Rayakan hari jadi, FOSPI: Makin solid perjuangkan perubahan

30/01/2025 15:35(Diperbaharui 30/01/2025 15:35)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Mudzakir, Ketua FOSPI (menggunakan ikat kepala) bersama Ketua KDEI Taipei, Arif Sulistiyo dalam acara peringatan ulang tahun FOSPI di Pingtung, 29 Jan 2024 (Sumber foto: KDEI)
Mudzakir, Ketua FOSPI (menggunakan ikat kepala) bersama Ketua KDEI Taipei, Arif Sulistiyo dalam acara peringatan ulang tahun FOSPI di Pingtung, 29 Jan 2024 (Sumber foto: KDEI)

Kaohsiung, 30 Jan. (CNA) Forum Silaturahmi Pelaut Indonesia-Pingtung Migrant Fishers Union (FOSPI-PMFU) merayakan hari jadinya yang ke-18 sebagai komunitas dan ketiga sebagai serikat yang mengadvokasi Anak Buah Kapak (ABK) Indonesia di Pingtung, Ketua FOSPI-PMFU, Mudzakir berharap usia yang baru ini menjadi refleksi bagi organisasi agar semakin solid memperjuangkan perubahan sistematis bagi ABK migran.

Melalui pernyataan yang diterima CNA, Mudzakir menyebut menjadi pelaut adalah salah satu pekerjaan yang paling berbahaya di seluruh dunia. 

Tidak jarang, anggota-anggota FOSPI-PMFU berhadapan dengan kecelakaan-kecelakaan mengerikan, kondisi pekerjaan yang berbahaya, tidak adanya akses untuk menerima perawatan medis, kekurangan makanan dan air minum, gaji yang tidak dibayar, serta jam kerja yang berlebihan di atas kapal, kata Mudzakir. 

FOSPI-PFMU hadir sebagai ruang advokasi mengingat apabila ABK bersatu dan bekerja sama dalam berorganisasi, memperkuat serikat, dan memperbesar pengaruh serta suaranya, maka ABK bisa meningkatkan keselamatan dan keamanan di lingkungan kerja serta mencegah terjadinya kecelakaan di laut, kata Mudzakir.
 
Menurut Mudzakir, kesulitan yang dialami pekerja ABK migran di Taiwan yang sudah berulang kali diliput dan dilaporkan, terutamanya perihal kondisi kerja yang mengerikan dan tidak pantas.

“Ini telah mendapatkan perhatian dari berbagai pihak di seluruh penjuru dunia,” kata dia.

Kondisi kerja tersebut antara lain termasuk kejadian-kejadian di mana ABK mengalami luka parah, seperti kehilangan jari ataupun anggota tubuh lainnya. Selain itu, banyak yang tidak dapat meminum air bersih ataupun mendapat makanan, serta menjadi korban kerja paksa dan pencurian gaji, ucap Mudzakir. 

Para ABK, kata dia, bahkan diperintahkan untuk tetap berjaga di atas kapal selama beberapa taifun yang terjadi tahun lalu. 

“Tidak hanya itu, banyak pula ABK yang terisolasi dari dunia luar dan tidak memiliki akses komunikasi, yang mengakibatkan mereka menjadi lebih rentan akan terjadinya pelanggaran atas hak-haknya,” ucap dia.

Kampanye Wi-fi

 
FOSPI-PFMU dan rekan-rekan dalam koalisi juga ikut aktif memperjuangkan kampanye Wi-Fi untuk ABK, termasuk Taiwan Association of Human Rights (TAHR), Stella Maris, Serve the People Association (SPA), Global Labor Justice (GLJ) dari Amerika Serikat, dan Pacific-Asia Resource Center (PARC) dari Jepang yang baru saja bergabung dalam koalisi tersebut, telah melakukan aksi-aksi kampanye baik secara lokal maupun internasional selama dua tahun terakhir. 

Organisasi masyarakat sipil (OMS) yang telah menjadi bagian dari kampanye tersebut akan terus mengerahkan usaha advokasi dan memperjuangkan hak-hak kesehatan, keselamatan, dan komunikasi melalui Wi-Fi di atas laut bagi ABK sembari merayakan ulang tahun FOSPI-PMFU yang ketiga. 

Sejarah singkat

FOSPI terlahir dari keinginan para ABK migran untuk membangun masjid di Pelabuhan Donggang serta membangun wadah di mana para pekerja migran asal Indonesia yang sedang berjuang di sektor perikanan Taiwan dapat mendukung satu sama lain 18 tahun yang lalu, kata Mudzakir.

Sejak masjid tersebut resmi dibuka pada tahun 2018, FOSPI telah memperluas fokusnya untuk melakukan advokasi bagi hak-hak ketenagakerjaan ABK migran. Pada tahun 2021, FOSPI secara resmi terdaftar sebagai serikat pekerja bernama PMFU agar dapat mewakili ABK migran dalam menjamin hak-hak ketenagakerjaan dasarnya ketika berlayar di laut lepas.
 
Menurut Mudzakir, pada awalnya, pihaknya menaruh perhatian pada aksi-aksi advokasi bagi para ABK secara perorangan, dan berusaha menangani kasus-kasus tersebut satu demi satu dengan dukungan dari organisasi seperti Stella Maris dan rekan-rekan lainnya. 

Pihaknya mengorganisasikan donasi, bermediasi dengan agensi dan pemilik kapal, serta membangun saluran-saluran pengaduan kepada lembaga pemerintahan. 

“Kami menyediakan tempat pengungsian, membantu para ABK yang ingin kembali ke tanah air, serta melakukan kegiatan advokasi bagi ABK yang belum dibayar agar bisa tetap tinggal di Taiwan sampai mereka dibayarkan gajinya. Tetapi, seiring dengan berjalannya upaya kami, kami kemudian menyadari bahwa ini tidak cukup. Kami sadar bahwa kami harus memperjuangkan perubahan sistematis,” kata Mudzakir menilai pentingnya sebuah serikat.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/JA

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.