Taipei, 23 Agu. (CNA) Sebuah referendum yang bertujuan untuk memperpanjang operasional Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Ketiga Taiwan gagal pada Sabtu (23/8) setelah tidak mencapai ambang dukungan yang diperlukan, menurut Komisi Pemilihan Umum Pusat (CEC).
Surat suara menanyakan: "Apakah Anda setuju bahwa PLTN Maanshan dilanjutkan beroperasi setelah otoritas berwenang memastikan tidak ada masalah keselamatan?"
Menurut CEC, 4,34 juta orang (21,7 persen) memilih "ya," sementara 1,51 juta (7,5 persen) memilih "tidak". Tingkat partisipasi pemilih mencapai 29,53 persen.
Meskipun lebih banyak orang memilih "ya" daripada "tidak", referendum tersebut gagal memenuhi ambang batas hukum yang mengharuskan suara setuju dari setidaknya 25 persen pemilih yang memenuhi syarat, atau 5.000.523 suara.
Fasilitas Maanshan, yang juga dikenal sebagai PLTN Ketiga, telah ditutup pada Mei, sehingga Taiwan tidak memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir yang beroperasi.
Referendum tersebut diusulkan Partai Rakyat Taiwan pada April dan didukung oposisi Kuomintang. Para pendukung mengatakan energi nuklir menyediakan listrik yang stabil, rendah karbon, dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Mereka juga menyinggung skandal di sektor tenaga surya, kerugian keuangan Taipower, serta fakta bahwa Uni Eropa dan Jepang telah menerima energi nuklir.
Para penentang memperingatkan bahwa pembangkit tersebut terletak di dekat jalur patahan, sehingga berisiko jika terjadi gempa bumi. Mereka berpendapat bahwa menghidupkan kembali pembangkit juga akan memakan biaya besar dan memperburuk masalah limbah nuklir.
Namun, hasil pada Sabtu menunjukkan bahwa bahkan penduduk yang paling mungkin terdampak cenderung mendukung tenaga nuklir.
Sebagai contoh, di Orchid Island, tempat limbah nuklir tingkat rendah Taiwan saat ini disimpan, 535 penduduk memberikan suara dalam referendum. Dari jumlah tersebut, 344 mendukung kelanjutan operasional pembangkit Maanshan dan 181 menolak, dengan tingkat partisipasi pemilih sebesar 12,1 persen, menurut CEC.
Di Kota New Taipei, di distrik-distrik yang dekat dengan Pembangkit Nuklir Pertama, Kedua, dan Keempat, tingkat partisipasi sekitar 20 persen, namun suara "ya" tetap lebih banyak daripada suara "tidak".
Namun, National Nuclear Abolition Action Platform mengatakan referendum ini tidak mewakili suara rakyat luas yang biasanya tercermin melalui petisi publik, melainkan hasil manipulasi politik dari pertikaian antarpartai, seraya menyoroti ini menjadi yang pertama kalinya yang diusulkan Yuan Legislatif.
Banyak pendukung antinuklir menyatakan mereka tidak bisa menerima referendum yang dinilai tidak adil secara prosedural, substansial, bahkan tanpa legitimasi, sehingga memilih tidak menggunakan hak suara sebagai protes, menurut mereka.
Presiden Lai Ching-te (賴清德) mengatakan hasil tersebut menunjukkan referendum telah gagal, namun juga menyoroti harapan publik akan bauran energi yang beragam. Ia berjanji aturan keselamatan terkait nuklir akan diperkuat, dengan Taiwan Power Co. milik negara diwajibkan melakukan inspeksi dan membagikan pembaruan kepada publik.
Lai juga mengatakan bahwa jika di masa depan teknologi nuklir lebih aman, limbahnya lebih sedikit, dan tingkat penerimaan masyarakat lebih tinggi, pemerintah tidak akan menutup kemungkinan menggunakannya.
Ia juga menekankan pemerintah akan terus mendorong transformasi energi agar pembangunan Taiwan lebih aman dan berkelanjutan, seiring mereka bertanggung jawab atas keinginan masyarakat untuk ketenangan dan pasokan listrik yang stabil.
(Oleh Lee Hsin-Yin, Chang Hsiung-feng, Sophia Yeh, Lai Yu-chen, Wang Yang-yu, dan Jason Cahyadi)
>Versi Bahasa Inggris
Selesai/ja