Presiden Lai serukan perdamaian pada peringatan PD II dengan kunjungan ke Makam Pahlawan

03/09/2025 15:13(Diperbaharui 03/09/2025 17:40)

Untuk mengaktivasi layanantext-to-speech, mohon setujui kebijakan privasi di bawah ini terlebih dahulu

Presiden Lai Ching-te (kiri) dan Wakil Presiden Hsiao Bi-khim (tengah) menghadiri upacara peringatan di Makam Pahlawan Revolusi Nasional di Taipei pada Rabu. (Sumber Foto : CNA, 3 September 2025)
Presiden Lai Ching-te (kiri) dan Wakil Presiden Hsiao Bi-khim (tengah) menghadiri upacara peringatan di Makam Pahlawan Revolusi Nasional di Taipei pada Rabu. (Sumber Foto : CNA, 3 September 2025)

Taipei, 3 Sep. (CNA) Presiden Lai Ching-te (賴清德) pada Rabu (3/9) menyerukan kepada negara-negara untuk menjaga perdamaian serta mendorong kebebasan dan demokrasi saat Taiwan memperingati 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II dan Perang Tiongkok-Jepang Kedua.

Dalam sebuah unggahan Facebook setelah memimpin upacara peringatan di Makam Pahlawan Revolusi Nasional di Taipei, Lai mengatakan ia dan Wakil Presiden Hsiao Bi-khim (蕭美琴), bersama pejabat tinggi lainnya, memberikan penghormatan kepada mereka yang mengorbankan nyawa dalam pertempuran besar.

"Rakyat Taiwan mencintai perdamaian. Taiwan tidak percaya memperingati perdamaian dengan mengangkat senjata," tulis Lai, membandingkan pernyataannya dengan parade militer Beijing pada hari yang sama.

"Kami mengenang para pahlawan ini dan belajar dari sejarah, serta terus menjaga keyakinan kami pada kebebasan dan demokrasi. Kami percaya senjata di tangan kami adalah untuk melindungi negara dan rumah kami, bukan untuk invasi atau ekspansi," ujarnya.

Lai mengenang bahwa pada 2 September 1945, Jenderal Republik Tiongkok (ROC) Hsu Yung-chang (徐永昌) menandatangani Instrumen Penyerahan Diri bersama negara Sekutu lainnya, yang mengakhiri perang. Ia mencatat bahwa Jepang, Jerman, dan Italia sejak itu menjadi negara demokratis yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan supremasi hukum.

"Saya sungguh berharap negara-negara yang pernah mengalami invasi dapat bekerja sama menjaga perdamaian dan menjadikan kebebasan serta demokrasi sebagai landasan stabilitas dan kemakmuran," ujarnya.

Lai juga memperingatkan terhadap kebangkitan kembali fasisme, yang ia gambarkan sebagai nasionalisme ekstrem, penyensoran, dan pemujaan terhadap pemimpin. Komentarnya merujuk pada judul resmi parade militer Beijing: "Peringatan 80 Tahun Kemenangan dalam Perang Melawan Agresi Jepang dan Perang Anti-Fasis Dunia."

Presiden Tiongkok Xi Jinping (習近平) memimpin acara di Beijing, didampingi Presiden Rusia Vladimir Putin, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Presiden Indonesia Prabowo Subianto, dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.

Perang Tiongkok-Jepang Kedua terjadi antara ROC, yang saat itu berbasis di Tiongkok, dan Kekaisaran Jepang dari tahun 1937 hingga 1945. Konflik ini secara luas dianggap sebagai bagian dari Perang Dunia II dan sebagai titik awal perang di Asia.

Pemerintah ROC, yang dipimpin pemimpin Kuomintang (KMT) Chiang Kai-shek (蔣中正), pindah ke Taiwan pada 1949 setelah kalah perang saudara dari Partai Komunis Tiongkok Mao Zedong (毛澤東), yang mendirikan Republik Rakyat Tiongkok di Beijing pada tahun itu.

Taiwan telah lama berpendapat bahwa ROC memainkan peran sentral dalam melawan Jepang, sementara Beijing mengklaim peran tersebut melalui acara peringatan seperti parade hari Rabu.

(Oleh Joseph Yeh dan Jason Cahyadi)

>Versi Bahasa Inggris

Selesai/IF

How mattresses could solve hunger
0:00
/
0:00
Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.