Jakarta, 15 Apr. (CNA) Potensi investasi bagi perusahaan Taiwan besar di sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta industri kesehatan Indonesia, namun pengaruh kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) perlu diperhatikan, kata Amy Hsiao (蕭鳳岐), direktur Pusat Perdagangan Taiwan, Jakarta.
Dalam wawancara dengan CNA baru-baru ini, Hsiao menyampaikan bahwa Indonesia memiliki banyak potensi untuk berkembang, terutama dalam bidang ekonomi digital. Negara tersebut dan Taiwan punya banyak peluang kerja sama di bidang kota pintar dan modernisasi industri, ujarnya.
Hsiao menjelaskan bahwa misi utama pusatnya adalah mempromosikan produk-produk Taiwan di Indonesia, mendorong perdagangan bilateral kedua belah pihak, serta menarik investasi Indonesia ke Taiwan dan memajukan kerja sama industri kedua negara.
Sebagai perwakilan Dewan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri Taiwan (TAITRA) di Indonesia, ia menyebutkan bahwa interaksi ekonomi dan perdagangan kedua negara cukup erat, di mana saat ini Taiwan memiliki potensi besar di sektor ITK dan kesehatan di sana.
“Komponen TIK dan produk semikonduktor adalah komoditas utama ekspor kami ke Indonesia. Di bidang kesehatan, Taiwan memiliki keunggulan dalam hal teknologi, harga, maupun ekosistem industrinya, yang dapat menghadirkan bantuan terhadap layanan kesehatan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Perusahaan asal Taiwan umumnya juga masuk ke pasar melalui produk setengah jadi, sehingga dapat menghindari tarif tinggi atas produk akhir dan dapat merespons tantangan dinamika ekonomi global secara lebih fleksibel.
Terkait kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump, ia menjelaskan bahwa sebelum diumumkan, daya beli di Indonesia sudah menunjukkan penurunan, yang mengindikasikan kerentanan ekonomi.
Ia menjabarkan bahwa ekspor utama Indonesia ke pasar AS meliputi barang elektronik konsumen, alas kaki, tekstil, dan produk gaya hidup, yang merupakan industri padat karya. Oleh karena itu, jika AS menerapkan tarif timbal balik sebesar 32 persen, ekspor Indonesia akan sangat terdampak, ujarnya.
Trump baru-baru ini mengumumkan bahwa AS akan memberlakukan "tarif resiprokal" ke sebagian besar negara, di mana Indonesia akan dikenai tarif sebesar 32 persen sama seperti Taiwan. Namun, pada 9 April waktu setempat, Trump mengumumkan penangguhan kebijakan tersebut selama 90 hari.
Hsiao mengatakan bahwa tahun ini TAITRA akan memimpin tiga delegasi industri ke Indonesia, dengan dua di antaranya akan fokus pada industri kesehatan, sedangkan satu lainnya pada kota pintar, netralitas karbon, energi terbarukan, serta lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).
“Indonesia memiliki hutan yang luas, di masa depan akan menjadi pasar dengan potensi besar dalam perdagangan karbon. Ini adalah salah satu arah penting yang kami sangat perhatikan,” ujarnya.
Hsiao menegaskan bahwa meskipun saat ini terdapat ketidakpastian terkait dampak tarif AS serta tantangan infrastruktur dan keterbatasan sumber daya kesehatan di Indonesia, suasana sosial yang kondusif dan potensi pertumbuhan negara tersebut menjadikannya pasar yang layak digarap perusahaan Taiwan.
Ia menyarankan bahwa dalam situasi penuh ketidakpastian, "Perlu memerhatikan pandangan berbagai pihak terhadap pasar, banyak melihat dan mendengar, serta mencermati tren perusahaan besar di sektor yang sama, [karena tren mereka] dapat menjadi indikator."
(Oleh Zachary Lee dan Jason Cahyadi)
Selesai/IF