Taipei, 11 Des. (CNA) Militer akan memantau dengan ketat setiap latihan militer skala besar yang mungkin diadakan Tiongkok di dekat Taiwan hari Sabtu (13/12), yang menandai peringatan dimulainya Pembantaian Nanjing, kata Kolonel Lo Cheng-yu (羅正宇) dalam sebuah konferensi pers hari Rabu.
Pembantaian Nanjing adalah pembunuhan ratusan ribu warga sipil Tiongkok dan tawanan perang serta pemerkosaan massal terhadap perempuan oleh Tentara Kekaisaran Jepang di Nanjing dari tahun 1937 hingga 1938 selama Perang Tiongkok-Jepang Kedua.
Peristiwa ini tetap menjadi trauma sejarah yang mendalam di Tiongkok dan terus membentuk narasi politik serta diplomasi negara tersebut, meskipun Tiongkok tidak secara rutin mengadakan latihan militer untuk memperingati peristiwa itu.
Lo, yang bertugas di Kantor Wakil Kepala Staf Umum untuk Intelijen di Kementerian Pertahanan Nasional (MND) Taiwan, tidak menjawab secara langsung pertanyaan media apakah latihan dengan skala serupa dengan latihan "Pedang Gabungan 2024A" dan "Pedang Gabungan 2024B" yang diadakan oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di dekat Taiwan tahun lalu bisa terjadi.
Ia hanya mengatakan bahwa militer telah memantau pergerakan PLA menggunakan sistem intelijen, pengawasan, dan pengintaian gabungan.
Lo menambahkan bahwa kementerian juga memantau perkembangan politik, ekonomi, dan sosial di dalam Tiongkok yang dapat menjadi sinyal operasi yang akan segera dilakukan.
Awal bulan ini, seorang pejabat Taiwan yang tidak disebutkan namanya dan menangani urusan keamanan nasional mengatakan kepada wartawan bahwa Tiongkok "bisa saja" meluncurkan latihan "Pedang Gabungan C" di sekitar Taiwan pada Sabtu jika permusuhan yang baru-baru ini meningkat terhadap Jepang "tidak menemukan jalan keluar."
Pejabat tersebut, yang berbicara dengan syarat anonim, tidak menjelaskan mengapa ketegangan dengan Jepang dapat mendorong operasi Tiongkok di dekat Taiwan.
Ketegangan antara Tiongkok dan Jepang meningkat setelah Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengatakan bulan lalu bahwa serangan militer Tiongkok ke Taiwan dapat dianggap sebagai situasi "mengancam kelangsungan hidup" bagi Jepang dan memicu respons militer dari Tokyo.
Baca juga: Presiden Lai terjun ke perselisihan makanan laut Tiongkok-Jepang dengan unggahan susyi
Reuters melaporkan pada 4 Desember bahwa Tiongkok telah mengerahkan aset angkatan laut dari Laut Kuning bagian selatan melalui Laut China Timur hingga ke Laut China Selatan sejak pertengahan November.
Pada satu titik, jumlah kapal melebihi 100, jumlah tertinggi yang pernah tercatat di wilayah tersebut, menurut laporan yang mengutip empat pejabat keamanan yang tidak disebutkan namanya.
Ketika ditanya pada Rabu tentang keberadaan tiga kapal induk Tiongkok, Lo mengatakan Liaoning melintasi Selat Miyako pada 6 Desember dan memasuki Pasifik Barat untuk melakukan latihan lepas landas dan pendaratan.
Tidak ada indikasi bahwa baik Shandong maupun Fujian sedang bersiap untuk meninggalkan pelabuhan, tambahnya.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Jepang Shinjiro Koizumi mengatakan pada Rabu dua pembom Tu-95 Rusia yang mampu membawa senjata nuklir bergabung dengan dua pembom H-6 Tiongkok melakukan penerbangan bersama di sekitar Jepang dari antara pulau utama Okinawa dan Pulau Miyako hingga ke perairan lepas Shikoku di Samudra Pasifik.
Delapan jet tempur J-16 Tiongkok mengawal pembom tersebut, dan sebuah pesawat peringatan dini dan kontrol udara A-50 Rusia juga hadir, menurut Koizumi.
Pelanggaran ini terjadi setelah insiden pada 6 Desember di mana jet tempur J-15 Tiongkok yang lepas landas dari Liaoning mengunci radar mereka ke dua pesawat F-15 dari Pasukan Bela Diri Udara Jepang di dekat Okinawa.
Selesai/ja