Semangat belajar di kalangan PMI (3): Fleksibilitas, komunikasi, dan lingkungan yang mendukung jadi kunci

14/09/2025 15:32(Diperbaharui 14/09/2025 15:32)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

(Sumber Foto : Dokumentasi CNA)
(Sumber Foto : Dokumentasi CNA)

Oleh Muhammad Irfan, Reporter Staf CNA

Akses pendidikan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Taiwan memiliki kekhasan, mulai dari keterbatasan waktu hingga lingkungan kerja yang kurang mendukung. Fleksibilitas, komunikasi pengajar–peserta didik, dan dukungan lingkungan menjadi kunci efektivitas proses belajar.

Peneliti Indonesia di bidang pendidikan teknologi dari National Tsing Hua University, Sandrotua Bali menyatakan karena kebanyakan peserta didik di Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di Taiwan adalah PMI dengan kesibukan tinggi, para tutor perlu memahami situasi masing-masing siswa.

Di salah satu kelas PKBM Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan, dari 14 siswa yang terdaftar hanya sembilan yang berhasil menamatkan Paket C, sementara sebagian besar yang berhenti adalah pekerja sektor nelayan.

“Ada beberapa orang yang memang tidak lanjut karena waktu, karena ada yang sebagian adalah nelayan.  Nelayan ini paling sering tidak bisa hadir di kelas karena misalnya ketiadaan internet, atau tidak diizinkan oleh majikan. Di luar itu lancar saja,” kata pria yang telah 10 tahun tinggal di Taiwan dan mengajar sosiologi di PKBM PPI Taiwan untuk sembilan tahun lamanya.

Oleh karena itu, kata Sandro, fleksibilitas dalam mengajar jadi penting. Misalnya, ketika ada tugas atau ujian, ia sebagai tutor memberi kelonggaran tergantung pada situasi para siswa.

Sementara itu, kata Sandro, komunikasi yang dijalin antara pengajar dengan peserta didik juga harus dibangun berdasarkan pemahaman satu sama lain. 

“Karena kondisinya (peserta didik) berbeda. Ada yang harus belajar di kamar mandi, ada yang harus sambil tutup selimut selama belajar daring, karena enggak diizinkan. Jadi (pengajar) harus tanya satu per satu karena kondisi tiap siswa berbeda,” kata Sandro.

Kendati demikian, Sandro menegaskan minat belajar di kalangan PMI sangat tinggi, sehingga tutor perlu mengapresiasi semangat itu sambil menciptakan suasana kelas yang menyenangkan.

“Misalnya saya mengajar sosiologi, karena sosiologi bicara soal kehidupan sosial maka harus disesuaikan dengan realita mereka agar lebih mudah dipahami. Mereka itu sangat antusias belajar, dan ketika kita mengajar dengan baik dan tulus kita semua pasti bahagia. Itu juga berkesan bagi saya sebagai tutor,” ucap Sandro.

Sementara itu, Kepala PKBM PPI Taiwan, Ananda Insan Firdausy sepakat dengan Sandro. Menurutnya karakteristik pembelajaran harus fleksibel dan disesuaikan dengan kondisi peserta didik. 

“Kebanyakan PMI dari siang sampai malam itu bekerja, makanya kelas kami daring biasanya dari jam 21.00 sampai 23.00. Setelah bekerja mereka masih harus belajar,” kata pria yang akrab disapa Nanda ini. 

Namun di lapangan, seringkali ada kejadian tak terduga misalnya setelah jam malam pun masih ada pasien yang harus dibantu oleh siswa. Hal ini menjadi salah satu situasi yang harus dipahami oleh para tutor.

“Jadi kami pengurus sekolah juga mengajak tutor untuk memahami situasi masing-masing siswa,” kata Nanda.

Selesai/ja

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.