Solois Taiwan "L8ching" luncurkan album baru, terinspirasi dari perjalanan ke Indonesia

07/09/2024 13:47(Diperbaharui 07/09/2024 13:47)
Dokumen perjalanan L8ching dalam ekspedisi Asia Tenggara. (Sumber Foto : L8ching)
Dokumen perjalanan L8ching dalam ekspedisi Asia Tenggara. (Sumber Foto : L8ching)

Taipei, 7 Sep. (CNA) Solois Taiwan, L8Ching baru-baru ini merilis album mutakhirnya, “South Expedition” yang terilhami dari ekspedisinya ke Asia Tenggara sepanjang September 2023, ada tiga lagu yang menceritakan pengalamannya di Indonesia.

Penyanyi dengan nama asli Lei Ching (雷擎) ini mengatakan ada dua destinasi yang ia singgahi di Indonesia saat melakukan ekspedisi ini yakni Bali dan Semarang. Di Indonesia ia juga sempat berkolaborasi dengan duo elektronik asal Bandung, Bottlesmoker.

Selain itu beberapa wilayah lain yang ia singgahi dalam ekspedisi tahun lalu adalah Cebu dan Manila di Filipina serta Bangkok dan Chiang Mai di Thailand.

“Saya menghabiskan hampir satu tahun untuk menyusun “South Expedition” dari tur besar Asia Tenggara dan berharap dapat membawa pendengar dalam perjalanan yang penuh gairah dan berirama menembus Selatan, berbagi banyak hal yang liar, intens, dan sakral,” kata L8ching dalam keterangan yang diterima oleh CNA.

Pria kelahiran 1992 ini dikenal dengan gaya bermusiknya yang kental dengan nuansa soul dan R&B serta nada-nada berirama tropis khas orang penduduk asli Taiwan.

Selama karir bermusiknya, L8ching telah merilis dua album yakni “Dive & Give” pada 2021 dan “South Expedition” ini.

Terinspirasi dari Indonesia

Ada tiga lagu dari total 12 trek di album ini yang terinspirasi dari perjalanannya di Indonesia. Lagu tersebut adalah “Jalan (路)”, “Buffalo (有你)”, dan trek instrumental bertajuk “Safari (探險途中)”.

Lagu “Jalan” bahkan dirilis sebagai lagu tunggal pertama untuk album ini dan dibuat video musiknya pada Juli lalu.

Menurut L8ching, lagu “Jalan” terilhami dari pengalamannya di Semarang. Saat itu ia menelusuri kota tua yang penuh dengan bangunan kuno peninggalan Hindia Belanda. 

Di situ ia menyiapkan bongo dan mikrofon, sementara gitaris Wang Wei dan bassis Pang Jie yang ikut serta dalam tur mulai merespons riff yang dimainkan L8ching.

“Suara lalu lintas, deru mesin, dan panggilan sholat bagi umat Muslim menjadi tulang punggung lagu tersebut. Separuh lirik terakhir menyentuh percakapan dengan seorang teman Indonesia tentang situasi sosial terkini dan sebungkus rokok kretek yang diberikannya kepada saya,” kata L8ching.

Lalu trek instrumental “Safari” terilhami dari perjalanannya dalam mobil van yang melaju kencang ke Ubud.

"Kami mulai mengarang lagu di dalam mobil van, seorang musisi yang telah kami janjikan untuk bertemu tiba-tiba meninggal dunia, jadi kami mulai berimprovisasi di padang Ubud dengan alat musik tradisional Bali,” ucap L8ching.

Para musisi yang ini kemudian saling bertukar ide di tepi danau vulkanik yang mengandung belerang dan berjalan kaki melalui gua bawah tanah yang gelap, sambil membawa banyak peralatan.

“Safari adalah catatan harian rekaman “South Expedition” ini,” kata dia.

Sementara lagu “Buffalo” disebut L8ching sebagai "Kembali ke Taiwan dari Bali”.

Menurutnya, saat di Bali ia menerima telepon bahwa ayahnya perlu dioperasi. Kabar ini membuat perasaannya campur aduk, apalagi ayahnya belum lama ini bilang bahwa sepeninggal ibunya —nenek dari L8ching— tidak ada yang menelponnya di hari ulang tahunnya pada penanggalan Tionghoa.

“Saya jadi teringat nenek yang berasal dari Tainan. Ia adalah seorang perempuan pekerja keras dan lugas yang suka bernyanyi dan bermain mahjong. Lagu tersebut menggunakan gambaran seekor kerbau yang sedang membajak sawah untuk melambangkan hidupnya, sementara burung kuntul putih yang berdiri di punggung kerbau, terbang tinggi ke langit, melambangkan jiwanya,” kata L8ching.

L8ching mengatakan album ini adalah upaya meninggalkan zona nyamannya melalui petualangan musikal yang tidak mudah, melelahkan diri mereka sendiri tetapi diiringi oleh musisi yang sama bersemangatnya di sepanjang jalan.

Tim ekspedisi menulis lagu bersama dengan air terjun di gua stalaktit, merekam suara-suara penyesalan yang terlewatkan oleh musisi lokal di ladang Ubud, mendokumentasikan himne iman di jalan-jalan berusia 300 tahun di Semarang, dan menggubah musik di samping gunung berapi di Bohol. 

“Meskipun mengalami keracunan makanan, kemacetan lalu lintas yang parah, dan guncangan budaya, tidak ada yang dapat menghentikan tim ekspedisi. Irama kami bersemangat penuh sikap optimis mengukir kenangan Asia Tenggara melalui musik,” kata L8ching.

(Oleh Muhammad Irfan)

Selesai/JA

Kami menghargai privasi Anda.
Fokus Taiwan (CNA) menggunakan teknologi pelacakan untuk memberikan pengalaman membaca yang lebih baik, namun juga menghormati privasi pembaca. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang kebijakan privasi Fokus Taiwan. Jika Anda menutup tautan ini, berarti Anda setuju dengan kebijakan ini.
Diterjemahkan oleh AI, disunting oleh editor Indonesia profesional.