Taipei, 5 Juni (CNA) Sekitar 3.000 orang berkumpul di Taipei dalam sebuah acara nyala lilin tahunan pada Rabu (4/6) untuk memperingati Insiden 4 Juni, pembantaian oleh otoritas Tiongkok terhadap demonstrasi yang dipimpin mahasiswa di Lapangan Tiananmen, Beijing, 36 tahun lalu, menurut penyelenggara.
Acara penyalaan lilin ini diselenggarakan New School for Democracy bersama kelompok-kelompok hak asasi manusia lainnya. Acara dimulai pukul 7 malam hari Rabu di Bulevar Demokrasi di depan Chiang Kai-shek Memorial Hall, Taipei, dengan tema "Melawan Represi Transnasional, Menantang Totalitarianisme".
Sekitar pukul 8 malam, penyelenggara mengumumkan bahwa sekitar 3.000 orang telah menghadiri acara tersebut, yang menampilkan pidato singkat dari para aktivis hak asasi manusia dari Taiwan, Tiongkok, Hong Kong, dan beberapa negara lainnya.
Sambil memegang lilin elektronik di tengah hujan, para peserta mengheningkan cipta selama 64 detik sekitar pukul 8.30 malam untuk mengenang mereka yang kehilangan nyawa dalam penumpasan tersebut.
Salah satu pembicara di atas panggung adalah Wu Renhua (吳仁華), seorang akademisi Tiongkok dan penyintas pembantaian tersebut.
Ia mengatakan bahwa ia tidak akan pernah melupakan pemandangan lima jenazah tergeletak di luar sebuah gedung di China University of Political Science and Law -- semuanya mahasiswa yang tewas karena dilindas tank.
"Saat itu, saya berlutut di depan jenazah dan menangis. Di dalam hati, saya terus berkata pada diri saya sendiri: jangan pernah lupa," ujarnya.
Wu mengatakan "Hak asasi manusia tidak mengenal batas negara," dan karena Taiwan telah mengalami transformasi demokratis setelah era darurat militer, pulau tersebut sepatutnya peduli terhadap Pembantaian Tiananmen.
Ia menambahkan bahwa peringatan ini juga dapat menegaskan nilai-nilai demokrasi yang dijunjung Taiwan dan "Mengungkap kebrutalan sistem otoriter Partai Komunis Tiongkok (CCP)."
Sebagai peserta untuk pertama kalinya, Lin Chan-wei (林辰韋) (24) mengatakan kepada CNA bahwa ia merasakan kepedihan setiap kali melihat rekaman dan foto yang menunjukkan bagaimana "CCP menggunakan senjata dan tank untuk menindas dan menembaki rakyat Tiongkok" dalam Pembantaian Tiananmen.
"Yang paling disayangkan dari perjalanan demokrasi Tiongkok adalah tampaknya ia runtuh tepat sebelum fajar menyingsing," tambahnya.
Mengenai makna Taiwan menyelenggarakan acara untuk memperingati Insiden 4 Juni, Lin mengatakan bahwa negara pulau itu menunjukkan solidaritas dengan gerakan hak asasi manusia di seberang Selat Taiwan yang langka namun masih ada.
Ivan Choi (蔡智豪), orang Hong Kong yang tinggal di Taiwan dan menjadi sukarelawan dalam acara tersebut, mengatakan bahwa sejak diberlakukannya undang-undang keamanan nasional pada 30 Juni 2020, tidak ada lagi acara nyala lilin berskala besar yang diadakan di kota tersebut untuk memperingati Insiden 4 Juni.
Choi (26) mengatakan bahwa ia menghargai cara Taiwan menangani insiden tersebut dengan menyoroti pelanggaran hak asasi manusia dan menjadikannya sebagai peringatan.
"Untuk mengingatkan orang bahwa Taiwan masih berada di bawah ancaman dari Tiongkok, dan untuk membantu generasi muda melihat [rezim Tiongkok] sebagaimana adanya," tambahnya.
Selain acara di depan Chiang Kai-shek Memorial Hall, komunitas warga Hong Kong di Taipei juga mengadakan acara penyalaan lilin terpisah di Taman Peringatan Perdamaian 228, yang dihadiri sekitar 100 orang.
(Oleh Sunny Lai dan Jason Cahyadi)
Selesai/ML