Taipei, 30 Okt. (CNA) Kadir, analis bidang ketenagakerjaan KDEI mengharapkan agar anak buah kapal (ABK) yang bekerja di beberapa titik pelabuhan di seluruh Taiwan untuk dievakuasi ke daratan menjelang kedatangan Taifun Kong-rey, ujarnya menanggapi CNA.
Peringatan laut telah dikeluarkan Direktorat Jenderal Cuaca Pusat (CWA) pada pukul 5.30 sore hari Selasa (29/10), sementara itu peringatan darat dikeluarkan CWA pukul 5.30 Rabu pagi untuk Kabupaten Taitung dan Semenanjung Hengchun, masing-masing di Taiwan timur dan selatan.
Pemerintah daerah di seluruh kota dan kabupaten utama Taiwan juga telah mengumumkan libur sekolah dan kerja pada hari Kamis.
CNA juga menghubungi seorang pekerja migran Indonesia yang bekerja di sebuah perkebunan di Taitung. Sodik (nama samaran) mengatakan pada CNA bahwa hari Rabu, ia bersama majikannya menuju Tainan untuk bekerja di sana dan akan kembali malam hari ke Taitung. Saat CNA menanyakan apakah Kamis diliburkan, ia pun menjawab libur.
Di wilayah Pingtung di mana para ABK asal Indonesia banyak bekerja, CNA mendapatkan informasi bahwa para ABK masih seperti biasa harus menjaga kapal agar talinya tidak terputus dan bertabrakan, ujar Yogi, wakil ketua serikat Forum Silaturahmi Pelaut Indonesia (FOSPI).
“Dari dulu jika ada taifun , kami (ABK) tetap diharuskan untuk menjaga kapal, malah tidak boleh meninggalkan kapal. Kami tidak tahu apakah ada peraturan yang mengharuskan ABK dievakuasi saat taifun. Kalau dievakuasi pun mau dievakuasi ke mana, karena tempatnya terbatas. Semua ABK dari kapal yang kecil (CT2 dan 3) maupun besar (CT 4 dan 5) harus tetap berjaga-jaga.” Ujar Yogi saat dihubungi CNA melalui sambungan telepon langsung.
Sementara itu, Kadir, analis bidang ketenagakerjaan KDEI, menyatakan harapan yang sama seperti yang pernah ia ungkapkan saat Taifun Khraton melanda Taiwan awal bulan Oktober. Kadir mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berulang kali menyampaikan imbauan agar tetap waspada demi keselamatan sebagai prioritas dalam menghadapi Taifun.
Mengenai keselamatan ABK yang bekerja di pelabuhan, Kadir menyarankan agar mereka (ABK) dapat menyampaikan pada majikan jika pekerjaan tersebut beresiko dan meminta agar mereka dievakuasi ke daratan.
Kadir merujuk pada penjelasan Amandemen Standar Penilaian Rencana Layanan Perawatan Pekerja Migran Direktorat Jenderal Pengembangan Tenaga Kerja, akomodasi ABK nelayan harus diikuti ketika pemerintah di semua tingkatan menerapkan langkah-langkah tanggap bencana, berdasarkan Undang-Undang Penanggulangan dan Penyelamatan Bencana.
Perintah evakuasi dikeluarkan dimana kapal penangkap ikan berada, pekerja migran harus bekerja sama dengan pemerintah daerah atau pemberi kerja untuk tempat pemukiman sementara yang direncanakan, ujar Kadir.
Tempat pemukiman sementara yang disiapkan pemberi kerja harus memiliki tempat istirahat yang layak, fasilitas sanitasi, dan persediaan makanan yang memadai, tambahnya.
Menurut pernyataan yang sempat dikeluarkan Direktorat Jenderal Perikanan (FA) menyatakan bahwa pemilik kapal yang membuat sejumlah ABK migran Indonesia tetap berada di kapal saat Taifun Krathon melanda bisa didenda hingga NT250.000 (Rp120.591.132).
FA juga pernah mengeluarkan pernyataan bahwa “Prinsip penanganan Kapal Perikanan yang Masuk Pelabuhan dan ABK untuk Menghindari Angin Saat Taifun” menyebutkan bahwa untuk kapal penangkap ikan di atas 100 ton, harus ada awak kapal yang cukup untuk tinggal di atas kapal dan memperkuat operasi penambatan.
Namun, menurut panduan tersebut, jika kekuatan angin topan meningkat, pusat tanggap bencana pemerintah setempat harus menilai apakah awak kapal mesti pergi ke darat untuk berlindung, dan perintah untuk berlindung ke darat harus dikeluarkan kapten.
Untuk kapal penangkap ikan sedang dan kecil dengan berat 100 ton ke bawah, semua anggota awak harus pergi ke darat untuk berlindung dari taifun, menurut panduan tersebut.
Selesai/JA