Taipei, 16 Apr. (CNA) Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) pada Selasa (15/4) melaporkan kasus pertama botulisme iatrogenik tahun 2025, melibatkan seorang wanita yang dirawat di rumah sakit setelah menerima suntikan botox dari penjual ilegal secara daring.
Wanita tersebut, yang berusia 40-an tahun, membeli toksin botulinum (botox) untuk keperluan kosmetik melalui platform daring, dan penjual datang langsung ke rumahnya di Taiwan utara pada akhir Maret untuk menyuntikkannya di dahi dan pipi, kata dokter CDC Lin Yung-ching (林詠青) dalam konferensi pers rutin di Taipei.
"Jalur [infeksi] ini berbeda dari kasus botulisme yang biasa terjadi akibat makanan,” ujar Lin.
"Sekitar tiga hari setelah suntikan, pasien mulai menunjukkan gejala khas botulisme, termasuk kesulitan menelan, sekresi air liur yang terganggu, kelopak mata yang turun, dan kelemahan otot," tambahnya.
Setelah mencari perawatan medis, ia dirawat di unit perawatan intensif (ICU) dan membutuhkan penggunaan ventilator, kata Lin, mencatat bahwa kasus tersebut dilaporkan sebagai botulisme yang dicurigai pada 29 Maret.
Meskipun hasil tes serum dan feses menunjukkan hasil negatif, Lin menjelaskan bahwa kasus ini tetap dikategorikan sebagai botulisme iatrogenik probable berdasarkan gejala klinis dan bukti epidemiologis.
Hasil tes yang negatif kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan pengambilan sampel, yang dilakukan lebih dari seminggu setelah penyuntikan, ujar Lin.
Juru bicara CDC, Lo Yi-chun (羅一鈞), mengatakan pasien mengajukan permohonan untuk menerima antitoksin dengan biaya sendiri sebesar NT$226.480 (sekitar Rp110 juta) untuk satu vial.
Setelah menerima pengobatan antitoksin, gejalanya membaik, dan ia dipindahkan keluar dari ICU ke ruang umum, di mana ia masih berada hingga Selasa, kata Lo.
"Jika kasus botulisme disebabkan oleh suntikan botox yang disengaja, pasien diizinkan untuk mengajukan pengobatan antitoksin, tetapi harus dibayar oleh pasien itu sendiri," kata Lo.
Menurut data CDC, telah ada delapan kasus botulisme iatrogenik di Taiwan sejak 2019, semuanya terkait dengan prosedur kosmetik.
Lo mengingatkan masyarakat bahwa dosis botox yang digunakan dalam prosedur medis atau kosmetik biasanya jauh di bawah ambang toksik, namun produk dari sumber yang tidak resmi dapat menimbulkan risiko kesehatan serius.
Penjual juga diduga melanggar setidaknya tiga ketentuan dalam Undang-Undang Urusan Farmasi, termasuk impor ilegal obat, penjualan obat secara daring tanpa izin, serta pelanggaran Undang-Undang Praktik Kedokteran karena tindakan penyuntikan dilakukan tanpa lisensi dokter.
CDC menyatakan pihak berwenang telah mulai mengumpulkan bukti dan melaporkan kasus ini ke kepolisian. Untuk menjaga integritas penyelidikan, identitas lebih lanjut seperti kota domisili atau kewarganegaraan pasien tidak akan diungkapkan.
Botulisme adalah penyakit parah yang menyebabkan kelumpuhan, disebabkan oleh toksin saraf yang diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum, menurut CDC, yang dapat ditemukan di tanah. Meski tidak menular, kasus alami botulisme umumnya berasal dari makanan yang terkontaminasi toksin tersebut.
Selesai/IF