Oleh Chen Chih-chung, Phoenix Hsu, dan Jason Cahyadi, reporter dan penulis staf CNA
Jumlah mahasiswa jurusan terkait Asia Tenggara di universitas Taiwan terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Generasi kedua imigran baru yang memiliki kemampuan bahasa dan motivasi belajar menjadi kekuatan utama di jurusan tersebut, dan menjadi calon tenaga kerja lintas negara Taiwan di masa depan.
Kembali ke akar
Ibu Lin Chia-ling (林嘉玲) berasal dari Vietnam. Seperti banyak imigran baru di Taiwan di sekitar tahun 2000-an, ibunya sibuk belajar bahasa Mandarin dan menyesuaikan diri dengan kehidupan di negara tersebut, sehingga jarang ada kesempatan untuk mengajarkan bahasa ibu kepada generasi berikutnya.
Identitas sebagai generasi kedua imigran baru sejak kecil menjadi faktor kunci bagi Lin dalam memilih jurusan di universitas dan pengembangan kariernya.
Karena merasa sayang tidak bisa belajar bahasa Vietnam dari ibunya, ia memutuskan pindah dari Jurusan Bahasa dan Sastra Slavia di National Chengchi University (NCCU) pada tahun kedua, dan beralih ke Program Studi Sarjana Bahasa dan Budaya Asia Tenggara, mulai belajar bahasa Vietnam dari dasar.
Lin menyebutkan bahwa sekitar sepertiga dari teman sekelasnya adalah generasi kedua imigran baru, dan ada juga yang orang tuanya bekerja di Vietnam serta pernah tinggal di Asia Tenggara saat kecil.
Melihat kemampuan bahasa teman-teman memotivasi Lin untuk belajar lebih giat. Selain itu, menurut Lin, kursus bahasa Vietnam di NCCU cukup komprehensif, dan dosennya juga sangat peduli dengan perkembangan mahasiswa. Dengan belajar setidaknya 1 jam sehari, ia dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Selain belajar di kelas, Lin juga pernah mengikuti LSM untuk membantu mempromosikan pendidikan bagi pekerja migran serta membantu mengadakan kegiatan di Sekolah Dasar (SD).
Lin mengungkapkan ia sangat iri dengan siswa-siswa saat ini yang sudah memiliki kesempatan untuk belajar bahasa imigran baru sejak SD, karena semakin dini memulai belajar, semakin mudah untuk menumbuhkan minat dari sisi budaya, bukan hanya bahasa.
Pengalaman belajar di universitas dan bekerja membuat Lin memantapkan tekadnya untuk bekerja di LSM di masa depan, agar lebih banyak orang dapat memahami budaya Asia Tenggara.
Perjuangan institusional
Kepala Jurusan Bahasa dan Budaya Asia Tenggara NCCU, Chao Chin-chi (招靜琪), mengatakan bahwa selain perusahaan Taiwan di Asia Tenggara, penelitian akademis, perdagangan, dan hubungan luar negeri terkait negara-negara kawasan tersebut di Taiwan juga membutuhkan tenaga profesional.
Selain itu, kata Chao, juga ada permintaan untuk tenaga pengajar bahasa Asia Tenggara di sekolah menengah serta tenaga kerja di bidang sosial dan budaya.
Ia mengatakan bahwa pada awalnya, perusahaan Taiwan membutuhkan tenaga kerja dengan kemampuan bahasa Asia Tenggara, sehingga NCCU mulai membuka Program Studi Sarjana Bahasa dan Budaya Asia Tenggara.
Setelah beberapa tahun, kata Chao, ditemukan bahwa kebutuhan akan tenaga kerja Asia Tenggara semakin meningkat, sehingga program studi ini diubah menjadi jurusan baru mulai tahun akademik 2024/2025.
Chao menyebutkan bahwa banyak orang Taiwan masih berpegang pada stereotip bahwa Asia Tenggara hanya terdiri dari pekerja kasar atau pembantu rumah tangga, dan kurang memerhatikan kekuatan ekonomi, sosial, dan budaya di kawasan tersebut.
Untuk memahami sebuah bangsa atau negara secara mendalam, seni dan sastra sangat penting, kata Chao, sehingga NCCU juga memasukkan seni dan budaya dalam kurikulum mereka, yang juga ditekankan di samping kursus inti seperti politik, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Chao berpendapat bahwa permintaan akan tenaga kerja dengan kemampuan bahasa Asia Tenggara sangat besar, di mana banyak perusahaan Taiwan berharap mahasiswa negara tersebut sudah memiliki kemampuan bahasa sedari awal, sehingga dapat segera bekerja saat pergi ke Asia Tenggara.
Oleh karena itu, kata Chao, sering ada perusahaan yang menghubungi NCCU, meminta mereka merekomendasikan siswa untuk magang.
Selesai/ ML