ANALISIS /Akademisi jabarkan apa yang perlu dilakukan Indonesia jika terjadi eskalasi di Selat Taiwan

14/10/2024 18:35(Diperbaharui 15/10/2024 15:22)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

(Sumber Grafis : CNA)
(Sumber Grafis : CNA)

Taipei, 14 Okt. (CNA) Sejumlah akademisi asal Indonesia yang berbasis di Taiwan memaparkan saran tentang apa yang perlu dilakukan pemerintah Republik Indonesia (RI) jika terjadi eskalasi di Selat Taiwan, setelah militer Tiongkok mengadakan latihan di sekitar Taiwan pada Senin (14/10).

Baca latar belakangnya Taiwan kecam latihan militer Tiongkok sebagai provokasi yang tidak rasional

Kepada CNA, R. Mokmahad Luthfi, pengamat politik dan hubungan internasional dari Universitas Al-Azhar Indonesia, menyebut pemerintah RI harus terus memonitor dengan seksama setiap latihan militer Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk memastikan bahwa latihan tersebut bukanlah samaran RRT untuk benar-benar menginvasi Taiwan. 

Bahkan Indonesia sebenarnya perlu menyampaikan keprihatinannya kepada RRT mengenai latihan militer yang melemahkan dan membahayakan keamanan dan perdamaian di kawasan, tambah Luthfi yang berbasis di Taipei.

“Saya berharap sebagai pemimpin alamiah di ASEAN, Indonesia dapat menggalang dukungan ASEAN dan negara-negara demokratis di kawasan untuk menyampaikan keberatan terhadap latihan militer RRT yang berisiko dapat menimbulkan kesalahpahaman dan rentan menjadi perang yang sesungguhnya,” kata Luthfi.

Sementara itu, kandidat doktor asal Indonesia di Program Doktoral Asia-Pasifik National Chengchi University (NCCU), Aswin Lin, menilai pemerintah RI perlu menyiapkan skenario evakuasi bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Taiwan dan mengalkulasi aset TNI yang tersedia untuk skenario ini.

“Apakah harus melibatkan komponen sipil, bahkan swasta? Seperti memobilisasi maskapai komersil untuk keperluan evakuasi,” kata Aswin kepada CNA.

Selain itu, ia juga menekankan hendaknya ada diplomasi antara Jakarta dengan kedua belah pihak, namun harus tetap dalam koridor menghormati Prinsip Satu Tiongkok.

“Perlu diingat bahwa kegagalan dalam operasi evakuasi akan berdampak secara politis bagi siapapun yang menjadi pemimpin Indonesia,” ucap Aswin.

Dampak bagi Indonesia

Kepada CNA, Aswin menyebut meruncingnya hubungan antara Beijing dan Taipei dapat berdampak signifikan terhadap Indonesia, baik dari sisi geopolitik, ekonomi, dan kehidupan masyarakat Indonesia di Taiwan.

Di tengah ketegangan Beijing-Taipei, kata Aswin, Indonesia perlu menjaga keseimbangan dalam hubungan dengan Tiongkok, yang merupakan mitra dagang terbesar, sekaligus memastikan stabilitas kawasan Indo-Pasifik tetap terjaga.

Baik Amerika Serikat dan aliansinya maupun Tiongkok akan menekan Indonesia untuk melakukan hal yang mungkin bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia, kata dia.
  
Ketegangan yang meningkat juga bisa memengaruhi kohesi ASEAN, mengingat negara-negara anggota mungkin memiliki pandangan yang berbeda dalam menanggapi eskalasi Beijing-Taipei, kata Aswin. 
 
Selain itu, kata dia, jika ketegangan meningkat menjadi konflik militer, masyarakat Indonesia di Taiwan, termasuk para pekerja migran, pelajar, dan profesional, akan terpengaruh secara langsung.

Aswin juga mengatakan dengan ratusan ribu Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Taiwan, ketidakstabilan politik dan ekonomi yang diakibatkan ketegangan di Selat Taiwan bisa berdampak pada ekonomi Indonesia. 

Menurut Aswin, jika terjadi konflik, ada kemungkinan penghentian kerja atau pemulangan massal PMI, yang akan berdampak pada devisa, dan “Sesampainya di Indonesia, belum tentu mereka secara otomatis terserap oleh lapangan kerja. Belum lagi efek pada keluarga mereka di Indonesia dari sisi finansial."
  
Aswin juga menekankan bahwa di sisi ekonomi, perlu dilihat Taiwan merupakan salah satu pusat manufaktur dunia, sehingga konflik dengan Tiongkok bisa mengganggu rantai pasokan global, termasuk barang-barang teknologi yang diimpor Indonesia.

Investasi juga akan terganggu karena ekonomi global yang tidak kondusif, tambahnya.

Taiwan tanggapi serius

Sementara itu, Luthfi, yang juga kandidat doktor di bidang kajian Asia Pasifik di NCCU mengatakan latihan militer "Pedang Gabungan-2024B" akan berlangsung dua hari, yaitu pada 14 dan 15 Oktober 2024. 

Seperti latihan "Pedang Gabungan-2024A" pada Mei, latihan ini merupakan latihan gabungan empat matra, yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Pasukan Roket Artileri, ungkapnya. 

“Apabila melihat dari media Tiongkok yang memublikasikan ilustrasi skenario latihan, RRT terlihat akan mengoperasikan mulai dari kapal induk, kapal perang berjenis destoyer, frigat, sampai kepada pesawat tempur, dan peluncur roket,” ucap Luthfi

Kendati demikian, tambahnya, pemerintah dan militer Taiwan telah mengantisipasi serta selalu memandang setiap latihan militer RRT sebagai sebuah ancaman serius, sehingga apa yang terjadi telah diperhitungkan dan latihan tersebut tidak akan tiba-tiba menjadi sebuah serangan sebenarnya ke wilayah Taiwan. 

Tidak heran kalau pemerintah Taiwan pada Senin pagi juga telah melakukan rapat keamanan nasional tingkat tinggi dan telah menyiagakan militernya, ucap Luthfi.

“Bahkan, Taiwan sendiri telah memiliki agenda latihan militer di tiga angkatan (darat, laut, dan udara) yang akan dimulai pada 28 Oktober sampai 1 November, yaitu latihan dengan kode 'Chang Tai' (AD), 'Hai Chiang' (AL) dan 'Tien Lung' (AU). Latihan militer Taiwan ini akan mengambil skenario bagaimana mempertahankan Taiwan dari serangan RRT tersebut,” tambah dia.

(Oleh Jason Cahyadi dan Muhammad Irfan )

Selesai/JA

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.