Taipei, 23 Okt. (CNA) Peneliti asal Indonesia di Taiwan dari University of Western Australia, Ratih Kabinawa mengatakan pemerintah Indonesia bisa ambil bagian dalam menengahi situasi Taiwan-Tiongkok dengan dialog, terutama dalam merespons eskalasi militer Tiongkok di Taiwan.
Kepada CNA, Rabu (23/10), Ratih menyebut pemerintah bisa menginisiasi dialog jalur II atau closed-door track two dialogue baik dengan Taiwan dan negara ASEAN lainnya.
Dalam Hubungan Internasional, dialog jalur II merujuk pada praktik aktor non-negara yang menggunakan metode penyelesaian konflik, seperti lokakarya dan diskusi, untuk meredakan ketegangan antara pihak-pihak yang berseteru.
“Dasar pertimbangan dari dialog ini adalah untuk membahas rencana kontingensi jika keadaan di Selat Taiwan semakin memanas serta peningkatkan kapasitas kepercayaan bahwa Taiwan akan terus menjaga status-quo,” kata Ratih.
Indonesia juga bisa meningkatkan kapasitas militer dan pertahanan Indonesia yang bertujuan untuk melakukan evakuasi non-kombatan sebagai antisipasi dari risiko ancaman perang di Selat Taiwan.
Adapun upaya ketiga, bersama dengan negara anggota ASEAN, Indonesia bisa meningkatkan peran serta kapasitas ASEAN Humanitarian Centre dalam mengatasi isu krisis kemanusian tidak hanya karena bencana alam tetapi juga potensi perang.
Mengenai risiko yang mungkin Indonesia hadapi jika terlalu ikut campur dalam isu ini, Ratih menilai, risiko pasti akan selalu ada namun bagaimana kemudian Indonesia memaksimalkan diplomasinya kepada Tiongkok.
“Yang ditekankan adalah upaya-upaya diplomasi yang dilakukan adalah untuk kepentingan nasional Indonesia dalam menjaga keselamatan dan perlindungan WNI di luar negeri, termasuk di Taiwan.
Sebelumnya, pemerintah Taiwan melalui Perwakilan Taiwan di Indonesia menyampaikan pada Senin, agar Indonesia mendesak Tiongkok agar menghentikan "Provokasi militer yang tidak rasional" dan "Semua tindakan yang merusak perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan serta membahayakan keamanan wilayah laut dan udara di kawasan."
Baca di https://indonesia.focustaiwan.tw/politics/202410225001
Hal ini disampaikan oleh Kepala Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei (TETO) di Indonesia, John C. Chen (陳忠), melalui sebuah siaran pers hari Senin, sehubungan dengan latihan militer "Pedang Gabungan-2024B" yang diluncurkan Tiongkok di sekitar Taiwan pada 14 Oktober.
Chen mengatakan, Indonesia dan Taiwan adalah negara yang sama-sama menghormati demokrasi, hukum, kebebasan, dan hak asasi manusia, dan saat ini ada sekitar 400.000 warga negara Indonesia yang tinggal, belajar, serta bekerja di Taiwan.
Perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan sangat penting bagi keselamatan warga negara Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya di Taiwan yang berjumlah hingga satu juta, serta kepentingan perdagangan dan ekonomi negara-negara tersebut, kata Chen.
"Negara kami (Taiwan) menyerukan kepada Indonesia untuk menggunakan pengaruhnya sebagai negara pemimpin di ASEAN dan secara aktif mendesak Tiongkok untuk menghentikan provokasi sepihak dan tidak rasional, serta mendesak Tiongkok untuk menghentikan segala tindakan yang mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan dan tindakan yang meningkatkan ketegangan kawasan," ujar Chen.
CNA mencoba menghubungi Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk merespons pernyataan dari Taiwan ini. Namun hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan dari pihak terkait.
Selesai/JA