Taipei, 14 Jan. (CNA) International Migrant Alliance (IMA) dan Center of Indonesian Trade Union menyebut pemerintah Indonesia mesti membenahi permasalahan yang dialami Pekerja Migran Indonesia sebelum menambah target pengiriman PMI di tahun ini, menanggapi rencana Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Kepada CNA, Ketua IMA Eni Lestari Andayani menyebut program pengiriman migran dari Indonesia sudah dimulai sejak zaman Presiden Soeharto di tahun 1980-an. Ini merupakan jawaban pemerintah karena industrialisasi yang dilakukan tidak bisa memecah masalah pengangguran di pedesaan.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan fokus pada pengiriman pekerja migran sektor formal saja karena terlalu banyak kasus yang menimpa PMI sektor informal dan mempermalukan negara di kancah internasional.
Namun, meskipun bisa dilakukan, diakui Eni hal ini sulit diwujudkan karena permintaan negara penerima yang tinggi pada kebutuhan PMI sektor rumah tangga seiring sejumlah negara yang memiliki masyarakat tua bahkan super tua seperti Taiwan.
Tujuan pemerintah meningkatkan jumlah ini tentunya karena kebutuhan negara menyerap devisa dari sejumlah sumber. Adapun sumber yang paling potensial saat ini, kata Eni, adalah dengan memberangkatkan pekerja migran.
“Yang sangat mengenaskan mereka sudah mengatakan dari pengiriman uang migran itu sudah mengisi 10 persen APBN. Mengirim pekerja migran jadi alternatif pemasukan,” kata Eni.
Sayangnya masih banyak permasalahan yang menimpa PMI di luar negeri. Dalam kunjungan 12 harinya ke Taiwan ia mendengar banyak keluhan dan masalah kelebihan biaya keberangkatan (overcharging) masih menjadi salah satu problem utama.
Eni menyebut selama ini ketika berbicara pekerja migran pemerintah hanya bicara soal angka namun lupa membenahi dan mendengarkan keluhan dari para pekerja ini.
Menurut Eni, menteri baru memang sudah menggelar sejumlah kunjungan untuk mengetahui nasib para PMI, sayangnya kunjungan ini tidak menyentuh langsung akar permasalahan karena pertemuan hanya dilakukan dengan kelompok-kelompok di dalam negeri.
“Tapi mereka lupa bahwa PMI-nya masih bekerja di luar negeri. Program yang diciptakan harus memperhitungkan bukan hanya tenaga kerja tapi komposisi HAM-nya juga biar tahu bentuk penghargaan apa yang harus diberikan,” ucap Eni.
Senada, Rudi Hartono Daman dari Center of Indonesian Trade Union mengatakan selain bicara soal keberangkatan pemerintah juga harus memikirkan pemenuhan hak baik PMI yang berangkat dan keluarga yang ditinggalkan di Indonesia.
Selain itu, kebutuhan dasar PMI sebagai manusia dan mengakui status mereka sebagai buruh juga perlu sebelum memperbaiki kebijakan yang ada saat ini.
Harus mengirim tenaga kerja ke luar, oke, tapi diberi kebebasan. Harus betul-betul memangkas masalah yang dikeluhkan,” kata Rudi.
Selesai/ML