.000 hingga 90.000 pengantar makanan di seluruh Taiwan.
Menurut Sun, meskipun hubungan kerja antara pengantar makanan dan pengusaha sulit untuk ditentukan dan adanya fleksibilitas jam kerja, namun bukan berarti mereka tidak boleh punya jaminan dasar layaknya pekerja, seperti perlindungan jam kerja dan perhitungan gaji.
Sun menekankan bahwa selama 40 tahun penerapan UU Standar Ketenagakerjaan, perlindungan jam kerja adalah nilai intinya.
Pengantar makanan menginginkan fleksibilitas jam kerja, kata Sun, dan ketentuan undang-undang tersebut juga memberikan ruang untuk hal itu.
Menurut Sun, dalam perspektif perlindungan jam kerja, pengantar makanan juga harus termasuk dalam UU Standar Ketenagakerjaan, "Yang adalah sebuah pendekatan yang lebih tepat."
Selesai/JC