Taipei, 16 Juli (CNA) Sebuah kelompok yang didirikan oleh imigran generasi kedua pada hari Minggu (14/7) akan berfokus pada pelayanan komunitas imigran baru Taiwan yang berjumlah lebih dari 1 juta orang dengan mendorong kebijakan yang dapat membantu mereka, kata ketua kelompok tersebut.
Taiwan Immigration Youth Alliance (TIYA) dibentuk oleh anak-anak dari orang tua yang datang ke Taiwan dari Tiongkok dan negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Malaysia, kata Ketua TIYA Nadia Liu (劉千萍) di Taipei.
Liu, yang ayahnya orang Taiwan dan ibunya orang Vietnam, mengatakan kepada CNA bahwa dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah meluncurkan kebijakan untuk membantu imigran generasi kedua dalam beradaptasi dengan masyarakat Taiwan, seperti pelatihan kerja dan kursus bahasa yang disubsidi oleh Dana Pengembangan Imigran Baru.
"Namun, pemberdayaan dan kepedulian seperti apa yang sebenarnya kita butuhkan? Kami jarang memiliki kesempatan untuk berpartisipasi (dalam diskusi-diskusi tersebut)," kata Liu (26) kepada CNA pada hari Senin.
Meskipun berbicara Mandarin dengan fasih, Liu mencatat bahwa ia dan teman-temannya membutuhkan jenis dukungan lainnya, seperti membantu orang tua imigran mereka beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari di Taiwan, serta perencanaan pendidikan dan karier mereka sendiri.
Perkiraan mengenai bahwa ada sekitar 600.000 warga negara asing telah berimigrasi ke Taiwan karena pernikahan lintas negara, Liu, salah satu dari lebih dari 500.000 imigran generasi kedua, mengatakan bahwa ia dan rekan-rekannya di TIYA melihat kebutuhan untuk mendirikan sebuah kelompok untuk memberi mereka suara dalam isu masyarakat dan mengadvokasikan kebijakan yang terkait dengan komunitas mereka.
"Taiwan sangat membutuhkan suara muda dengan perspektif imigran," katanya.
Bahkan sebelum TIYA didirikan pada hari Minggu, anggota-anggotanya dan kelompok-kelompok sosial mengadakan konferensi pers pada tanggal 1 Juli untuk menyatakan kebutuhan untuk mengadakan sidang publik dan memasukkan lebih banyak masukan dari kelompok-kelompok sosial tentang isu yang terkait dengan rancangan undang-undang untuk melindungi hak-hak imigran baru yang sedang ditinjau oleh Yuan Legislatif (Parlemen Taiwan), kata Liu.
Menurutnya, beberapa anggota Parlemen mengatakan bahwa pihak berwenang hanya harus membantu mereka belajar bahasa lokal, seperti Mandarin dan Taiyu, tetapi tidak mempelajari bahasa negara orang tua imigran mereka.
Liu berpendapat bahwa pola pikir ini tidak mendorong promosi kesetaraan multikultural di Taiwan, dan ia meminta adanya lebih banyak konsultasi dengan kelompok-kelompok sosial terkait rancangan undang-undang tersebut.
Selain advokasi kebijakan, Liu juga berharap agar melalui kegiatan yang diinisiasi oleh anggota TIYA, orang-orang di Taiwan akan semakin kecil kemungkinannya untuk melihat orang lain dengan latar belakang imigran sebagai orang yang berbeda.
"Tujuan akhir kami adalah untuk menghilangkan lingkungan diskriminasi dan stigmatisasi yang disebabkan oleh prasangka terhadap negara-negara tertentu," kata Liu, yang bekerja sebagai asisten peneliti di Jurusan Sosiologi National Taiwan University.
Mengingat populasi imigran generasi kedua yang semakin bertambah, sangat penting untuk memiliki organisasi yang didirikan oleh anggota komunitas dan terlibat dalam advokasi jangka panjang di Taiwan, kata Alvin Chang (張育萌), Direktur Manajemen Taiwan Youth Association for Democracy (TYAD).
Sebagai anggota Dewan Penasihat Pemuda Yuan Eksekutif, Chang mengatakan bahwa di masa lalu anggota TIYA telah memberinya perspektif pemuda imigran, dan ia berharap di masa depan akan ada lebih banyak kerja sama dan pertukaran antara TYAD dan TIYA.
Selesai/ ML