WAWANCARA /Bayar job sebesar Rp 63 juta untuk kerja di pabrik, PMI ini malah dipekerjakan di sektor konstruksi

17/07/2024 20:13(Diperbaharui 20/08/2024 20:26)
Budi (nama samaran) saat datang ke kantor CNA untuk melakukan wawancara. (Sumber Foto : CNA Taipei, 14 Juli 2024).
Budi (nama samaran) saat datang ke kantor CNA untuk melakukan wawancara. (Sumber Foto : CNA Taipei, 14 Juli 2024).

Oleh Miralux, reporter staf CNA

Sebut saja Budi (nama samaran), pekerja migran asal Jawa Tengah ini menuturkan kepada CNA bahwa ia adalah korban pelanggaran kasus job (pekerjaan) yang tidak sesuai dengan kontrak kerjanya.

Budi, yang datang ke Taiwan pada tanggal 10 Juni 2024 dan mulai bekerja pada tanggal 12 Juni, mengungkapkan bahwa ia merasa kaget saat pertama kali bekerja, karena ternyata pabrik tekstil tempatnya bekerja yang ditulis pada Perjanjian Kontrak (PK) hanya untuk absensi saja. Ia pun harus menuju tempat lain untuk bekerja di sektor konstruksi di wilayah Taichung.

Sektor konstruksi tersebut adalah pembangunan sebuah pabrik. Budi juga dipekerjakan tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai standar.

"Tidak ada perlengkapan untuk keamanan. Alat bantu bekerjanya tidak ada, misalkan sarung tangan kita harus mencari sendiri, bahkan saya mencari di tong sampah dan itu sudah tidak layak," ujar Budi menuturkan kisahnya.

Tak hanya itu saja, kata Budi, setiap ia selesai bekerja, ia harus membawa luka-luka di badannya.

Pekerjaannya setiap hari harus memegangi besi balok untuk pondasi pabrik yang diangkat dengan forklift, dan dirinya harus memegangi balok tersebut hingga ke atas, Budi menyampaikan.

Ia mengungkapkan bahwa ia semakin khawatir karena tidak memiliki pengalaman bekerja di sektor konstruksi sebelumnya. Ditambah lagi karena resiko kecelakaan kerja yang tinggi, akhirnya ia pun memutuskan untuk melapor ke 1955 setelah hampir 1 bulan bekerja.

"Sebenarnya saya ingin bertahan saja mengingat ada utang yang harus saya bayar untuk biaya job saat saya masuk PT di Indonesia sekitar Rp 63 juta. Saya awalnya ingin tetap bekerja di sana (sektor konstruksi), tak peduli jika job-nya berbeda dengan kontrak. Namun ketika saya melihat resiko yang harus dihadapi, kemungkinan besar rentan dengan kecelakaan dan saya selalu menderita luka-luka setiap hari, maka saya beranikan diri untuk melapor," ujar Budi yang sudah berkeluarga ini.

Selain melapor pada 1955, ia juga melapor pada organisasi TIWA (Taiwan International Workers Association) melalui organisasi GANAS (Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas), hingga akhirnya Budi dijemput dan ditampung di shelter TIWA.

Tak hanya mengeluhkan mengenai job yang berbeda, Budi juga mengeluhkan banyaknya potongan dan biaya lain yang harus ia bayarkan.

“Biaya job saat di Indonesia lewat sponsor saya harus membayar Rp 63 juta. Kemudian di Taiwan saya harus mendapat potongan China Trust sebesar Rp7.900 selama 7 bulan, agensi hanya memberi tahu biaya ini untuk proses administrasi di Taiwan. Awal kedatangan, agensi bilang saya mendapatkan fasilitas asrama. Namun ternyata hanya sampai tanggal 18 Juni saja,” ujarnya.

“Agensi sendiri berkata bahwa asrama tersebut seperti kandang babi. Setelah itu saya harus tinggal di luar dengan biaya sewa sendiri. Saya tidak punya uang untuk makan, dan agensi meminta saya untuk berutang dengan majikan sebesar NT$6.000 untuk biaya makan,” ujar Budi menambahkan.

Saat ditanya CNA bagaimana respon majikan dan agensi setelah Budi melapor kepada pemerintah dan organisasi, ia pun berkata sempat mendapat intimidasi dari pihak PT di Indonesia. Ia dipaksa harus mencabut laporan tersebut.

"Dari pihak PT menekan saya untuk mencabut laporan tersebut, bahkan memberi tawaran untuk diberikan pekerjaan baru yang sesuai dan dikembalikan uangnya. Namun mereka tidak mau menandatangani pernyataan bahwa mereka melakukan kesalahan. Agensi juga kemungkinan melaporkan kepada majikan, sehingga saya tidak diperbolehkan lagi membawa HP saat bekerja," kata Budi.

Kasus Budi tak hanya menimpa dirinya saja, ia juga mengungkapkan bahwa ada tiga temannya yang juga mengalami hal yang sama.

"Ada 3 orang yang bersama saya juga job-nya tidak sesuai dengan kontrak kerja. Bahkan mereka pernah dipekerjakan di sawah, padahal job-nya di pabrik tekstil," ujarnya.

Hingga berita ini dirilis, Budi masih belum diberi kepastian oleh pihak agensi maupun majikan mengenai pembayaran gajinya.

"Saya hanya menunggu mediasi selanjutnya. Harapan saya agar bisa dipekerjakan di bidang yang sesuai yaitu pabrik. Saya tidak mau dipulangkan ke Indonesia karena masih ada utang yang harus saya bayarkan, yaitu biaya job," ujar Budi menutup wawancara.

Bagi Anda yang mempunyai masalah seputar ketenagakerjaan atau mengalami perlakuan seperti narasumber di atas, silahkan melaporkan ke hotline Kementerian Ketenagakerjaan Taiwan 1955 (ada layanan Bahasa Indonesia) atau menghubungi GANAS 0931068550 ganascommunity888@gmail.com atau menghubungi KDEI sesuai nomor telepon di bawah ini.

Nomor telepon pengaduan KDEI Bidang Ketenagakerjaan.
Nomor telepon pengaduan KDEI Bidang Ketenagakerjaan.

Selesai/JC

Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.