Taipei, 22 Des. (CNA) Koordinator Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS) Fajar menyebut kelebihan biaya penempatan yang menimpa Pekerja Migran Indonesia di Taiwan menyebabkan permasalahan sosial, disampaikan Fajar dalam diskusi daring Memperingati Hari Pekerja Migran Internasional 2024 yang digelar kolektif oleh sejumlah perkumpulan pekerja migran di Taiwan, Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Makau, Minggu (22/12).
Pada diskusi yang mengusung tema "Suara Akar Rumput Perempuan Pekerja Migran Menyoal Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri" Fajar menyebut untuk kelebihan biaya penempatan yang dimonopoli agensi menyebabkan pekerja terjerat hutang yang besar. Jumlahnya bahkan bisa sampai Rp100 juta rupiah.
Padahal biaya penempatan bagi PMI sektor informal menurut Pemerintah Indonesia berjumlah total dengan biaya maksimal Rp9.622.000 hingga Rp12.328.977.
"Hal ini bikin masalah sosial makin tinggi seperti kaburan, prostitusi, tindakan kriminal yang terjadi pada PMI resmi dan kaburan," kata Fajar.
Fajar menyebut saat ini pekerja migran sektor informal seperti perawat rumah tangga tidak berada di bawah UU Ketenagakerjaan Taiwan, sehingga berdampak pada kesetaraan gaji mereka. Saat ini, kata Fajar, pekerja sektor formal akan mengalami penyesuaian gaji ke angka NTD28.500 (Rp14.201.422), sementara pekerja informal hanya NTD20.000. "Selisihnya mencapai 42,9 persen," kata Fajar.
Oleh karena itu ia berharap ke depan pemerintah Taiwan bisa menyetarakan pekerja rumah tangga untuk masuk ke dalam UU Ketenagakerjaan. Sementara itu, pemerintah Republik Indonesia juga harus tegas pada monopoli dan penyelewengan yang dilakukan oleh agensi dan berdampak negatif pada para PMI. Menurut dia, peran dan komitmen pemerintah dalam hal ini akan menunjukkan kedaulatan pemerintah RI pada warganya, dan tidak diintervensi oleh kepentingan bisnis pihak tertentu seperti saat ini.
Selain itu, Fajar juga mengkritisi adanya keberangkatan tanpa pembekalan yang cukup bagi PMI sehingga, karena ketidaktahuannya, sering mengalami permasalahan di tempat kerja.
Buruknya, kata Fajar, ketika mereka mengalami permasalahan, mereka takut kehilangan kerja, tidak tahu haknya, dan jadi rentan dieksploitasi.
Menutup sesinya, Fajar pun meminta semua PMI di mana pun berada untuk solid dan terus berjuang dalam menuntut hak-haknya.
Selain Fajar, beberapa perwakilan yang ikut menyampaikan pandangannya adalah Novia Arluma, koordinator IPPMI Singapura; Binti Rosidah, wakil ketua Persatuan Pekerja Rumah Tangga Indonesia Migran (Permitig) di Malaysia; dan Ratih, ketua UUDW Hong Kong.
Selesai/ML