Pemerintah Taiwan diminta bergerak atas dugaan pelanggaran Walsin Lihwa di Indonesia

06/08/2025 18:25(Diperbaharui 07/08/2025 12:07)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Environmental Rights Foundation, Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, serta warga komunitas dan pekerja menggelar konferensi pers di Taipei, Selasa. (Sumber Foto : CNA, 5 Agustus 2025)
Environmental Rights Foundation, Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, serta warga komunitas dan pekerja menggelar konferensi pers di Taipei, Selasa. (Sumber Foto : CNA, 5 Agustus 2025)

Taipei, 6 Agu. (CNA) Sejumlah LSM hingga legislator Rabu (6/8) meminta pemerintah Taiwan bertindak atas dugaan pencemaran lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di anak perusahaan Walsin Lihwa Corp. di Indonesia.

Hal ini disampaikan dalam sebuah konferensi pers di Yuan Legislatif yang digelar perwakilan Environmental Rights Foundation (ERF), Aksi Ekologi & Emansipasi Rakyat (AEER), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Amnesty International, dan pekerja.

Baca juga: Walsin Lihwa diminta tanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan kecelakaan kerja di Indonesia

Johan Sappara, seorang pekerja di PT Walsin Nickel Industrial Indonesia (WNII), mengatakan bahwa para pegawai hanya diberikan masker bedah sebagai perlindungan terhadap udara beracun dan debu batu bara.

Ia juga mencatat bahwa keselamatan kerja diabaikan, tanpa penerapan prosedur standar yang layak dalam menangani kecelakaan akibat jatuh.

Johan menambahkan bahwa pabrik tersebut hanya memiliki satu toilet untuk 1.000 pekerja, yang sangat bau karena tidak memiliki pasokan air, dan area istirahat tidak memiliki sistem sirkulasi udara.

Dalam rilis pers, ERF menyebutkan bahwa perusahaan ini mengoperasikan pabrik peleburan nikel dan pembangkit listrik tenaga batu bara di Kawasan Industri Morowali Indonesia (IMIP) dan Kawasan Industri Weda Bay (IWIP).

Dalam konferensi pers Rabu, Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Eksekutif Nasional WALHI Sawung Rukmono menyatakan bahwa penambangan nikel telah menghancurkan ekosistem lokal, merusak ratusan ribu hektare hutan, dan menggusur wilayah permukiman serta tanah adat.

Sampel darah dari warga dan pekerja di Teluk Weda menunjukkan kontaminasi logam berat, begitu juga dengan ikan yang dikonsumsi masyarakat, ungkapnya.

Karena tambang-tambang tersebut berada di hulu sungai-sungai lokal, pembangunan dan deforestasi juga menyebabkan banjir parah setiap kali hujan turun, tambah Sawung.

Ia menyerukan kepada pemerintah Taiwan untuk menghentikan perusahaan tersebut dalam memperoleh nikel dari pemasok bermasalah, serta menghentikan produksi yang menyebabkan penggusuran wilayah adat.

Sun Hsin-hsan (孫興瑄), direktur Departemen Akuntabilitas Korporasi dan Urusan Internasional ERF, mengatakan perusahaan-perusahaan yang didanai Taiwan dan beroperasi di luar negeri terus terlibat dalam pelanggaran hak.

Hal ini mencerminkan kurangnya mekanisme pencegahan dan pemulihan yang efektif dari pemerintah, kata Sun, yang mendesak pemerintah memenuhi kewajiban internasionalnya dan melindungi hak mereka yang dirugikan di luar negeri.

Legislator Partai Progresif Demokratik (DPP) Chiu Chih-wei (邱志偉), dalam pernyataan tertulis yang dibacakan Sun, mencatat bahwa regulasi saat ini memungkinkan otoritas terkait untuk menolak proyek investasi perusahaan yang terlibat dalam pelanggaran konvensi internasional atau perselisihan ketenagakerjaan besar yang belum terselesaikan.

Namun, ia mengatakan bahwa mekanisme peninjauan saat ini kurang transparan dan tidak efektif, dengan persyaratan untuk menilai risiko HAM dan lingkungan masih dalam bentuk rancangan. Ia menyerukan pembentukan regulasi yang jelas dan dapat ditegakkan.

Sementara itu, legislator DPP lainnya, Lin Yueh-chin (林月琴), mengatakan bahwa pemerintah seharusnya mendirikan saluran resmi bagi korban di luar negeri untuk mengajukan keluhan serta mengharuskan perusahaan Taiwan yang bermasalah menyerahkan rencana perbaikan hak buruh dan mempublikasikan hasilnya.

Lebih lanjut, perusahaan harus segera menghentikan pembelian dari pemasok yang melanggar HAM dan merusak lingkungan, tambahnya.

Lin mencatat bahwa meskipun pemerintah telah mengusulkan Rencana Aksi Nasional tentang Bisnis dan HAM pada 2020, baru-baru ini mulai mewajibkan produsen dengan modal lebih dari NT$50 miliar (Rp27,3 triliun) untuk mengungkapkan uji tuntas dan tanggung jawab HAM dalam laporan keberlanjutan mereka.

Sebagai perbandingan, Jepang dan Korea Selatan telah memiliki rancangan undang-undang terkait yang sedang ditinjau parlemen, kata Lin, seraya meminta pemerintah mempercepat legislasi tentang tanggung jawab perusahaan atas HAM dan lingkungan.

Ia juga menyebut bahwa Chunghwa Post Co., Ltd., perusahaan pos milik negara, harus mencabut investasinya di Walsin Lihwa.

Anggota Departemen Peninjauan Investasi Kementerian Urusan Ekonomi, Yang Hui-min (楊惠閔) mengatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap masukan tentang amandemen regulasi terkait.

Peninjauan investasi bersifat lintas fungsi, dan jika otoritas terkait memiliki kekhawatiran bahwa investasi yang diusulkan dapat memengaruhi kepatuhan pemerintah terhadap perjanjian internasional atau melanggar konvensi yang berlaku, maka proyek tersebut tidak akan disetujui, menurut departemen itu, ujarnya.

Terkait dengan pencabutan investasi Chunghwa Post, hal tersebut harus memenuhi persyaratan hukum tertentu sesuai Undang-Undang Inovasi Industri, tambahnya.

(Oleh Lin Ching-yin, Wu Kuan-hsien, dan Jason Cahyadi)

Selesai/IF

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.