Aktivis dan Organisasi Taiwan bagi sembako untuk ABK yang kena PHK

26/11/2024 14:34(Diperbaharui 26/11/2024 14:34)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Para ABK dan organisasi Taiwan yang memberikan sembako. (Sumber Foto : Kontributor pribadi)
Para ABK dan organisasi Taiwan yang memberikan sembako. (Sumber Foto : Kontributor pribadi)

Taipei, 26 Nov. (CNA) Sebanyak 32 paket sembako dibagikan di tiga tempat penampungan para anak buah kapal (ABK) di Keelung yang mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dari majikannya, Senin (26/11), diharap mampu penuhi kebutuhan ABK yang serba kekurangan.

Mengutip informasi yang diterima CNA, para ABK tersebut banyak yang ditampung di mes agensi dan juga organisasi dikarenakan tidak mempunyai uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, menurut informasi salah satu aktivis yang tidak mau disebutkan namanya ini.

Salah seorang aktivis yang kerapkali membantu menangani permasalahan ABK menuturkan pada CNA bahwa ia telah bertahun-tahun menjadi jembatan komunikasi antara ABK, majikan dan pemerintah untuk menyelesaikan masalah. 

Seperti yang pernah diberitakan oleh CNA sebelumnya, mantan Satgas (Satuan Tugas) KDEI bidang ketenagakerjaan ini menuturkan bahwa para ABK di-PHK karena bekerja di kapal musiman yang hanya menangkap cumi dan ikan layur. Saat musim selesai, mereka diputus kontrak dan susah mendapat majikan yang baru.

Baca berita sebelumnya di sini https://indonesia.focustaiwan.tw/society/202411225003

“Satu bulan tidak ada pemasukan, jadi ya berhenti kirim uang ke kampung halaman untuk keluarga. Saya punya dua anak yang masih sekolah. Sekarang berhenti dulu memberi nafkah kebutuhan sehari-hari karena di sini tidak ada pendapatan,” ujar Agus salah seorang ABK yang pernah diwawancarai CNA.

Aktivis mantan Satgas KDEI ini menjadi salah satu yang mempelopori bantuan untuk para ABK yang di-PHK, agar selama dalam menunggu pekerjaan baru dan tidak mendapat gaji, mereka bisa bertahan hidup di Taiwan.

Aktivis tersebut mengatakan bahwa pada hari Senin (25/11) pukul 11 pagi, ia dan beberapa organisasi di Taiwan melakukan kunjungan ketiga tempat yaitu di mes organisasi ADIPATI terdapat 12 ABK di daerah pelabuhan Badouzi, mes agensi yang terdapat 10 ABK terletak di pelabuhan Zhengbin dan satu mes lagi sebanyak 10 ABK di pelabuhan Changtanli. Semuanya berada di Keelung.

Para ABK Keelung yang mengambil sembako untuk kebutuhan sehari-hari. (Sumber Foto : Kontributor pribadi)
Para ABK Keelung yang mengambil sembako untuk kebutuhan sehari-hari. (Sumber Foto : Kontributor pribadi)

“Kita memberikan sembako berupa beras, minyak dan telur. Biasanya juga ada sayuran. Kami melakukan pembagian sembako ini sebulan sekali atau saat para ABK sudah kehabisan bahan makanannya,” ujar aktivis yang berasal dari Magetan ini menuturkan.

Aktivis yang pernah datang ke Taiwan sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) sektor perawat migran ini juga menekankan ada sekitar 32 ABK yang terdaftar dibantu oleh beberapa organisasi Taiwan. Adapun nama-nama organisasi yang membantunya antara lain, Taiwan Head Association for International, Keelung City Multicultural Development Association dan Wuji Yusheng Temple. 

Keelung City Multicultural Development Association berfoto bersama para ABK. (Sumber Foto : kontributor pribadi)
Keelung City Multicultural Development Association berfoto bersama para ABK. (Sumber Foto : kontributor pribadi)

“Sebenarnya ada banyak di Keelung ini ABK yang kena PHK sepihak, tetapi hanya 32 orang saja yang masuk dalam daftar kami.” Ujarnya.

Rata-rata para ABK tersebut telah menganggur selama satu hingga dua bulan, ujar aktivis yang menikah dengan warga Taiwan. Ia menyayangkan pemerintah masih belum melakukan perubahan terhadap sitem perekrutan ABK nelayan migran kapal jarak dekat atau ABK lokal ini. 

“Saya sebagai aktivis pernah melaporkan hal ini pada salah satu anggota DPRD Keelung dan meminta bantuan sembako kepadanya. Pernah juga pembagian sembako ini masuk berita dan mendapat perhatian Kementerian Ketenagakerjaan (MOL). Namun tidak semua majikan dan agensi mengikuti aturan.” Ujar aktivis yang telah tinggal di Taiwan selama 24 tahun ini.

CNA juga menghubungi wakil direktur Migrant Workers' Concern Desk (MWCD) Stella Maris Services di Taipei, Romo Hendrikus A. Ukat,CS atau yang biasa akrab disapa romo Arie ini menjelaskan bahwa PHK sepihak pada ABK ini sudah merupakan kasus lama semenjak 4 tahun lalu saat ia datang pertama kali di Taiwan.

Romo Arie (jubah putih slempang hijau tengah) bersama para ABK. (Sumber Foto : MWCD-Stella Maris Services)
Romo Arie (jubah putih slempang hijau tengah) bersama para ABK. (Sumber Foto : MWCD-Stella Maris Services)

Romo Arie menjelaskan bahwa organisasi tempat di mana ia melayani juga sering memberikan bantuan sembako pada para ABK tersebut, tetapi jumlah kasus tidak cenderung berkurang.

“Sebenarnya para ABK ini tidak tahu kalau mereka dipekerjakan di sini (Taiwan) hanya sebagai nelayan migran musiman. Kontrak yang mereka tanda tangani di Indonesia menyebutkan tiga tahun, tetapi kenyataannya di sini hanya enam bulan melaut kemudian diturunkan dan di-PHK.” Ujarnya.

“Surat pemutusan kontrak tersebut tertulis bahwa ABK menyetujui untuk mengakhiri kontraknya karena ingin pindah majikan dan agensi. Di dalam surat kontrak tersebut tidak ada tertulis bahwa kapalnya berhenti beroperasi. Jadi kalau diadukan ke MOL, tidak ada kata-kata PHK sepihak, yang ada hanyalah pengunduran diri,” tambahnya.

Menurut romo Arie, ia juga pernah melaporkan hal tersebut kepada MOL dan pejabat pemerintah yang bersangkutan. Beberapa agensi dan majikan setelah ditegur oleh MOL, mereka mulai melakukan perubahan seperti tidak lagi menampung ABK dengan jumlah yang banyak di mes agensinya, dan ada majikan yang mengizinkan ABK untuk tinggal di kapal dan memberikan bahan makanan hingga mereka mendapat majikan baru.

“Sebelumnya lebih parah, banyak ABK yang telah di-PHK sepihak ditampung di mes agensi dengan jumlah yang melebihi batas. Bahkan sampai ada ABK yang tidur di taman dan di depan pintu mes karena tempat tidak cukup, hingga ditegur polisi.” Ujar Romo Arie yang berdomisi di Taipei ini.

Romo Arie mengatakan bahwa permasalahan ABK ini harusnya menjadi perhatian khusus pemerintah agar memperbaharui sistem perekrutan ABK dan lebih memperhatikan aturan pemutusan kontrak sehingga para ABK ini tidak dirugikan. 

(Oleh Miralux)

Selesai/IF

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.