Taipei, 15 Mei (CNA) Toni, nelayan migran asal Indonesia yang pernah bekerja di salah satu pelabuhan Nanfang'ao, Yilan terkena leukimia akut dan membuatnya harus operasi segera untuk bertahan hidup, dengan biaya berkisar NT$500 ribu (Rp274 juta), sementara asuransinya telah diberhentikan, menurut rilis pers Serve the People Association (SPA).
Toni datang ke Taiwan dan bekerja sebagai nelayan lokal di Yilan selama satu tahun. Saat bekerja di laut, ia sering merasakan gangguan kelelahan, mimisa, dan gusi berdarah, membuat ia berpikir bahwa semua itu karena jadwal tidurnya sebagai pelaut yang tidak teratur, tulis pernyataan tersebut.
Saat sedang bekerja menangkap ikan, jarinya terjepit mesin dan dia dikeluarkan dari kapal dengan hanya menerima kompensasi kecelakaan kerja sebesar NT$2.000, sementara asuransi kesehatannya dihentikan dan ia harus membayar biaya operasi dari kantongnya sendiri, menurut SPA.
Tabungan Toni pun cepat habis sementara dia semakin lemah, tetapi dia tidak berani pergi ke rumah sakit karena tidak mempunyai uang, tulis rilis pers tersebut.
Pada Maret, saat berada di shelter (rumah singgah), Toni pingsan, dan segera dilarikan ke rumah sakit, lalu didiagnosa menderita leukemia limfoblastik akut (kanker darah di dalam sumsum tulang), menurut SPA.
Rilis pers SPA menyebutkan bahwa, dokter sempat memberi mereka peringatan kepada pendamping Toni bahwa situasinya cukup sulit diselamatkan dan menyarankan agar disiapkan metode pengangkutan jenazah dengan keluarga.
Toni pun mengerti pertanyaan ini. Dia hanya menundukkan kepalanya pelan dan tidak mengatakan apapun. Ketika ditanya tentang perasaannya saat sakit, ia menundukkan kepala, tersenyum dan berkata, "Aku belum menikah dan aku belum punya pacar. Apakah aku akan mati seperti ini?” tulis pernyataan tersebut.
Toni membutuhkan transplansi sel punca jika dia ingin bertahan hidup. Namun cara bertahan hidup ini, menurut perkiraan awal, akan menelan biaya lebih dari NT$500.000. Bagi sebuah keluarga di desa nelayan Indonesia, NT$500.000 adalah jumlah yang sangat besar dan sulit untuk diperoleh dua generasi.
Saat ini, Toni telah memulai kemoterapi tahap pertama. Ayahnya, yang tidak pernah ke luar negeri, naik pesawat ke Taiwan untuk pertama kalinya dan diam-diam tinggal di bangsal rumah sakit untuk merawat putranya yang sakit parah.
Fajar, ketua Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS) menghubungi CNA untuk memberitahukan mengenai rilis pers SPA juga sempat mengatakan bahwa ia dan beberapa teman organisasinya akan menjenguk Toni di shelter SPA Hsinchu pada Minggu (18/5).
“Kami, GANAS, dan SBIPT akan membantu juga untuk menggalang dana bagi Toni dan menyebarkan rilis pers dari SPA ini ke rekan-rekan PMI yang lainnya, agar Toni bisa terbantu,” ujar Fajar.
Selesai/IF/JC