Taipei, 4 Mei (CNA) Presiden Lai Ching-te (賴清德) pada Jumat (2/5) meyakinkan industri Taiwan bahwa tidak ada sektor yang akan dikorbankan dalam negosiasi tarif yang sedang berlangsung dengan Amerika Serikat, seraya berjanji untuk menjaga kepentingan nasional dan melestarikan ruang untuk pengembangan industri.
Dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin bisnis di New Taipei, Lai menegaskan bahwa pemerintahannya menangani isu ini secara ketat dan berhati-hati.
Ia mengatakan bahwa kepentingan 1,5 hingga 1,6 juta usaha kecil dan mikro Taiwan -- yang mempekerjakan lebih dari 9 juta orang -- tetap menjadi prioritas utama, mengingat peran penting mereka dalam pembangunan nasional.
Wali Kota New Taipei Hou Yu-ih (Hou Youyi), yang juga hadir dalam pertemuan tersebut, menyerukan peningkatan transparansi pemerintah, pasokan listrik yang stabil, dan lebih banyak dialog langsung antara pembuat kebijakan dan perwakilan industri.
Sebagai tanggapan, Lai menjamin bahwa pasokan listrik Taiwan akan tetap stabil hingga tahun 2032, bahkan di tengah meningkatnya permintaan terhadap kecerdasan buatan (AI) dan pusat-pusat data.
Ia juga menekankan pada perluasan sumber energi terbarukan yang terus dilakukan pemerintah, termasuk tenaga angin, surya, hidro, dan panas bumi.
Lai menyebutkan bahwa putaran pertama pembicaraan tarif dengan Amerika Serikat telah dilakukan dan persiapan untuk tahap berikutnya sedang berlangsung, dan ia menambahkan bahwa pemerintah telah meningkatkan paket bantuan rantai pasok ekspor dari NT$88 miliar (Rp47,15 triliun) menjadi NT$93 miliar.
Meskipun Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global akibat perubahan kebijakan AS, Lai menekankan bahwa prospek ekonomi Taiwan justru membaik — dari 2,7 persen menjadi 2,9 persen — mencerminkan kepercayaan terhadap ketahanan ekonomi nasional.
Lai merujuk pada laporan IMF bulan April yang memperkirakan ekonomi Taiwan akan tumbuh sebesar 2,9 persen pada 2024, atau 0,2 poin persentase lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya pada Oktober tahun lalu.
Laporan World Economic Outlook IMF edisi 2025 yang dirilis 22 April mencatat bahwa pemberlakuan tarif besar-besaran oleh AS telah "Mengatur ulang sistem perdagangan global dan menimbulkan ketidakpastian" yang menguji daya tahan ekonomi dunia.
Dalam konteks ketidakpastian tersebut, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,8 persen pada 2025 dan 3,0 persen pada 2026 — masing-masing turun 0,5 dan 0,3 poin persentase dibandingkan proyeksi Januari lalu.
(By Chao Ya-min, Lee Hsin-Yin, dan Jennifer Aurelia)
Selesai/ML