Taipei, 20 Nov. (CNA) Mahasiswi asal Indonesia, Fathiya Adiba, menerima penghargaan khusus dalam "Kontes Pidato Bahasa Mandarin Mahasiswa Asing" yang diselenggarakan National Dr. Sun Yat-sen Memorial Hall, yang berakhir Selasa sore (19/11).
Tiga pemenang teratas dalam kontes tersebut berasal dari Amerika Serikat: juara pertama Caleb William Locke Foust, diikuti John David Kaltenbach dan Camille Kathleen Byrne. Juara keempat diraih Peter Geert Albert Oortmann dari Belanda.
Sementara itu, ada enam penerima penghargaan khusus, yaitu Fathiya dari Indonesia, Manowang Warunee dari Thailand, Arisa Yabuta dari Jepang, serta Emily Eleanor Darlene, John Edward Kaulakis, dan Ethan Reiter dari AS.
Kepada CNA, Fathiya menceritakan bahwa ia mulai belajar bahasa Mandarin secara serius sejak masa perkuliahannya, yang masih ia tempuh di Universitas Indonesia sebagai mahasiswi Sastra Cina.
Fathiya, yang datang ke Taiwan sejak tiga bulan lalu untuk belajar bahasa Mandarin di Pusat Bahasa Mandarin National Chengchi University, mengatakan bahwa ia mendapatkan informasi tentang kontes Selasa dari guru kelasnya, yang merekomendasikannya ikut serta setelah melihat performanya di kelas.
Setelah itu, ia langsung memulai membuat rancangan naskah pidato dan dilanjut dengan latihan, di bawah bimbingan gurunya, kata Fathiya yang berasal dari Jakarta Barat.
"Pada awalnya aku tidak berekspektasi untuk memenangkan apa pun, hanya ingin memperlihatkan hasil jerih payah kerja kerasku, sehingga ketika dipanggil untuk mendapat penghargaan aku merasa sangat amat bersyukur," ujar Fathiya kepada CNA.
Kontes ini menyediakan lima topik pilihan untuk pidato sekitar lima menit, termasuk "Bertahan atau menyerah", "Berapa usia terbaik dalam hidup?", "Bagaimana memanfaatkan media sosial secara bijak", "Hal yang paling saya khawatirkan di Taiwan", dan "Pandangan saya terhadap tabu di Taiwan".
Fathiya sendiri memilih topik "Berapa usia terbaik dalam hidup?", karena terinspirasi dari dirinya sendiri, yang sering merasa panik dan terlalu khawatir akan masa depan sehingga lupa bersyukur akan keadaan saat ini, ia mengungkapkan.
Fathiya menyampaikan ia tersadarkan untuk lebih memerhatikan dan bersyukur dengan keadaan saat ini setelah membaca buku karya Haemin Sunim "Love for Imperfect Things" beberapa bulan lalu.
"Maka dari itu, dalam pidatoku, aku bercerita bahwa tidak peduli umur berapa pun, masa ini adalah masa yang terbaik dalam hidup kita. Masa lalu selalu terlihat lebih indah karena dilihat dari lensa nostalgia, dan andai-andaian masa depan tidak akan bisa tercapai jika kita tidak bertindak dari saat ini," kata Fathiya.
Fathiya mengutarakan bahwa ke depannya ia berencana untuk terus mendalami pembelajaran bahasa Mandarin dan memperbaiki kemampuan berbicara di depan umumnya.
Fathiya pun menyampaikan bahwa tips belajar bahasa Mandarin yang paling ia tekankan adalah untuk mempelajari betul dasar-dasarnya, terutama urutan guratan dan radikal, yang sangat membantunya menghafalkan karakter-karakter yang rumit.
"Aku berharap dengan penghargaanku teman-teman Indonesia lain juga dapat terinspirasi untuk mengikuti lomba pidato National Dr. Sun Yat-sen Memorial Hall merepresentasikan Indonesia," ujarnya.
"Kontes Pidato Bahasa Mandarin Mahasiswa Asing" tahun ini diikuti 60 mahasiswa asing yang berasal dari 17 negara, dengan dewan juri yang terdiri dari sejumlah profesor, menurut siaran pers National Dr. Sun Yat-sen Memorial Hall.
Hadiah dalam kontes ini adalah NT$20.000 (Rp9.786.418) untuk juara pertama, NT$16.000 untuk juara kedua, NT$12.000 untuk juara ketiga, NT$8.000 untuk juara keempat, dan NT$6.000 untuk penerima penghargaan khusus.
Peng Ni-se (彭妮絲), ketua juri dan profesor yang mengajar di Jurusan Pengajaran Bahasa Mandarin sebagai Bahasa Asing di Chung Yuan Christian University, mengatakan bahwa pidato-pidato yang dibawakan di kontes tersebut sangat bagus.
Ia berkomentar bahwa irama bicara para kontestan sesuai dengan isi pidato mereka, pelafalan intonasi bahasa Mandarin mereka dilakukan dengan baik, dan postur tubuh mereka menambah alur alami pidato tersebut.
Direktur Jenderal National Dr. Sun Yat-sen Memorial Hall, Wang Lan-sheng (王蘭生), mengatakan bahwa pidato adalah bentuk ekspresi yang tidak terikat pada format tertentu, dan mencakup pemahaman pembicara terhadap suatu topik, interaksinya dengan audiens, serta kemampuannya mengatur suasana.
Ke depannya, kata Wang, mereka juga akan mempertimbangkan untuk menambah kategori lomba pidato dalam bahasa Hokkien Taiwan, membuat para peserta asing dapat berinteraksi dan memahami budaya Taiwan melalui kontes ini.
(Oleh Chao Ching-yu dan Jason Cahyadi)
Selesai/JA