Taipei, 19 Okt. (CNA) Taiwan International Workers Association (TIWA) mengungkap adanya praktik pungutan liar terhadap pekerja migran Indonesia setelah menerima 20 laporan kolektif terkait biaya ilegal untuk perpanjangan kontrak dan pindah majikan, dalam aksi yang digelar di depan Kementerian Ketenagakerjaan Taiwan (MoL) Minggu (19/10).
Dalam pernyataan TIWA, 20 pengaduan kolektif ini adalah pengaduan pertama yang dilakukan oleh pekerja migran terhadap agen karena memungut biaya tenaga kerja sejak kebijakan “tiga tahun, satu hari di luar negeri” dihapuskan pada tahun 2016. Kebijakan ini membolehkan PMA memperpanjang kontrak di Taiwan tanpa haru pulang dulu ke negara asal.
Berdasarkan data yang CNA dapat dari TIWA, pungutan liar yang diambil agensi Taiwan untuk pindah majikan dan perpanjangan kontrak ini adalah NT$65.000 (Rp35,16 juta) sampai NT$80.000.
“Selama bertahun-tahun, kelompok pekerja migran telah memprotes maraknya penggunaan calo untuk memungut biaya tenaga kerja. Pekerja tidak dapat menemukan pekerjaan kecuali mereka membayar calo, namun MoL terus-menerus menutup mata dan berpura-pura bahwa biaya tenaga kerja tidak ada,” kata TIWA yang mendesak langkah konkret guna menghapuskan biaya tenaga kerja ini.
TIWA juga menyebut jika pemerintah benar-benar menghargai hak asasi manusia, pemerintah harus mengatasi akar permasalahannya, menghapuskan sistem calo swasta, dan membangun mekanisme rekrutmen yang problematik.
“Kami menuntut MoL menindak tegas calo yang memungut biaya tenaga kerja dan membantu 20 pekerja dalam kasus ini mendapatkan kembali lebih dari NT$1 juta yang telah mereka bayarkan,” kata TIWA.
Pihaknya juga meminta pertemuan dengan Menteri Ketenagakerjaan Hong Sun-han (洪申翰) dan menuntut MoL mengusulkan langkah-langkah konkret untuk mengekang biaya tenaga kerja dan menghapuskan biaya tenaga kerja.
“Pemerintah harus bertanggung jawab untuk memperkenalkan, mencocokkan, dan merujuk pekerja migran, berupaya menghapus sistem agen swasta, dan menetapkan batas waktu penghapusannya,” kata dia.
Serikat Buruh Industri Manufaktur (SEBIMA) menyebut kasus seperti ini memang telah berulang kali terjadi. Sejak aturan perpanjangan kontrak dari Taiwan diberlakukan pada 2016, pihak calo bersiasat agar tetap bisa mengambil keuntungan dari para pekerja. Laporan seperti ini pun bukan hal baru.
“Namun sepertinya MoL enggan menanggapi hal ini dan seolah membiarkan hal ini terus terjadi. Selalu menuntut bukti tanpa tindakan pasti dan terkesan memberi ruang kepada oknum agensi terduga pelaku untuk bersiasat meredam tuntutan dengan menyelesaikan tanpa mediasi,” kata Humas SEBIMA, Saiful Anam.
Oleh karena itu ia berharap laporan kolektif ini jadi momentum bagi MoL untuk bertindak lebih konkret menangani masalah ini.
Sementara itu, MoL yang diwakili oleh pejabat eksekutif Divisi Cross-Border Workforce Management, Chang Chia-Hung (張嘉宏) mengatakan pihaknya tak menutup mata bahwa ada kasus-kasus pelanggaran seperti ini. Oleh karenanya, MoL terus melakukan pemeriksaan baik melalui proyek-proyek khusus maupun mekanisme penegakan hukum rutin.
Ia pun menyebut selama 2024, terkait pelanggaran biaya ini, MoL telah menangani 12 kasus dengan konsekuensi hukum dikenai denda, dan 10 kasus yang dikenai sanksi penghentian operasi.
“Dan kami akan secepatnya mengatur pertemuan koordinasi dengan semua pihak,” kata Chang.
Selesai/JA