Taipei, 5 Sep. (CNA) Pusat Inovasi Sains dan Teknologi Taiwan-Indonesia (TI-STIC) telah menggelar sebuah forum di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terkait kerja sama penelitian terapan dengan fokus pada strategi pengurangan karbon dan teknologi inovatif di industri konstruksi.
Kegiatan yang digelar pada 21 Agustus ini merupakan forum yang ketiga, melanjutkan dua edisi sebelumnya yang membahas pengelolaan limbah elektronik dan plastik, kata National Taiwan University of Science and Technology (NTUST) dalam sebuah rilis pers pada Rabu (3/9).
Menurut rilis pers, konstruksi rendah karbon telah menjadi arah penting untuk pembangunan berkelanjutan global, yang harus dicapai melalui peningkatan efisiensi energi, pengurangan emisi, dan penerapan bahan ramah lingkungan.
Wakil Rektor IV ITS, Agus Muhammad Hatta, menekankan bahwa tema forum ini sejalan dengan arah target emisi nol bersih Indonesia pada 2060.
Pemerintah Indonesia, ujarnya, tengah aktif mendorong energi terbarukan dan teknologi hemat energi, dengan fokus khusus pada penerapan tenaga surya di sektor publik dan swasta.
Ia menekankan bahwa promosi konstruksi rendah karbon membutuhkan kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah untuk memastikan implementasi kebijakan serta mempercepat transformasi berkelanjutan.
Ketua King Ho Tai International Co. Tang Po-yu (博宇介), memperkenalkan teknologi aspal dingin rendah karbon yang menggunakan bahan daur ulang dan agregat, teknologi yang pertama di dunia dan telah memperoleh paten internasional.
Wakil Direktur Hao Sheng Industrial Co. Chien Jui-chun (簡瑞村), berbagi pengalaman pengendalian kualitas dalam pemanfaatan kembali limbah, menyoroti keberhasilan ekonomi sirkular di sektor bahan bangunan.
Sementara itu, Antoni, profesor teknik sipil di Universitas Kristen Petra memperkenalkan teknologi beton rendah karbon dari abu yang dapat mengeras sendiri.
Asdam Tambusay dari Departemen Teknik Sipil ITS mempresentasikan beton geopolimer, yang memiliki kekakuan, kekuatan, dan pola retak yang setara dengan beton semen tradisional, namun dapat mengurangi hingga 75 persen emisi karbon implisit.
Selain itu, Lin Hsin-hung (林信宏) dari Taiwan Construction Research Institute memaparkan studi kasus sukses pemanfaatan limbah sumber daya.
Lee Feng-ju (李逢茹), teknisi dari Direktorat Jenderal Sirkulasi Sumber Daya, menyebutkan bahwa Taiwan menghasilkan sekitar 17 juta ton sumber daya anorganik setiap tahun, yang terutama digunakan sebagai agregat daur ulang untuk konstruksi sipil, bangunan, dan reklamasi pelabuhan.
Ia juga menyoroti tiga tantangan utama, yakni mengurangi volume pembuangan, mendorong substitusi agregat daur ulang untuk agregat alami, dan membangun mekanisme penerapan bertingkat.
Taiwan menargetkan pemanfaatan agregat daur ulang anorganik mencapai 88 persen sebelum 2030, didukung revisi standar konstruksi serta sistem sertifikasi dan pelacakan, ujarnya.
Liao Min-chih (廖敏志), profesor Jurusan Teknik Sipil dan Konstruksi NTUST membahas analisis penelitian dan aplikasi material rendah karbon jalanan.
Wakil Dekan Fakultas Teknik National Central University, Chen Jieh-haur (陳介豪), memaparkan penggunaan kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi produksi komponen baja dan sistem pelapisan pintar, yang mengurangi emisi.
Su Yu-min (蘇育民) dari Jurusan Teknik Sipil National Kaohsiung University of Science and Technology mempresentasikan penelitian trotoar beton rendah karbon dan fleksibel, yang memicu diskusi hangat di forum, menurut rilis pers.
Forum ini digelar TI-STIC, yang didirikan pada 2021 dengan dukungan Dewan Sains dan Teknologi Nasional; terdiri dari NTUST, Universitas Katolik Widya Mandala, dan ITS; serta berfokus pada penelitian dan penerapan ekonomi sirkular serta pemanfaatan kembali limbah.
Menurut NTUST, forum ini tidak hanya memperdalam pertukaran industri-akademisi antara Taiwan dan Indonesia, tetapi juga menunjukkan hasil nyata kerja sama lintas negara dalam mendorong konstruksi rendah karbon dan transformasi hijau.
Selesai/IF