Taipei, 21 Jan. (CNA) Pada Kamis (16/1), Kadir, analis ketenagakerjaan di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei menerima kunjungan akademisi dari National Chung Cheng University (NCCU) dan Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) untuk membahas peningkatan hak dan kesejahteraan anak buah kapal (ABK) jarak jauh, menurut sebuah rilis pers KDEI.
Selain itu, pertemuan tersebut juga membahas mengenai tata kelola penempatan dan pelindungan ABK, dan rencana pembaruan CBA (Collective bargaining agreement) versi 2 yang telah digagas SPPI pada tahun 2022 lalu, tulis keterangan tersebut.
Melalui laman resminya, KDEI juga menyebut pertemuan tersebut membahas pula masalah biaya penempatan dan perlunya transparansi dalam tata kelola, serta kabar terbaru perubahan kelembagaan yakni adanya Direktorat Penempatan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran pada Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI).
Dalam wawancaranya bersama CNA melalui pesan singkat, Kadir mengomentari mengenai pertemuan tersebut. Ia berharap agar para pekerja kapal jarak jauh juga bisa tercatat secara komuterisasi, seperti pekerja migran sektor yang lain.
“Ke depan kita mendorong penempatan ABK kapal jarak jauh agar pengiriman tenaga kerjanya sesuai regulasi yang berlaku di Indonesia, yaitu terdata dalam Sistem Komputerisasi Sisko P2MI serta mekanismenya terintegrasi melalui proses endorsement KDEI Taipei, sebagaimana pada 7 jabatan ketenagakerjaan lainnya.” Ujar Kadir.
Sementara itu, SPPI melakukan diskusi dengan KDEI di Taipei mengenai kebijakan perlindungan dan penempatan awak kapal yang bekerja di kapal milik Taiwan. Dalam pembahasannya, juga ditekankan pentingnya penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Taiwan yang melibatkan Civil Society Organizations (CSO) dan SPPI, menurut keterangan rilis pers SPPI.
Ilyas Pangestu, Ketua SPPI, berharap agar MoU antara Indonesia dan Taiwan mengenai tata kelola perlindungan dan penempatan awak kapal perikanan jarak jauh segera dilaksanakan, saat dihubungi CNA.
Seperti yang pernah ditulis oleh CNA sebelumnya, ABK kapal jarak jauh lebih banyak mengalami PHK sepihak dan deportasi. Baca berita sebelumnya di sini https://indonesia.focustaiwan.tw/society/202411135006
Salah satu narasumber ABK jarak jauh yang bernama Bowo (nama samaran) pernah menuturkan kepada CNA bahwa dirinya sering mengalami kesulitan karena tidak mempunyai Kartu Izin Tinggal Alien (ARC) seperti ABK lokal yang biasa disebut pekerja kapal resmi lokal Taiwan.
“Kalau mereka (ABK lokal) ada ARC, kalau kita (ABK kapal jarak jauh) izin tinggal harus diperbaharui setiap bulan. Saya tidak tahu mengapa tiba-tiba izin saya tidak diperbaharui, sehingga nasib saya terlunta-lunta tinggal di kapal. Saya tinggal di kapal terus tetapi gaji belum dibayarkan waktu itu,” sambung Bowo menjelaskan.
Melalui CNA, Bowo berharap agar pejabat setempat baik pemerintah Indonesia maupun pemerintah Taiwan dapat mendengar harapannya agar ia bisa segera kembali bekerja di Taiwan, setelah mendapat PHK sepihak dan tidak dipulangkan ke Indonesia.
Selesai/JA