FEATURE /Bagi anak pekerja migran tak berdokumen di Taiwan, hak perawatan kesehatan buram

19/06/2025 21:15(Diperbaharui 19/06/2025 21:34)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Sekitar 850 anak yang lahir di Taiwan dari pekerja migran tidak berdokumen -- dari total populasi yang diperkirakan mencapai 92.000 orang -- tidak tercakup dalam Asuransi Kesehatan Nasional. (Sumber Foto : CNA, 16 Juni 2025)
Sekitar 850 anak yang lahir di Taiwan dari pekerja migran tidak berdokumen -- dari total populasi yang diperkirakan mencapai 92.000 orang -- tidak tercakup dalam Asuransi Kesehatan Nasional. (Sumber Foto : CNA, 16 Juni 2025)

[Catatan editor: Ini adalah bagian pertama dari seri yang membahas tantangan kesehatan dan pekerjaan yang dihadapi pekerja migran, baik yang legal (resmi) maupun tanpa dokumen (kaburan), di Taiwan yang sedang hamil atau membesarkan anak, serta permasalahan kesehatan yang dialami anak-anak mereka.]

Oleh Sean Lin dan Jason Cahyadi, reporter staf CNA

Taiwan telah lama membanggakan perlindungannya terhadap hak asasi manusia, bahkan meresap Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa ke undang-undang pada 2014. Namun, hal tersebut tak banyak membantu pekerja migran tidak berdokumen dan anak-anak mereka jika mereka membutuhkan layanan kesehatan.

Hingga Maret, diperkirakan ada sekitar 92.000 pekerja migran yang tidak berdokumen dan 850 anak-anak mereka di Taiwan, dan mereka tidak memiliki akses yang aman atau permanen terhadap layanan kesehatan.

Banyak dari pekerja tersebut meninggalkan majikan yang eksploitatif, dan karena tidak adanya jalur hukum untuk membatalkan kontrak dan pindah ke majikan lain secara legal, mereka akhirnya bekerja di bawah bayang, yang menempatkan mereka dalam situasi rentan tanpa perlindungan.

Inti dari masalah ini adalah ketakutan akan tertangkap dan dideportasi, yang akan sangat membahayakan penghidupan mereka dan keluarga mereka di kampung halaman.

Menurut hukum Taiwan, pekerja migran yang meninggalkan majikannya akan dilarang secara permanen untuk bekerja kembali di negara tersebut.

Hidup dalam ketidakpastian

Ketakutan ini nyata bagi orang tua seperti Neri, seorang pekerja migran hilang kontak yang kini berlindung di Harmony Home Taiwan, sebuah organisasi nirlaba yang merawat bayi migran tidak terdaftar di negara tersebut.

Menurut Neri, begitu ia masuk rumah sakit di Taichung untuk melahirkan anaknya, ia langsung dilaporkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi (NIA).

"Di rumah sakit [kami] dijemput sama pihak NIA," kenang Neri. Karena ia baru melahirkan, NIA membiarkan mereka tinggal selama tiga bulan, namun ia tidak ingin kembali kepada mereka, jadi ia memutuskan kabur kembali.

Neri juga mengaku tidak pernah menjalani tes kehamilan karena takut dilaporkan dan ditangkap NIA.

Pekerja migran hilang kontak Neri. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
Pekerja migran hilang kontak Neri. (Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

"Secara hukum, institusi medis tidak diwajibkan melaporkan pekerja migran tidak terdaftar dan anak-anak mereka," kata Wang Guan-ting (王冠婷), direktur di Harmony Home Taiwan.

"Namun dalam praktiknya, sebagian besar tetap melaporkan, entah karena kekhawatiran akan kesulitan memantau pertumbuhan bayi atau karena takut rumah sakit mereka jadi tempat tujuan para migran kaburan lewat dari mulut ke mulut," kata Wang.

Dalam wawancara dengan CNA pada 14 Mei, Wang Yu-ling (王幼玲), wakil ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Taiwan, mendesak rumah sakit untuk mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak melaporkan migran tidak terdaftar yang mencari bantuan medis.

"Dalam perang, kalau ada prajurit dari negara musuh datang ke rumah sakit untuk mencari pertolongan medis, kamu tetap harus merawatnya," kata Wang Yu-ling.

"Kalau semua rumah sakit melaporkan migran tidak terdaftar, mereka akan terpaksa membeli obat bebas atau pergi ke tabib atau orang yang tidak punya izin praktik, yang malah memperburuk keadaan," tambahnya.

Hak universal?

Ketika ditanya mengenai sikap Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan terhadap pekerja migran tidak berdokumen yang mencari bantuan medis, Wakil Menteri Kesehatan Lue Jen-der (呂建德) mengatakan kepada CNA bahwa kementerian percaya "Hak atas kesehatan adalah hak asasi manusia universal dan tidak peduli apakah pasien adalah migran tidak terdaftar atau bukan."

"Kita harus melakukan yang terbaik untuk merawat siapa pun yang sakit agar mereka bisa sembuh," kata Lue.

Lue menambahkan, kementerian telah memulai pembicaraan dengan NIA untuk mencari jalan tengah antara hak asasi manusia dan penindakan terhadap migran ilegal, seperti larangan inspeksi di rumah sakit karena hal itu "Melanggar hak atas kesehatan."

Saat ditanya apakah kementerian telah memberikan panduan kepada rumah sakit terkait pelaporan pekerja migran tidak berdokumen yang mencari bantuan medis, Lue menjawab: "Itu bukan perhatian utama kami."

Sebagai tanggapan atas permintaan komentar CNA, NIA membantah telah melakukan inspeksi di rumah sakit dalam rangka mencari pekerja migran kaburan atau meminta rumah sakit melaporkan mereka atau anak-anak mereka.

"Namun, jika rumah sakit perlu memverifikasi informasi pribadi pasien asing untuk keperluan penilaian kesehatan dan meminta bantuan petugas NIA, maka sesuai hukum, NIA harus mengambil tindakan terhadap pasien yang teridentifikasi sebagai pekerja migran kaburan atau orang asing yang telah melewati masa berlaku visanya," ujar pihak NIA.

Berlomba dengan waktu

Karena takut dideportasi, sebagian besar pekerja migran meminta bantuan LSM seperti Harmony Home Taiwan untuk mengantar mereka atau anak-anak mereka ke rumah sakit yang sudah dikenal aman agar tidak dilaporkan, kata Wang Guan-ting.

Namun, hal ini bisa menunda pengobatan dan membahayakan kondisi anak-anak, katanya.

Yuli, seorang pekerja migran tidak terdaftar lainnya yang berlindung di Harmony Home Taiwan, menceritakan bahwa ketika anak perempuannya yang berusia delapan tahun, Mozha, jatuh sakit parah pada November 2021, ia harus menempuh perjalanan selama tujuh jam naik bus dari Lishan, Taichung ke Taipei untuk mencari bantuan LSM tersebut.

Perjalanan dari Lishan ke stasiun kereta terdekat atau ke Stasiun Kereta Cepat Taiwan (THSR) Taichung saja memakan waktu tiga jam. Belum lagi harga tiket THSR ke Taipei yang bagi Yuli sangat mahal. Jadi, ia naik bus antarkota ke Kabupaten Yilan dan melanjutkan dengan bus lain ke Taipei.

Perjalanan jauh ini tidak bisa dihindari karena, meskipun dibantu kenalan warga Taiwan, tak satu pun rumah sakit mau menangani Mozha, meski kondisinya sangat memburuk hingga tidak bisa membuka mata dan tak mampu bergerak, kata Yuli.

Setelah tiba di Taipei, Mozha didiagnosis menderita kanker otak di otak besar dan otak kecil. Ia kemudian menjalani empat kali operasi, dirawat di rumah sakit selama total enam bulan termasuk sembilan pekan di instalasi gawat darurat, serta menjalani kemoterapi panjang hingga Agustus 2023, menurut Yuli.

Mozha (di atas kereta bayi). (Sumber Foto : CNA)
Mozha (di atas kereta bayi). (Sumber Foto : CNA)
Mozha. (Sumber Foto : Harmony Home Taiwan)
Mozha. (Sumber Foto : Harmony Home Taiwan)
Yuli, ibu dari Mozha. (Sumber Foto : CNA)
Yuli, ibu dari Mozha. (Sumber Foto : CNA)

Mahalnya kesehatan

Karena pekerja migran tidak berdokumen dan anak-anak mereka tidak termasuk dalam program Asuransi Kesehatan Nasional (NHI) Taiwan, biaya medis mereka bisa sangat besar.

Dalam kasus Mozha, tagihan medisnya mencapai NT$2,26 juta (Rp1,439 miliar), yang sebagian besar akhirnya dibebaskan atau dikembalikan oleh Direktorat Jenderal Asuransi Kesehatan Nasional setelah menyatakan Mozha menderita "Penyakit atau cedera berat," kata Kuo Li-kai (郭立凱), seorang pengawas senior di Harmony Home Taiwan.

Kuo mengatakan bahwa karena kondisi Mozha yang kritis, organisasinya berhasil membujuk NIA untuk mengeluarkan izin tinggal melalui program khusus, yang memberinya akses ke cakupan NHI.

Namun bagi anak-anak migran tidak terdaftar lainnya, membayar tagihan rumah sakit menjadi beban besar bagi para pengasuh mereka.

Wang Guan-ting mengenang seorang bayi prematur yang dibantu Harmony Home Taiwan harus dirawat lebih dari sebulan, dan selama itu menjalani berbagai perawatan.

Hal ini membuat organisasinya berutang lebih dari NT$2 juta ke rumah sakit, yang hingga kini belum dapat dilunasi meski sudah mengadakan penggalangan dana.

Mengingat besarnya tagihan medis yang dapat ditimbulkan anak-anak migran tidak terdaftar, Kuo mengusulkan agar pemerintah memasukkan mereka dalam program NHI dengan membentuk dana khusus yang didukung iuran bulanan dari orang tua anak-anak tersebut serta donasi masyarakat.

Menyoroti bahwa Taiwan telah mengadopsi Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai hukum dalam negeri, Kuo menyatakan bahwa status orang tua mereka sebagai pekerja migran tidak berdokumen tidak boleh menjadi alasan untuk menolak hak anak atas kesehatan.

"Ini adalah dua hal yang berbeda," kata Kuo.

"Karena mereka lahir di Taiwan, mereka seharusnya menikmati hak yang sama seperti anak-anak Taiwan selama mereka berada di sini, meskipun suatu hari mereka mungkin kembali ke negara asalnya atau diadopsi."

Selesai/ML

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.