Pengadilan buka opsi cabut larangan bepergian pria Taiwan terduga penganiaya PMI

10/11/2025 14:44(Diperbaharui 10/11/2025 14:44)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Pengadilan Distrik Shilin. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Pengadilan Distrik Shilin. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Taipei, 10 Nov. (CNA) Pengadilan Distrik Shilin mengatakan mereka telah memutuskan larangan bepergian ke luar negeri seorang pria Taiwan yang diduga melakukan kekerasan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) perempuan hingga mengalami luka berat dapat dicabut setelah ia membayar jaminan NT$600.000 (Rp322,7 juta).

Menurut tuntutan Kantor Kejaksaan Distrik Shilin, pria tersebut, bermarga Lee (李), dan istrinya, Yang (楊), yang tinggal di daerah Tianmu, Taipei, mempekerjakan seorang pekerja migran hilang kontak untuk mengurus pekerjaan rumah tangga.

Antara Desember 2021 hingga Juni 2022, mereka berulang kali memukul korban menggunakan spatula penggorengan dan sepatu hak tinggi, bahkan menyiramkan air panas, yang menyebabkan berbagai luka, gigi patah hingga kehilangan fungsi mengunyah, serta gangguan pendengaran, menurut tuntutan.

Kejaksaan mengatakan pasangan tersebut melanggar pasal penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, sementara Lee juga diduga menyembunyikan barang bukti karena menyembunyikan telepon genggam yang disita dan menyerahkannya kepada orang lain saat polisi membuat berita acara.

Pada sidang tingkat pertama, Pengadilan Distrik Shilin menilai korban sebelumnya telah mengidap radang telinga tengah kronis, sehingga sulit memastikan bahwa gangguan pendengarannya berkaitan langsung dengan tindakan Lee dan Yang.

Selain itu, luka pada mata, gigi, dan fungsi mengunyah korban telah membaik setelah penanganan medis dan tidak mencapai tingkat berat, sehingga status kejahatannya diubah menjadi penganiayaan biasa, menurut pengadilan.

Pengadilan mengatakan mereka mempertimbangkan Lee dan Yang terbukti melakukan penganiayaan, namun telah berdamai dengan korban dengan membayar kompensasi NT$1 juta dan laporan pengaduannya telah dicabut, sehingga tuntutan terhadap keduanya tidak dapat diproses.

Setelah dilakukan banding, Pengadilan Tinggi Taiwan menilai catatan medis terkait penyakit kuping korban kurang jelas, seiring surat keterangan rumah sakit menunjukkan penyebab gangguan pendengarannya bukan hanya radang telinga tengah kronis, tetapi juga kemungkinan infeksi akut akibat luka yang tidak ditangani.

Pengadilan Tinggi menilai pengadilan distrik tidak menelusuri dengan mendalam apakah gangguan telinga korban muncul akibat penganiayaan berkepanjangan dan kurangnya penanganan medis, sehingga putusan terkait penganiayaan yang menyebabkan luka berat dibatalkan dan kasusnya dikembalikan untuk disidangkan lagi.

Pasangan tersebut mengajukan kasasi atas putusan itu, namun Mahkamah Agung menolak permohonannya. Selain itu, Lee juga dijatuhi hukuman penjara dua bulan atas tuntutan menyembunyikan barang bukti, dengan opsi denda sebagai pengganti.

Dari sidang pemeriksaan ulang, kata pengadilan, mereka telah mempertimbangkan Lee memiliki kewarganegaraan Amerika Serikat (AS) namun tidak pernah mangkir dari persidangan, pembatasan mobilitasnya sudah berlangsung cukup lama, keluarganya di AS sedang sakit, dan ia telah berdamai dengan korban.

Oleh karena itu, kata pengadilan hari Kamis (6/11), mereka memutuskan larangan perjalanan Lee ke luar negeri dan pembatasan bepergiannya melalui perairan dapat dicabut setelah ia membayar jaminan NT$ 600.000.

Putusan ini dapat diajukan keberatan.

(Oleh Liu Shih-yi dan Jason Cahyadi)

Selesai/ja

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.