Taipei, 15 Mei (CNA) Presiden Lai Ching-te (賴清德) mengatakan pada Rabu (14/5) bahwa pengoperasian kembali atau perpanjangan masa operasional reaktor nuklir terakhir Taiwan tidak dapat dilakukan tanpa "Tinjauan substantif," meskipun amandemen yang disahkan Selasa kemarin memungkinkan fasilitas nuklir memperpanjang masa operasionalnya hingga 20 tahun.
"Reaktor No. 2 di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Maanshan tidak dapat langsung diperpanjang atau segera dihidupkan kembali tanpa tinjauan substantif," kata Lai dalam rapat Komite Eksekutif Pusat Partai Progresif Demokratik (DPP), yang ia pimpin.
Presiden mengatakan bahwa Yuan Legislatif (Parlemen Taiwan) mengesahkan amandemen Undang-Undang Regulasi Fasilitas Reaktor Nuklir hanya empat hari sebelum reaktor tersebut dijadwalkan untuk dimatikan.
Di bawah revisi tersebut, operator pembangkit listrik tenaga nuklir diizinkan untuk mengajukan perpanjangan izin selama 20 tahun di luar batas 40 tahun yang ada, sehingga berpotensi memperpanjang masa operasi pembangkit hingga 60 tahun.
Lai menegaskan kembali bahwa reaktor di Kabupaten Pingtung akan dinonaktifkan pada Sabtu, menandai transisi resmi Taiwan menuju "Tanah air bebas nuklir" -- sebuah tujuan kebijakan dari pemerintahan DPP secara berturut-turut.
"Negara-negara di seluruh dunia memperlakukan keputusan nuklir -- apakah untuk mengakhiri, memperpanjang, atau menghidupkan kembali -- dengan prosedur ilmiah yang ketat, konsensus sosial yang substansial, dan alokasi anggaran besar," katanya kepada para pemimpin partai.
Lai mengatakan pemerintah tetap terbuka terhadap teknologi nuklir baru dan canggih, tetapi menegaskan bahwa setiap perubahan kebijakan di masa depan harus memenuhi tiga syarat, yaitu keselamatan, solusi limbah, dan konsensus publik.
Ia menambahkan bahwa DPP adalah "Partai politik yang demokratis dan bertanggung jawab" dan kekhawatiran tentang keselamatan nuklir harus diatasi dengan "Prosedur yang lebih ilmiah dan ketat."
Di Yuan Legislatif yang beranggotakan 113 kursi, oposisi utama Kuomintang (KMT) dan Partai Rakyat Taiwan (TPP) yang lebih kecil memiliki mayoritas 60 kursi, sementara DPP yang berkuasa memiliki 51 kursi. Dua kursi lainnya dipegang oleh anggota legislatif independen.
Pada Selasa, KMT dan TPP mendorong amandemen tersebut melalui Legislatif, mengalahkan DPP dengan suara 60 banding 51.
Anggota legislatif DPP menentang RUU tersebut karena kekhawatiran atas limbah nuklir, sementara legislator KMT dan TPP berpendapat bahwa perubahan tersebut memberikan fleksibilitas dan tidak menjamin perpanjangan operasi nuklir secara langsung.
Selesai/ML